Kekerasan Seksual pada Pelajar Kembali Terjadi di Aceh
Setelah bulan lalu seorang siswi di Kabupaten Bireuen, Aceh, melahirkan di sekolah, kini seorang pelajar putri diperkosa 10 pemuda di Kota Langsa. Kasus kekerasan seksual pada pelajar semakin memprihatinkan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
LANGSA, KOMPAS — Kekerasan seksual pada pelajar perempuan kembali terjadi di Aceh. Kali ini seorang anak perempuan berusia 17 tahun di Kota Langsa menjadi korban pemerkosaan 10 pemuda. Sebanyak sembilan tersangka pelaku telah ditangkap dan satu orang masih diburu.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Langsa Inspektur Satu Arief Sukmo Wibowo, dihubungi Rabu (31/3/2021), menuturkan, peristiwa pemerkosaan terjadi pada Selasa (16/3/2021) malam di sebuah rumah kosong di Kecamatan Langsa Kota. Malam itu korban diajak oleh teman dekatnya bernama MRA (17). Saat tiba di rumah itu, para pelaku lain telah menunggu untuk memerkosa korban.
Kasus ini bermula dari MRA yang berutang pada MS (18), temannya, Rp 300.000. Namun, MRA tidak sanggup membayar. MS lalu meminta kepada MRA agar mencari seorang perempuan sebagai pengganti utang.
Untuk memenuhi permintaan MS, MRA pun mengelabui korban dan membawanya pergi ke rumah kosong yang sudah disepakati. Di rumah itu, MS turut memerkosa korban bersama MRA dan teman-temannya.
Keluarga korban lalu melaporkan kasus itu kepada polisi. Pada Sabtu (20/3/2021) polisi menangkap delapan tersangka dan seorang tersangka menyerahkan diri pada Selasa (23/3/2021).
Para tersangka kini ditahan polisi. Mereka adalah MRA (17), MS (18), MVP (15), MRE (18), NS (17), MH (19), MKA (21), MNH (17), dan MOS (19). Sementara satu tersangka lain, BK (19), masih diburu. Semua tersangka adalah warga Kota Langsa dan sebagian besar masih berstatus pelajar.
”Mereka diancam dengan penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan dan paling lama 200 (dua ratus) bulan,” kata Arief. Saat ini korban dalam pendampingan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Langsa.
Kasus itu menunjukkan kekerasan terhadap pelajar di Aceh semakin memprihatinkan. Sebelumnya, tepatnya bulan lalu, seorang siswi di Kabupaten Bireuen melahirkan di sekolah setelah diperkosa tetangganya.
Direktur Lembaga Flower Aceh Riswati mengatakan, kasus demi kasus kekerasan terhadap anak di Aceh sangat melukai perasaan kemanusiaan. ”Harus ada gerakan nyata untuk menghentikan kekerasan terhadap anak. Kami mengutuk pelaku dan menuntut hukuman yang setimpal,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Riswati, perlindungan terhadap anak harus menjadi isu bersama. Jika tidak, kasus demi kasus akan terus terjadi. Ia menilai, pemerintah kabupaten/kota belum serius menjalankan program perlindungan terhadap anak.
Harus ada gerakan nyata untuk menghentikan kekerasan terhadap anak. Kami mengutuk pelaku dan menuntut hukuman yang setimpal. (Riswati)
Komisioner Komite Pengawasan Perlindungan Anak Aceh Firdaus Nyak Idin mengatakan, selain korban kekerasan mendapat pendampingan dan pemulihan, pelaku juga perlu direhab agar tidak mengulangi perbuatannya. ”Namun, pelaku juga harus dihukum setimpal,” kata Firdaus.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh mencatat kasus kekerasan terhadap anak relatif menurun. Pada 2018 mencapai 772 kasus, tahun 2019 sebanyak 661 kasus, dan tahun 2020 mencapai 254 kasus. Jenis kasus berupa pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan fisik, dan kekerasan psikologis.
Namun, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh Nevi Ariyani menyampaikan, tingkat kekerasan terhadap anak kian mengkhawatirkan. Dia meyakini, kasus yang tidak muncul lebih tinggi daripada yang terlapor.
Nevi mengatakan, kasus diperparah oleh kepekaan sosial di lingkungan warga semakin melemah. Warga baru menganggap persoalan ini serius setelah kasus menimpa keluarganya. Padahal kepedulian terhadap lingkungan sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan pada anak.
Dalam banyak kasus pelecehan seksual, umumnya pelaku terpicu karena sering mengakses konten pornografi di internet. ”Pelaku melampiaskan kepada anak karena dianggap lemah,” ujar Nevi.