Produksi ikan tangkap di Laut Maluku sangat potensial. Di sisi lain, ditemukan bahan cemaran dalam perut ikan yang dikonsumsi warga.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Sabtu (27/3/2021) pagi, penjual berjejer menawarkan ikan di Pasar Mardika, Kota Ambon, Maluku. Berbagai jenis ikan, kebanyakan pelagis, seperti kombong, tuna, dan cakalang. Dari warna kulit yang mengilap dan bola mata jernih, jelas ikan-ikan itu masih segar.
Tiga ekor cakalang yang dijual perempuan paruh baya menarik perhatian. Dua di antaranya berbobot sekitar 1 kilogram dengan panjang 35 sentimeter masing-masing dijual Rp 20.000 per ekor. Satu ekor lagi yang bobotnya sekitar 2 kilogram dengan panjang sekitar 45 cm dijual dengan harga Rp 35.000.
Menurut penjual ikan, ikan cakalang itu dipancing nelayan dari Desa Hukurila, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon. Desa tersebut berada di bagian selatan Pulau Ambon yang berhadapan langsung dengan Laut Banda. Dengan kata lain, ikan cakalang itu ditangkap dari Laut Banda.
Dengan uang Rp 40.000, dua ekor ikan yang lebih kecil tadi dibawa pulang. Untuk ukuran Ambon, harga ikan kali ini tergolong normal. Sebab, ketika musim gelombang tinggi, harga ikan bisa naik hingga dua kali lipat. Cakalang merupakan ikan favorit warga Ambon dan Maluku pada umumnya. Mereka biasa berburu cakalang segar.
Tiba di rumah, satu per satu ikan dibelah. Daging ikan yang belum tersentuh es itu merah marun dan segar. Namun, saat membersihkan usus ikan, ada benda keras di dalamnya. Ternyata plastik berukuran panjang 18 cm dengan lebar 2 cm. Plastik dimaksud biasanya disebut mika jilid.
Temuan itu mengagetkan. Ikan dengan panjang sekitar 35 cm itu di dalam ususnya terdapat plastik 18 cm. Selama ini, cerita tentang sampah plastik atau mikroplastik banyak diakses dari media sosial dan media arus utama. Hari ini, Kompas menemukan sendiri sampah plastik tersebut.
Sampah memang menjadi masalah terbesar di dunia saat ini. Seperti diberitakan sebelumnya, diperkirakan 53 juta metrik ton sampah plastik akan masuk ke ekosistem perairan dunia pada 2030 jika tidak ada upaya serius dari tiap-tiap negara dalam mengatasi masalah sampah.
Hasil riset dengan model penghitungan di 173 negara, salah satunya Indonesia, juga menyebut 19 juta metrik ton hingga 23 juta metrik ton atau 11 persen sampah plastik yang dihasilkan secara global masuk ke ekosistem perairan pada 2016 (Kompas, 19/9/2020).
Sampah plastik yang masuk perairan Laut Banda, tempat ikan cakalang tadi ditangkap, bisa jadi sebagian disumbang dari Kota Ambon. Itu bisa terlihat di muara lima sungai, yakni Wairunu, Wai Batumerah, Wai Batugajah, Waitomu, dan Wai Batugantung. Di setiap muara sungai terdapat sampah plastik yang kemudian terbawa ke Teluk Ambon.
Menurut data yang dihimpun dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Ambon, dalam satu hari, produksi sampah di Ambon mencapai 162,5 ton. Tak ada data pasti jumlah sampah yang terbuang ke laut. Namun yang pasti, setiap hari banyak sampah ditemukan di teluk.
”Pernah dalam dua jam kami dapat lebih dari 2 ton sampah dominan plastik. Itu pun hanya di satu titik. Sementara di hampir seluruh pesisir ada saja sampah yang mengapung,” kata Theria Sitanala, Koordinator Moluccas Coastal Care, komunitas yang peduli pada persoalan pesisir.
Dari dalam teluk, sebagian sampah terbawa keluar hingga ke Laut Banda. Tidak tertutup kemungkinan, sampah yang dibuang di Ambon dimakan ikan di Laut Banda. Ikan itu lalu ditangkap nelayan dan dijual untuk konsumsi warga di Ambon. Tak berlebihan adanya pandangan bahwa kelak manusia akan memakan kembali sampah yang dibuang.
Pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura, Ambon, Mesudin Sengaji, berpendapat, temuan sampah dalam tubuh ikan dapat merusak citra perikanan di Maluku dan Indonesia pada umumnya. Maluku merupakan wilayah yang kaya akan ikan sebab perairannya masuk dalam tiga wilayah pengelolaan perikanan RI (WPPRI).
Dari sekitar 12 juta ton potensi ikan nasional, sekitar 30 persen disumbang dari tiga WPPRI itu. Di dalamnya ada Laut Banda, Laut Arafura, dan Laut Seram. Banyak perusahaan ikan melakukan penangkapan di sana. ”Jangan sampai ikan yang diekspor di dalamnya terdapat sampah plastik,” ujar Mesudin.
Sampah berukuran panjang plastik 18 cm di dalam perut ikan cakalang kecil itu menjadi alarm pentingnya menjaga laut dari aneka bahan pencemar.