Populasi gajah sumatera terus menyusut, dari 1.300 ekor pada 2014, kini tersisa 693 ekor. Turun hampir 50 persen dalam rentang tujuh tahun. Perburuan terus terjadi.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Barang bukti gading gajah sumatera.
JAMBI, KOMPAS—Perburuan dan perdagangan liar gading terus terjadi di tengah makin kritisnya kerusakan habitat gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Hal itu memicu penyusutan populasi yang mengancam kepunahan senyap spesies tersebut.
Kepala Balai Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Eduward Hutapea, mengatakan upaya memperdagangkan sepasang gading gajah di Kabupaten Bungo, Jambi, digagalkan pihaknya bekerjasama dengan Kepolisian Daerah Jambi. Dua pedagang gading tersebut telah ditahan dan diperiksa penyidik. Adapun, pemilik gading masih dikejar.
Upaya bersama memberantas perburuan dan perdagangan satwa liar dilindungi, katanya, harus menjadi perhatian bersama. Sebab, penyusutan populasi spesies, khususnya satwa-satwa kunci, itu telah makin mengkhawatirkan.
Menurut Eduward, kini populasi gajah tinggal 693 ekor sejak 2019, menurut data KLHK. “Ini menunjukkan jenis satwa ini wajib kita lindungi,” ujarnya, dalam jumpa pers di markas Polda Jambi, Selasa.
Data Kematian Gajah Sumatera In Situ 2012-2018Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI)
Berdasarkan catatan Kompas, populasinya masih 2.400 ekor pada 2007, lalu menyusut jadi 1.300 ekor pada 2014 (Kompas, 22 Maret 2016). Dengan data terbaru tinggal 693 ekor menandakan populasi gajah sumatera turun hampir 50 persen dalam rentang tujuh tahun.
Kini populasi gajah tinggal 693 ekor sejak 2019, menurut data KLHK. (Eduward Hutapea)
Dari hasil pemeriksaan sementara, lanjut Eduward, si pedagang akan menjual kedua gading itu dengan harga Rp 60 juta. Panjang gading masing-masing 48 dan 37 centimeter.
DOKUMENTASI FOTO TIM FRANKFURT ZOOLOGICAL SOCIETY (FZS).
Seekor Gajah Sumatera mati dalam usulan Kawasan Ekosistem Esensial Bukit Tigapuluh di Jambi, pekan lalu. Dari dalam perutnya ditemukan bungkus plastik insektisida.Dokumentasi foto tim Frankfurt Zoological Society (FZS).
Harga jual tersebut di satu sisi memang menggiurkan para pemburu dan pedagang. Ada nilai ekonomis dari perdagangan organ satwa. Akan tetapi, nilai kerugian ekologisnya jauh lebih besar atas kehilangan gajah sumatera di alam.
“Kerugian ekologisnya mencapai Rp 3,5 miliar per ekor (yang diburu),” ujarnya.
Selain gading gajah, tim gabungan aparat juga menggagalkan penjualan opset harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Kabupaten Merangin, Jambi. Pemilik opset harimau itu juga masih ditelusuri. Dari pengakuan si pedagang, harimau akan dijual dengan harga Rp 150 juta.
Petugas menunjukkan gading gajah sumatera dan opset harimau sumatera korban perdagangan satwa liar di Jambi, usai jumpa pers di Kepolisian Daerah Jambi, Selasa (30/3/2021). Kasus perdagangan satwa liar itu kini ditangani hukum.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar, Sigit Dany, mengatakan perbuatan para pelaku melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Sesuai Pasal 21 ayat (2) huruf d juncto Pasal 40 ayat (2), UU tersebut, pelaku terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. “Saat ini para pelaku menghuni Rumah Tahanan Polda Jambi,” katanya
Penyidik dari Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Jambi, Suharno mengatakan pelaku penjualan opset harimau sumatra itu berinisial AW (55). Ia ditangkap tim operasi di halaman samping salah satu losmen di Jalan Lintas Sumatera Kilometer 3, Kelurahan Mensawang, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin, Jambi.
Sedangkan pelaku penjualan dua gading gajah berinisial HL (53) dan JAG (31), dibekuk aparat di depan salah satu rarung makan di Jalan Lintas Jambi-Bungo, Desa Manggis, Kecamatan Batin III, Kabupaten Bungo.
Dalam Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah, pemerintah menetapkan visi konservasi gajah Indonesia yang mendorong manusia dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan gajah.
Dalam program pembangunan jangka menengah, pemerintah juga memasang target peningkatan populasi 25 spesies satwa dilindungi yang kondisinya terancam punah sebesar 10 persen, termasuk di dalamnya adalah gajah sumatera.
Sebab, sejak 2011, konservasi gajah sumatera masuk ke dalam status kritis (critically endangered) dalam daftar merah organisasi konservasi alam dunia (IUCN), sejak 2011. Selangkah lagi menuju kepunahan di alam.