Kendati tetap siaga menghadapi bahaya erupsi, sekolah dirasa perlu dikosongkan untuk digunakan pembelajaran tatap muka mulai April ini sehingga bilik pengungsian Merapi di Kabupaten Magelang mulai dibongkar.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Bilik-bilik pengungsi Merapi yang ada di 26 sekolah di tiga kecamatan di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, minggu ini dipastikan akan dibongkar. Selain karena saat ini tidak digunakan, upaya pembongkaran dilakukan agar semua ruang kelas yang ada di sekolah siap dipakai untuk aktivitas pembelajaran tatap muka, yang dijadwalkan akan mulai berlangsung April mendatang.
Kendati demikian, Pelaksana tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, Edy Susanto, mengatakan, upaya pembongkaran tersebut tidak mengurangi kewaspadaan dan kesiapan sekolah-sekolah tersebut untuk menerima pengungsi kapan saja dibutuhkan.
”Bilik dibongkar, tetapi papan-papan penyusunnya tetap disimpan di sekolah dan siap difungsikan kembali saat pengungsi yang perlu ditampung,” ujarnya, Selasa (30/3/2021).
Sebanyak 26 sekolah tersebut terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK, yang tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Mungkid, Mertoyudan, dan Muntilan. Sebagian sekolah sudah difungsikan sebagai tempat pengungsian, tetapi sebagian lainnya baru sebatas disiapkan untuk menampung tambahan pengungsi.
Bilik dibongkar, tetapi papan-papan penyusunnya disimpan di sekolah dan siap difungsikan kembali saat pengungsi yang perlu ditampung (Edy Susanto)
Adapun, banyak bilik pengungsian yang menempati gedung atau ruangan di kompleks balai desa sudah terlebih dahulu dibongkar saat pengungsi mulai kembali pulang ke desa. Namun, sama seperti sekolah, lokasi-lokasi pengungsian lainnya juga tetap menyiapkan bilik atau sekat papan untuk kebutuhan pengusgsi.
Kabupaten Magelang mulai membuka sembilan lokasi pengungsian pada November 2020, dan seiring dengan perubahan potensi dampak erupsi Merapi, pengungsi berangsur pulang, dan semua lokasi pengungsian ditutup pada Februari 2021.
Bilik atau sekat papan di lokasi pengungsian memang sengaja disiapkan agar setiap keluarga pengungsi tetap dapat menjaga jarak, dan mencegah mereka dari resiko tertular Covid-19 selama mengungsi di masa pandemi.
Tidak sekadar menyiapkan bilik atau sekat, Edy juga meminta agar sebagian logistik juga tetap disimpan untuk kebutuhan di lokasi pengungsian saat dibutuhkan.
Eko Sungkono, Kepala Desa Mertoyudan di Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, sekalipun para pengungsi sudah kembali pulang ke desa pada Januari lalu, hingga saat ini, pihaknya masih belum membongkar bilik-bilik yang masih terpasang di gedung olahraga milik desa yang sebelumnya menjadi lokasi pengungsian.
”Kami belum berani membongkar karena sebelumnya BPBD sudah meminta agar kami tetap siaga menerima dan menampung pengungsi,” ujarnya. Desa Mertoyudan sebelumnya menampung 129 pengungsi asal Dusun Babadan II, Desa Paten, Kecamatan Dukun.
Balai desa
Namun, logistik yang tersisa dan tersimpan di balai desa sudah dibagikan kepada warga Dusun Bababan II, pertengahan Februari lalu. Selain karena menjadi hak pengungsi, pembagian logistik kepada warga didasari pertimbangan supaya logistik tersebut bisa cepat dimanfaatkan, tidak rusak dan tidak kedaluwarsa.
Selain memakai gedung olahraga, di Desa Mertoyudan juga telah disiapkan tiga SD sebagai lokasi pengungsian. Namun, pemasangan dan pembongkaran bilik di sekolah tersebut dilakukan oleh BPBD Kabupaten Magelang.
Wahyudi, salah seorang warga Dusun Babadan I, Desa Paten, Kecamatan Dukun, yang sebelumnya mengungsi di Balai Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, mengatakan, bilik yang terpasang di salah satu gedung milik desa sudah dibongkar setelah pengungsi pulang, Januari lalu. Pembongkaran sengaja dilakukan karena gedung tersebut akan segera difungsikan untuk kegiatan pemerintah Desa Banyurojo.
Wahyudi, yang juga menjadi relawan ikut membantu pembongkaran bilik, mengatakan, bilik ataupun sekat papan itu masih tetap disimpan di balai desa. Adapun lokasi pengungsian lain yang bertempat di gedung TK juga tetap disiapkan menerima pengungsi, di mana karpet tetap terpasang dan rutin dibersihkan.
Di desa, Wahyudi mengatakan, segenap warga juga masih terus siaga memantau perkembangan aktivitas Gunung Merapi. Warga Dusun Babadan I masih kerap mendengar suara gemuruh saat Merapi mengeluarkan luncuran awan panas. Kendati demikian, mereka juga kerap tidak melihat dan tidak merasakan getaran apa pun.