Mereka Tak Ragu Ulurkan Tangan Saat Asap Masih Mengepul
Rasa kemanusiaan mengalahkan ketakutan yang ditimbulkan oleh insiden bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021). Sesaat setelah kejadian, warga sekitar bahu-membahu menolong korban.
Oleh
Reny Sri Ayu/Mohamad Final Daeng
·4 menit baca
Minggu (28/3/2021) jelang siang itu seharusnya hari yang biasa bagi Yosi (29), seorang barista di sebuah kafe di Jalan Botolempangan, pusat kota Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, ledakan besar sekitar 100 meter dari tempatnya bekerja mengejutkannya.
Spontan ia keluar kafe untuk mengecek sumber suara menggelegar itu. Saat melihat asap tebal mengepul dari arah Jalan Kajaolalido, masih satu ruas jalan yang sama dengan kafenya, perasaan Yosi kalut. Sejumlah orang di kedua sisi jalan terluka.
Tanpa berpikir panjang, pemuda berambut gondrong itu spontan berlari menuju sumber asap. Dia mendekati seorang perempuan paruh baya yang tampak berdarah. Bersama seorang temannya, Yosi segera membawa perempuan itu menjauh dari lokasi.
Sambil berteriak-teriak meminta tolong, dia mencari kendaraan untuk membawa perempuan itu ke rumah sakit. Bersama perempuan itu, ada dua anak kecil, yang diketahui merupakan cucunya. Kedua anak itu juga terluka di kaki.
”Saya lalu meminta tolong karyawan minimarket di dekat situ untuk mengantar ke rumah sakit dengan motornya. Karyawan itu juga mau membantu,” ujarnya.
Perempuan dan kedua cucunya itu sedang berjalan di trotoar saat bom bunuh diri meledak di gerbang samping Katedral Makassar di Jalan Kajaolalido, sekitar pukul 10.30 Wita. Saking kuatnya ledakan bom, serpihannya terpental puluhan meter.
Hingga Minggu malam, Kepala Polda Sulsel Inspektur Jenderal Merdisyam mengatakan, korban luka akibat bom bunuh diri itu sebanyak 20 orang. Sebagian korban sudah boleh pulang dari rumah sakit.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menyampaikan, dua pelaku bom bunuh diri itu tewas. Keduanya berboncengan menggunakan sepeda motor.
Selain motor pelaku yang hancur, sejumlah kendaraan lain di dekat lokasi juga rusak. Kaca-kaca rumah dan bangunan di sekitar Katedral pun pecah, termasuk sejumlah kaca di Hotel Singgasana, yang berada tepat di seberang gereja di sisi selatan.
Dua pelaku bom bunuh diri itu tewas. Keduanya berboncengan menggunakan sepeda motor. (Listyo Sigit Prabowo)
Saat ditemui selang beberapa jam setelah kejadian, Yosi masih shock atas peristiwa yang baru pertama kali dialaminya. Namun, hal itu tak dia rasakan saat awal bergerak menolong korban. Kecurigaan bahwa ledakan itu dari bom pun sudah terlintas di benaknya. ”Tapi tadi tidak terpikir rasa takut. Yang penting bantu korban dulu karena saya lihat ada yang terluka,” ujarnya.
Sejumlah warga di sekitar lokasi melakukan hal serupa. Mereka spontan mengulurkan tangan, membantu yang terluka, tanpa menghiraukan rasa takut.
Idris (68), juru parkir di Jalan Botolempangan, termasuk yang tergerak membantu korban. Ledakan juga mengagetkan pria yang saat itu berada sekitar 200 meter dari lokasi. Seperti Yosi, dia spontan berlari ke arah sumber suara.
Dia lalu memeriksa rumah kerabatnya, seorang ibu tua, yang hanya berjarak puluhan meter dari titik ledakan. ”Kaca rumahnya pecah. Saudara saya sempat terpental,” ujarnya.
Beruntung, kerabatnya itu tak terluka. Namun, untuk menenangkan diri, Idris membawanya untuk tinggal sementara di rumah anak-anaknya di sisi lain kota.
Lain lagi dengan Nelfi (28), pemilik kios makanan di sisi selatan Lapangan Karebosi. Saat kejadian, dia sedang mencuci mangkok di bagian belakang kios. Kerasnya ledakan membuat kios dan mushala di belakang kiosnya bergetar. Kiosnya berjarak kurang dari 100 meter dari gerbang utama Katedral Makassar.
”Saya tentu saja kaget. Saya segera keluar dan melihat, ternyata ada ledakan di gereja. Saya berlari ke sana. Saya lihat orang ramai. Tadinya ke sana untuk melihat barangkali ada yang bisa saya lakukan. Ternyata sudah banyak orang. Tapi, saya tetap mencoba membantu sebisanya,” katanya.
Pastor Katedral Makassar Romo Wilhelmus Tulak mengatakan, ledakan terjadi sekitar pukul 10.30 Wita saat pergantian jemaat sesi kedua dan ketiga. Saat itu, sebagian jemaat mulai beranjak pulang dan sebagian lainnya memasuki gereja. Pemeriksaan suhu tubuh terkait protokol kesehatan Covid-19 berlangsung di gerbang utama.
Dua pelaku yang berboncengan mengendarai sepeda motor terlihat hendak masuk ke gereja. Sempat ditegur oleh pegawai gereja, keduanya tetap nekat. Saat itulah salah satu pegawai gereja mendorong mereka sehingga bom yang mereka bawa meledak.
Di bekas lokasi ledakan juga terdapat banyak paku yang diduga bagian atau rangkaian material bom. Polisi masih terus menyelidiki kasus ini.
Sementara itu, tiga korban luka dilarikan ke Rumah Sakit Stella Maris, Makassar. Direktur RS Stella Maris dr Luisa Nunuhitu mengatakan, satu korban luka ringan diperbolehkan pulang. Namun, dua lainnya masih harus dirawat.
”Satu orang dirawat di ICU karena perlu penanganan lebih ketat akibat mengalami luka bakar, satu orang lainnya dirawat di ruang perawatan biasa. Keduanya dalam kondisi stabil,” ujar Luisa.
Kedua korban yang hingga semalam masih dirawat itu petugas parkir gereja, yang posisinya dekat dengan ledakan. Korban dirawat di ICU karena 20 persen tubuhnya terluka bakar, mayoritas di wajah.
Dalam siaran persnya, Kuria Keuskupan Agung Makassar menyatakan prihatin atas insiden itu. Uskup dan pastor, baik di katedral maupun keuskupan, semuanya dalam keadaan baik.
”Diharapkan kepada para pastor dan seluruh umat untuk tetap tenang, terus waspada, dan mari kasus ini sepenuhnya kita percayakan kepada pihak keamanan untuk ditangani sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar RD Fransiskus Nipa yang membacakan pernyataan tersebut.
Perbuatan biadab pelaku bom bunuh diri menuai kecaman dari seluruh negeri. Yang pasti, ulah keji pelaku tak dapat mengalahkan rasa kemanusiaan kita, yang senantiasa tegak melawan terorisme.