Nyepi Menjadi Momentum Instrospeksi dan Memberikan Vibrasi Positif
Hari Raya Nyepi dimaknai sebagai momentum untuk mengintrospeksi diri dan menata kembali perilaku, atau ”mulat sarira”. Sebagai penanda bergantinya tahun, Nyepi juga memberikan vibrasi positif bagi manusia dan alam.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Hari Raya Nyepi dimaknai umat Hindu sebagai momentum untuk mengintrospeksi diri dan menata kembali perilaku, atau mulat sarira. Nyepi sebagai penanda bergantinya tahun juga memberikan vibrasi positif bagi kehidupan dan memberikan jeda waktu bagi alam untuk menata kembali keseimbangannya.
Pesan itu disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 pada Sabtu (27/3/2021). Dalam tayangan yang disiarkan secara dalam jaringan (daring), Presiden Jokowi menyampaikan ucapan selamat hari raya Nyepi. Presiden juga menyatakan terima kasihnya kepada umat Hindu karena sudah menjalankan rangkaian Hari Suci Nyepi dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan Covid-19.
Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi 1943 diselenggarakan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama serangkaian perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943. Pada pelaksanaannya kali ini, tema yang diangkat adalah ”Kolaborasi Dalam Harmoni Menuju Indonesia Maju”.
Acara Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi 1943 itu dilaksanakan secara hibrida, langsung di Yogyakarta ataupun melalui pertemuan virtual lewat zoom dan tayangan langsung di kanal Youtube Ditjen Bimbingan Masyarakat Hindu. Secara daring, acara Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 juga diikuti sejumlah menteri dari Kabinet Indonesia Maju dan kalangan DPR RI dan DPD RI. Adapun Nyepi tahun 2021 dijalankan umat Hindu pada Minggu (14/3/2021).
Lebih lanjut, Presiden menyatakan, umat Hindu menjalankan Catur Brata Penyepian selama Nyepi dan masa itu memberikan jeda waktu bagi alam untuk menata kembali keseimbangannya. Joko Widodo mengungkapkan istilah memayu hayuning bawana. Presiden juga berharap momen perayaan Nyepi akan memberikan vibrasi atau getaran positif demi mewujudkan keharmonisan dan kesejahteraan (jagaddhita).
Sebelumnya, pemateri dharma wacana (ceramah agama) I Nengah Duija menerangkan, penerapan Catur Brata Penyepian selama menjalankan Nyepi adalah bentuk latihan umat Hindu menuju harmoni dengan diri, alam, dan sang Pencipta. Brata Penyepian bermakna meniadakan untuk mencapai kedamaian (santi), yakni kondisi kosong atau suwung.
Duija menyatakan, Nyepi menjadi transformasi kehidupan baru. ”Santi dapat dicapai apabila semua egoisme, semua nafsu sudah tiada,” kata Duija dalam ceramah agamanya serangkaian Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi 1943, Sabtu.
Dalam sambutannya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, Nyepi menjadi momentum bagi umat untuk mengintrospeksi diri dan menjaga harmoni. Yaqut menyebutkan, umat Hindu menjalankan Catur Brata Penyepian dengan harapan dapat menemukan cahaya diri. ”Juga memberikan jeda sejenak bagi alam. Ini berkontribusi positif dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19,” kata Yaqut melalui tayangan secara daring.
Yaqut menambahkan, agama seharusnya menjadi inspirasi dalam kehidupan. Dalam Hindu dikenal ajaran Tat Twam Asi yang dimaknai sebagai pengingat untuk saling menghormati, saling rukun, dan bertoleransi. Yaqut juga menyatakan, ajaran Hindu sangat menjaga budaya luhur yang diharapkan menjadi inspirasi dalam melestarikan warisan-warisan bangsa yang bersejarah, misalnya candi di Jawa. ”Ajaran Tri Hita Karana menjadi inspirasi harmoni,” ujar Yaqut.
Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Wisnu Bawa Tenaya mengajak umat Hindu untuk mawas diri dan saling menghormati. Wisnu menyatakan, perbedaan dalam keyakinan jangan dijadikan pertentangan, tetapi sebagai perekat. ”Tidak ada yang hebat di muka bumi ini sehingga hendaknya saling mengisi dan saling berkolaborasi,” kata Wisnu dalam tayangan secara daring.
Ketua Panitia Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi 1943, yang juga Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu, Tri Handoko Seto menyatakan, kegiatan Dharma Santi Nasional Hari Suci Nyepi 1943 diselenggarakan di DI Yogyakarta dengan berlatar suasana Candi Prambanan. Hal itu bertujuan mengingatkan seluruh elemen bahwa Indonesia adalah bangsa besar, berkebudayaan maju, dan memiliki peradaban adiluhung.
Kondisi tersebut, menurut Seto, akan tercapai apabila seluruh kekuatan dan elemen bangsa mampu harmoni dan hidup rukun serta berkolaborasi dalam bekerja dan menghadapi segala persoalan bangsa. ”Termasuk dalam menghadapi pandemi Covid-19,” kata Seto.