Petani Lampung Keluhkan Tingginya Rafaksi Singkong
Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan harga pembelian singkong minimal Rp 900 per kilogram dengan rafaksi maksimal 15 persen. Namun penetapan itu belum berjalan di lapangan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Untuk mengantisipasi anjloknya harga jual singkong di tingkat petani, Pemerintah Provinsi Lampung menetapkan harga pembelian singkong minimal Rp 900 per kilogram dengan rafaksi maksimal 15 persen. Kendati demikian, petani mengeluhkan tingginya pemotongan rafaksi oleh industri tapioka yang di lapangan masih tinggi.
Ketua Asosiasi Petani Singkong Lampung Utara Syahrul Effendi mengatakan, saat ini, sejumlah industri tapioka masih mengenakan pemotongan kadar air berkisar 17-25 persen dari harga jual singkong. Selain itu, sejumlah pabrik juga membatasi penyerapan singkong maksimal 70 ton per hari.
Menurut Syahrul, pemotongan rafaksi yang masih tinggi itu dipengaruhi kualitas singkong yang kurang baik. Selain itu, pihak manajemen pabrik juga beralasan belum mendapatkan tembusan terkait penetapan harga singkong dari pemerintah daerah.
”Kami masih menunggu realiasasi kebijakan terkait penetapan harga jual singkong oleh pemerintah daerah. Jika masih tidak sesuai, kami berencana mengadukan kembali persoalan ini ke DPRD Lampung,” kata Syahrul saat dihubungi dari Bandar Lampung, Jumat (26/3/2021).
Sebelumnya, Pemprov Lampung telah menggelar rapat koordinasi bersama sejumlah pelaku industri tapioka untuk mengatasi turunnya harga jual singkong. Dalam kesepakatan itu, harga jual singkong ditetapkan paling rendah Rp 900 dengan rafaksi 15 persen.
Namun, Syahrul menyayangkan sikap pemerintah daerah yang tidak melibatkan petani dalam pembahasan harga singkong bersama pelaku industri tapioka. Hingga saat ini, pihaknya juga belum menerima surat resmi dari pemerintah terkait kebijakan tersebut.
Hingga saat ini, pihaknya juga belum menerima surat resmi dari pemerintah terkait kebijakan tersebut. (Syahrul Effendi)
Padahal, sebelumnya, Syahrul sudah mengadukan persoalan turunnya harga singkong pada DPRD Lampung. Sayangnya, tidak ada perwakilan industri tapioka yang hadir saat pertemuan di kantor DPRD pada Senin (8/3/2021) lalu.
Saat ini, kata Syahrul, petani singkong rata-rata mendapatkan Rp 600 per kilogram setelah dipotong rafaksi dan biaya ongkos angkut ke pabrik. Dengan asumsi produksi 20 ton per hektar, petani mendapatkan Rp 12 juta untuk satu kali musim panen. Pendapatan itu hanya cukup untuk menutupi biaya tanam singkong dan biaya hidup selama masa tunggu sembilan bulan.
Dia berharap pemerintah bisa mendorong pelaku industri tapioka lebih banyak menyerap singkong lokal. Selain itu, kebijakan impor tapioka juga perlu dibatasi untuk menjaga stabilitas harga komoditas singkong di Lampung.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi mengungkapkan, banyak petani yang melakukan panen dini sehingga kualitas singkong buruk. Singkong yang sudah dipanen pada usia 5-6 bulan memiliki kadar air yang tinggi dan kadar aci rendah. Singkong dengan kualitas seperti ini tentu tidak menguntungkan pengusaha ataupun petani.
Untuk itu, pemerintah juga mendorong pelaku industri tapioka agar membina petani agar meningkatkan produksi dan kualitas singkong. Ke depan, pemerintah daerah juga akan memberikan penyuluhan yang lebih intensif dan bantuan permodalan bagi petani singkong.
Sementara itu, Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Lampung M Amin Syamsudin mengatakan, pihaknya mengepresiasi upaya pemerintah daerah dalam mengatasi turunnya harga singkong. Namun, pemerintah juga perlu memastikan agar implementasi kebijakan tersebut itu sudah sesuai di lapangan.
Harga gabah
Selain petani singkong, petani padi di Lampung juga menghadapi persoalam harga jual gabah yang rendah. Iskandar (45), petani asal Kabupaten Lampung Timur, mengatakan, petani gamang karena harga jual gabah turun jelang masa panen.
Saat ini, harga jual gabah kering panen di wilayah itu bervariasi, berkisar Rp 3.900-Rp 4.300 per kilogram. Sejumlah petani di Lampung Timur khawatir harga jual gabah akan semakin anjlok saat musim panen dua minggu ke depan.