Kabupaten Pulang Pisau di Kalteng geger karena kasus pembunuhan. Tak ada yang menyangka, perselisihan rumah tangga bisa berujung hilangnya tiga nyawa sekaligus. Suami yang jadi pengayom malah jadi pencabut nyawa.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
Warga Desa Mentaren I, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, sudah biasa melihat S (49) dan istrinya, Jamiah (50), beradu mulut di rumahnya. Namun, warga tidak menyangka, pada Minggu (21/3/2021), ada hal tragis terjadi di rumah itu. Pemicunya pertengkaran yang sama dan dendam yang terpendam sejak lama.
Brak!!!
Pintu rumah S dan Jamiah di Desa Mentaren I itu didobrak paksa anaknya, Junaidi (25). Junaidi kesal. Ketukan, panggilan halus, hingga teriakan kencangnya tidak kunjung berbalas. Padahal, sandal ibunya masih tertata rapi di depan pintu. Sudah tidak tinggal serumah dengan orangtuanya, Junaidi yakin ada orang di dalamnya.
Akan tetapi, kejengkelannya berubah tragis saat berada di dalam rumah. Di kamar tidur, ia melihat dua tubuh terbujur kaku. Salah satunya adalah ibunya. Seorang lagi adalah bibinya, Sunarsih. Kepala keduanya bersimbah darah.
Junaidi histeris. Dia menangis sejadi-jadinya. Tangisannya didengar tetangga. Dengan cepat kabar itu menyebar di desa berjarak 97 kilometer dari Kota Palangkaraya, ibu kota Kalimantan Tengah. Dari hasil pemeriksaan dokter, kedua orang itu sudah tewas belasan jam sebelumnya.
Kecurigaan berujung pada S. Saat itu, dia tidak ada di tempat. Semua orang mencarinya. Namun, batang hidungnya tidak juga tampak. Warga kemudian mengabarkan kejadian ini ke Polres Pulang Pisau.
Polisi kemudian memulai penyelidikan. S ditemukan setelah dua hari dicari. Dia ditangkap di Mandomai, Kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas. Jaraknya sekitar 70 km dari lokasi kejadian.
Kepala Polres Pulang Pisau Ajun Komisaris Besar Yuniar Ariefianto menjelaskan, pelaku berusaha melawan petugas saat ditangkap pada Selasa (23/3/2021). Akibatnya, dua tembakan bersarang di kedua kaki S. ”Dia mengakui perbuatannya,” kata Yuniar.
Keluarga besar korban tidak kaget S tega membunuh. ”Jamiah memang tidak pernah akur dengan suaminya,” kata Sugiroh, suami Sunarsih.
Dalam duka, Sugiroh mengatakan, istrinya sengaja pamit menjemput Jamiah. Alasannya, suami-istri itu kerap bertengkar. Sunarsih ingin Jamiah mengungsi ke rumahnya, setidaknya sampai adiknya melahirkan. Jamiah tengah mengandung enam bulan.
”Saya tunggu seharian tidak ada kabar, makanya saya suruh Junaidi pergi menjemput mereka. Ternyata, kedua sudah meninggal dunia,” kata Sugiroh.
Peristiwa tragis itu bermula dari kejadian sehari sebelumnya, Sabtu (20/3/2021) siang. Kedatangan Sunarsih membuat suasana di rumah duka itu kembali tak keruan.
S mengaku, tak tahan dengan cacian yang dilontarkan lagi oleh Sunarsih. Ragam masalah diungkit terus-menerus. Mulai dari pekerjaannya yang tidak tetap, kerap memarahi istrinya, hingga tidak bisa mengurus keluarga. Cacian itu bukan pertama kali dilontarkan kepadanya.
Akan tetapi, hari itu berbeda. Sunarsih tegas mengusir S dari rumahnya sendiri. Jamiah juga akan dibawa pergi oleh Sunarsih. Tidak melawan, S mengabulkan permintaan itu.
Akan tetapi, semua hanya akal bulus. Ada niat jahat dalam kepalanya.
Dia kembali pada Minggu dini hari, sekitar pukul 02.00. Saat itu, ia yakin Sunarsih dan istrinya sudah tidur pulas. S lalu masuk melalui pintu belakang rumahnya sendiri. Mengendap-endap, dia congkel kuncian pintu menggunakan linggis yang ia bawa.
Setelah di dalam, giliran kunci inggris keluar dari jaketnya. Tanpa banyak basa-basi, dia masuk kamar dan memukul kepala Sunarsih berulang kali.
Namun, S kadung gelap mata. Kepala istri yang tengah mengandung anaknya ikut dipukuli. Saat semuanya usai, ia mengaku menyesal melakukan semuanya. Terlambat. Kedua perempuan itu sudah tidak bernapas. Dalam tidur, mereka kehilangan nyawa.
Kepala Polda Kalteng Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo pada Jumat siang menjelaskan, pelaku dendam dengan kakak iparnya. Namun, ia mendadak gelap mata hingga tega mencabut nyawa istri dan anak dalam kandungan.
Setelah membunuh, S kabur ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan, meski tidak ada tujuan pasti. Dia linglung, dan akhirnya ditangkap polisi. ”Saya apresiasi jajaran kepolisian yang dengan cepat mengungkap dan menyelesaikan masalah ini dengan cepat meski tidak mudah,” katanya.
Perselisihan suami dan istri dianggap sebagian orang sebagai bumbu rumah tangga. Namun, apabila semuanya berujung nyawa melayang, jelas tidak bijaksana menyebutnya sebagai hal biasa.