Jadikan Nelayan Lokal Maluku Pemain Utama Lumbung Ikan Nasional
Presiden Joko Widodo dinilai sangat serius mewujudkan lumbung ikan nasional di Maluku. Bola selanjutnya kini ada di tangan pemerintah daerah.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kehadiran Presiden Joko Widodo untuk memantau persiapan Maluku sebagai lumbung ikan nasional menjadi titik terang proyek tersebut. Presiden terkesan sangat serius mewujudkannya. Bola kini berada di tangan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, untuk bersama merancang program dengan menjadikan nelayan lokal sebagai pemain utama.
Ketua Fraksi Partai Golkar Provinsi Maluku Anos Yeremias, lewat sambungan telepon pada Jumat (26/3/2021), mengatakan, perlu kesamaan visi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Setelah Presiden kembali dari Maluku, segera digelar pertemuan semua unsur yang ada di daerah. Hasil pertemuan itu nantinya disampaikan kepada kementerian terkait.
”Presiden Joko Widodo terkesan sangat serius untuk hal ini. Kemarin, waktu pertemuan dengan nelayan dan pengusaha perikanan lokal, Presiden menyimak dan mendengar dengan saksama masukan mereka yang berharap dapat menikmati manfaat dalam lumbung ikan nasional ini. Ini harus dikawal bersama. Semua yang di daerah harus kompak,” kata Anos.
Menurut Anos, kebutuhan nelayan segera diakomodasi dalam butir-butir pogram kerja yang selanjutnya dimasukkan dalam peta jalan lumbung ikan nasional. Kebutuhan dimaksud seperti alat tangkap, bahan bakar, umpan, es, dan jalur untuk pemasaran. Kampung-kampung nelayan harus diperkuat dan diberdayakan agar menjadi mandiri.
Anos mengaku khawatir, jika tidak dikawal, lumbung ikan nasional berpotensi melenceng dari tujuan utama, yakni menyejahterakan nelayan. Anos, yang punya pengalaman bekerja di perusahaan ikan selama 13 tahun, melihat program lumbung ikan menjadi incaran banyak perusahaan besar. ”Kunci sekarang ada di tangan pemerintah daerah, berpihak kepada siapa?” ujarnya.
Dalam catatan Kompas, eksploitasi sumber daya perikanan di Maluku secara masif telah terjadi sejak dulu. Wilayah Maluku masuk dalam tiga wilayah pengelolaan perikanan RI, yakni WPPRI 714, WPPRI 715, dan WPPRI 718. Dari sekitar 12 juta ton potensi perikanan nasional, 30 persen di antaranya berasal dari tiga WPPRI dimaksud.
Perairan Laut Banda bahkan pernah menjadi ladang proyek eksploitasi khusus ikan tuna yang dikemas dalam Banda Sea Agreement tahun 1968 antara Indonesia dan Jepang. Laporan resmi Japan Fishery Agency periode 1970-1979 menyebutkan, tangkapan nelayan Jepang di Laut Banda 40.000 ton tuna dengan nilai 20 juta dollar AS.
Sayangnya, eksploitasi itu tidak otomatis membawa kesejahteraan bagi nelayan dan warga Maluku pada umumnya. Saat ini, lebih kurang 17,99 persen warga di Maluku hidup di bawah garis kemiskinan. Maluku menempati urutan keempat provinsi termiskin di Indonesia setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Pemerhati masalah perikanan di Maluku, Amrullah Usemahu, juga mendesak pemerintah daerah untuk mempertegas pemetaan wilayah penangkapan ikan. Dikhawatirkan, proyek lumbung ikan nasional bakal menjadi momentum bagi masuknya korporasi yang memboyong armada tangkap dalam jumlah banyak. Hal itu berpotensi mengeruk sumber daya ikan di Maluku.
Jika itu terjadi, lanjutnya, nelayan lokal yang memiliki peralatan terbatas bakal kalah bersaing dan hanya menjadi penonton. ”Kehadiran korporasi memang tetap diperlukan, tetapi porsi terbesarnya adalah pada sektor industri pengolahan. Untuk penangkapan, ini menjadi bagian nelayan lokal,” ujarnya.
Maluku menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan timur Indonesia berbasis bisnis perikanan.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pengembangan lumbung ikan nasional di Maluku diharapkan menjadi pintu masuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Posisi nelayan lokal skala kecil dalam proyek lumbung ikan nasional harus dipertegas, mengingat pengelolaan perikanan Maluku pada masa lalu seolah menjadikan mereka sebagai penonton.
Gagasan menjadikan Maluku sebagai lumbung ikan nasional pertama kali disampaikan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka Sail Banda di Ambon tahun 2010. Satu dekade berikutnya, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Maluku menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan timur Indonesia berbasis bisnis perikanan.
”Selama ini kami dengar (pemerintah) hanya mau bangun pelabuhan di Ambon. Kami belum tahu, nanti kami nelayan ini seperti apa. Kami harap ada program pemberdayaan untuk nelayan,” kata Syamsul Sia, Ketua Nelayan Desa Kawa, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku (Kompas, 26/3/2021).
Sementara itu, Sekretaris Daerah Maluku Kasrul Selang dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Antonius Lailossa, yang dihubungi secara terpisah, belum merespons. Namun, dalam sejumlah kesempatan sebelumnya, kedua pejabat itu menyatakan bahwa lumbung ikan nasional untuk menyejahterakan masyarakat Maluku.
Kasrul pernah mengatakan, semua kampung nelayan akan diperkuat sebagai sektor hulu. Ikan hasil tangkapan nelayan dijual kepada pihak industri. Lokasi industri berada di pelabuhan terpadu di Pulau Ambon, yang tahun ini mulai dibangun dan diperkirakan beroperasi tahun 2023.