BPS pada 2018 mencatat, sebanyak 1,9 juta industri pengolahan makanan berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah. Namun, potensi ini terhambat standar pangan yang jarang dipenuhi sehingga minim daya saing.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pengolahan makanan memiliki potensi besar untuk terus berkembang. Bimbingan dan kerja sama dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas produk sehingga pelaku usahnya mampu berdaya saing.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito di Bandung, Jawa Barat, Kamis (25/3/2021), menyatakan, UMKM bidang pangan memiliki potensi besar dalam perekonomian nasional. Data Badan Pusat Statistik tahun 2018 menunjukkan, pelaku usaha makanan dan minuman dari UMKM mencapai 1,9 juta perusahaan. Jumlah itu setara 99,6 persen dari total pelaku usaha di sektor tersebut.
Akan tetapi, Peni mengatakan, produk pangan dari UMKM masih banyak yang perlu diperbaiki. Berdasarkan pengawasan BPOM di tahun 2019, industri rumah tangga di sektor pangan yang belum memenuhi standar produksi mencapai 78,3 persen. Hal itu terkait masalah label dan aktivitas produksi yang tidak memenuhi standar kesehatan.
”Jika melihat pasar domestik sebagai kekuatan, dukungan untuk UMKM pangan perlu dilakukan. Semua pihak bersinergi dengan berbagai program kerja yang sudah berjalan,” ujar Penny dalam peluncuran Program Orang Tua Angkat untuk UMK Pangan Olahan di Bandung, Kamis.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang menambahkan, dukungan terhadap UMKM dapat dilakukan dengan meningkatkan standar mutu yang belum tercapai ini. Para pelaku usaha didorong untuk menerapkan standar pangan, mulai dari proses hingga kebersihan fasilitas yang diakui BPOM.
Namun, Rita berujar, para pengusaha kecil kerap terbentur keterbatasan modal, fasilitas, dan teknologi. Karena itu, dengan bantuan dan bimbingan dari perusahaan menengah dan besar, para UMKM diharapkan bisa bersaing bahkan bisa menembus pasar ekspor.
Salah satu cara yang dilakukan, tutur Rita, adalah dengan menginisiasi Program Orang Tua Angkat untuk UMK Pangan Olahan bersama Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI). Sebagai langkah awal, di tahun 2021 pihaknya mempertemukan 10 perusahaan pangan menengah dan besar sebagai orangtua angkat dan 100 UMKM sebagai anak angkat.
Sebagai orangtua angkat, perusahaan-perusahaan yang ada akan memfasilitasi perkembangan bisnis UMKM dengan berbagai opsi yang disesuaikan dengan kesepakatan bersama. Bantuan ini dapat berupa hibah, pemberian infrastruktur, atau dengan memberikan pelatihan dan teknologi untuk peningkatan kapasitas produksi.
Hasilnya, 100 UMKM tersebut akan mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) dan pada tahun 2022 ditargetkan mendapatkan izin edar dan deklarasi mandiri (self declaration). Dokumen legalitas ini diperlukan sebagai jaminan mutu produk. Di waktu yang bersamaan, program ini juga menambah orangtua asuh dengan total 15 dan 175 UMKM baru sebagai anak angkat.
Program tersebut bergulir hingga tahun 2024 dengan jumlah orangtua asuh mencapai 25 perusahaan dengan 325 UMKM mendapatkan NIB. Di samping itu, sebanyak 250 UMKM telah mendapatkan izin edar dan deklarasi mandiri dengan orientasi ekspor ke China dan Asia Selatan.
Ketua Umum GAPMMI Adhi S Lukman menuturkan, pihaknya tidak memberikan batasan pemberian bantuan kepada UMKM yang menjadi anak asuh. Dia berharap kerja sama ini bisa membangun ekosistem bisnis yang saling menguntungkan, mulai dari bagian hulu hingga hilir.
”Semua sesuai kesepakatan antara perusahaan dan UMKM. Semua kami rangkul, baik dari sektor hulu maupun hilir. Namun, kami meminta konsistensi dari para pelaku UMKM dalam menjaga kualitas sehingga ekosistem ini tetap terjaga,” ujarnya.