Panen Raya Menuju Puncak, Optimalkan Perlindungan terhadap Petani
Perlindungan terhadap petani harus dioptimalkan dengan memperbanyak pintu penyerapan gabah agar stabilitas harga mampu mencapai nilai keekonomian. Seluruh sentra produksi saat ini tengah menuju puncak panen raya.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Masa panen raya di seluruh sentra produksi padi di Jawa Timur tengah menuju puncaknya saat ini. Dalam kondisi seperti itu, produksi gabah kian melimpah sehingga harganya rentan anjlok. Karena itu, perlindungan terhadap petani harus dioptimalkan dengan memperbanyak pintu penyerapan gabah agar stabilitas harga mampu mencapai nilai keekonomian.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jatim, harga gabah kering sawah atau kering panen berkisar Rp 3.400-Rp 3.500 per kilogram. Sementara itu, harga gabah kering giling (GKG) berkisar Rp 3.700-Rp 4.000 per kg. Harga gabah itu jauh dari harga pembelian pemerintah (HPP) dan menyebabkan petani merugi.
Harga gabah ini berpotensi turun lagi pada puncak musim panen raya karena pasokan yang melimpah. Produksi padi pada musim panen raya tahun ini diprediksi lebih tinggi karena luas panen bertambah dan produktivitasnya lebih baik. Kondisi itu diperparah kebijakan pemerintah mengimpor beras untuk iron stock.
”Apabila tidak ada upaya penyerapan gabah petani secara besar-besaran, dalam beberapa hari mendatang, harga gabah dipastikan hancur. Hingga saat ini, upaya penyerapan besar-besaran itu belum terlihat,” ujar Ketua KTNA Jatim Suyanto, Kamis (25/3/2021).
Menghadapi titik rawan di puncak masa panen raya tersebut, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya berupaya maksimal melindungi petani dari keterpurukan akibat harga jual yang rendah. Upayanya, meminta Perum Bulog meningkatkan serapannya terhadap gabah petani.
”Apabila saat ini rata-rata serapan Perum Bulog Kantor Wilayah Jatim sebanyak 1.500 ton per hari, harapannya bisa ditingkatkan menjadi 2.000 ton per hari,” kata Khofifah.
Upaya lain, mantan Mensos ini mengaku telah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar menugaskan Kementerian BUMN membantu mengoptimalkan serapan beras petani. Kebijakan ini pernah diimplementasikan tahun sebelumnya. Saat itu, Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) membantu menyerap gabah petani.
Kebijakan itu dalam kerangka stabilisasi harga gabah di pasar agar tidak ada lagi yang berada di bawah HPP. Di sisi lain, perbankan bisa membantu menghimpun beras untuk mengamankan cadangan pangan pemerintah. Manfaat lain, perbankan bisa membantu petani untuk mendapatkan modal usaha tani.
Masih dalam upaya membantu petani menangani kegiatan pascapanen agar mereka mampu mendapatkan nilai tambah yang tinggi dari hasil produksinya, Khofifah telah meminta bantuan Kementerian BUMN dan Kementerian Pertanian mengupayakan penyediaan mesin pengering gabah.
Kehadiran mesin pengering gabah ini diharapkan bisa membantu petani mengeringkan gabahnya sehingga rendemen air menjadi lebih kecil. Dengan kadar air yang rendah, gabah tak mudah rusak, lebih tahan lama saat disimpan, dan mampu memenuhi syarat pembelian oleh Bulog.
Sebelumnya, Khofifah mengatakan dengan tegas, Jatim tidak memerlukan kehadiran beras impor karena mengalami surplus produksi yang diprediksi mencapai 1,9 juta ton sampai Mei atau selama semester pertama tahun ini.
Kepala Kantor Perum Bulog Wilayah Jatim Khozin mengatakan, sejumlah daerah sentra produksi padi di wilayahnya saat ini memasuki masa panen raya. Adapun sentra produksi padi terbesar di Jatim antara lain Lamongan, Ngawi, Bojonegoro, Banyuwangi, dan Jember.
”Bulog telah mengerahkan satuan tugas ke daerah-daerah sentra pertanian untuk menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya. Jatim memiliki gudang penyimpanan dengan kapasitas 1,2 juta ton. Gudang itu masih kosong karena stok beras saat ini hanya 230.000 ton,” ucap Khozin.
Terbesar
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Provinsi Jatim merupakan penghasil beras terbesar di Indonesia. Produksinya selama 2020 sebesar 9,9 juta ton GKG. Produksi itu naik 363.604 ton atau 3,8 persen dari total produksi tahun sebelumnya sebanyak 9,5 juta ton GKG.
Urutan kedua penghasil beras nasional ditempati Provinsi Jawa Tengah dengan produksi 9,4 juta ton GKG atau turun dari sebelumnya 9,6 juta ton GKG. Adapun produsen beras nasional di posisi ketiga ditempati Provinsi Jawa Barat dengan kemampuan produksi 9,01 juta ton GKG atau turun dari sebelumnya 9,08 juta ton GKG.
Produksi gabah Jatim 2020 apabila dikonversikan ke beras sebesar 5,712 juta ton. Produksi itu naik 208.871 ton atau sebesar 3,8 persen dari produksi tahun sebelumnya sebanyak 5,503 juta ton beras. Sementara itu, luas panen Jatim mencapai 1,754 juta hektar, naik dibandingkan dengan luas panen tahun sebelumnya 1,702 juta hektar.
Sementara itu, luas panen Januari-April 2021 ini diprediksi mencapai 4,984 juta hektar. Luas panen tersebut naik 702.693 hektar atau 17,11 persen dari luas panen periode yang sama pada 2019 sebanyak 4,201 juta hektar. Dengan luas panen tersebut, produksi beras Jatim musim panen raya tahun ini diprediksi mencapai 2,863 juta ton beras atau naik 449.816 ton beras dari sebelumnya 2,413 juta ton beras.
”Jatim menjadi barometer produksi pangan nasional dan berkontribusi besar terhadap ketahanan pangan. Tidak hanya itu, lebih dari 16 provinsi di wilayah bagian timur Indonesia mengandalkan suplai logistiknya dari Jatim,” kata Khofifah.