Denda Rp 7,5 Juta bagi Perokok di Malioboro Masih Sulit Diterapkan
Kawasan Malioboro di Kota Yogyakarta telah ditetapkan menjadi ”kawasan tanpa rokok” sejak November 2020. Terdapat ancaman denda Rp 7,5 juta bagi pengunjung yang sembarangan merokok di kawasan itu.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kendati telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok sejak November 2020, pemberlakuan denda Rp 7,5 juta bagi para perokok di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih sulit diterapkan. Pemerintah setempat lebih mengedepankan langkah persuasif dalam penerapan aturan.
Penerbitan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok menjadi dasar penetapan kawasan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok. Menurut peraturan itu, kawasan tanpa rokok hendaknya diterapkan di sejumlah lokasi, di antaranya fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan destinasi wisata.
Segala aktivitas yang berkaitan dengan rokok tidak diperbolehkan jika suatu kawasan sudah ditetapkan menjadi kawasan tanpa rokok. Adapun aktivitas yang dimaksud, seperti mengisap, memperjualbelikan, hingga mempromosikan rokok. Aktivitas merokok hanya bisa dilakukan di tempat khusus yang sudah disiapkan. Sanksi pidana yang mengancam pelanggar berupa hukuman kurungan paling lama satu bulan penjara atau denda paling banyak Rp 7,5 juta.
”Tetapi, denda belum bisa diterapkan. Sebenarnya, ini karena kondisi sosial saja. Memang kondisi sosial dan ekonomi belum begitu memungkinkan untuk denda seperti halnya sanksi bagi pelanggar protokol Covid-19,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi dalam lokakarya ”Kawasan Tanpa Rokok”, di Kota Yogyakarta, Rabu (24/3/2021).
Pertimbangan lainnya, kata Heroe, sebagian besar pengunjung kawasan Malioboro merupakan warga dari luar Kota Yogyakarta. Kondisi tersebut dinilai mempersulit pengambilan denda. Pengambilan denda tidak bisa dilakukan beberapa hari setelah pelanggaran. Untuk itu, mekanisme pemberian denda tengah disiapkan Pemerintah Kota Yogyakarta.
”Saat ini, kami masih terus mengimbau. Meminta yang merokok untuk mematikan rokoknya. Ini akan terus berjalan agar pengawasan kawasan tanpa rokok benar-benar dilakukan,” ucap Heroe.
Kepala Unit Pelaksana Tugas, Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya Ekwanto menyampaikan, kawasan Malioboro dikunjungi sekitar 1.500 orang per hari. Meski sudah ditetapkan menjadi kawasan tanpa rokok, masih saja selalu ditemui pengunjung yang sembarangan merokok di kawasan tersebut.
”Setiap hari ada 200-300 orang yang masih merokok tidak di tempatnya. Padahal, sudah ada tempat yang disediakan. Sejauh ini, semuanya kooperatif. Mereka lebih memilih mematikan rokoknya daripada diminta pindah ke lokasi yang seharusnya,” kata Ekwanto.
Ekwanto menambahkan, sulitnya menerapkan aturan denda adalah kurang diketahuinya aturan kawasan tanpa rokok oleh masyarakat. Petugas yang berjaga memang terus-menerus mengedukasi dan mengingatkan. Namun, pengunjung yang melanggar selalu menyatakan ketidaktahuannya akan peraturan tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Emma Rahmi Aryani menyatakan, pembentukan kawasan tanpa rokok telah dirintis sejak 2013, sebelum peraturan daerahnya dibuat. Hingga saat ini sudah ada 230 wilayah RW di Kota Yogyakarta yang mendeklarasikan wilayahnya sebagai kawasan tanpa rokok.
”Harapannya, lewat gerakan seperti ini, penyakit-penyakit yang disebabkan perilaku merokok bisa berkurang. Kami memang belum punya data dampak dari kebijakan ini. Tetapi, selanjutnya, kami sedang merencanakan kerja sama dengan universitas untuk meneliti hal tersebut,” kata Emma.