”Demam” Emas di Pulau Seram Berpotensi Timbulkan Kerusakan Lingkungan
Warga Desa Tamilouw di Pulau Seram, Maluku, mendulang emas dalam dua hari terakhir. Perlu penataan agar tambang itu tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, seperti yang terjadi di beberapa lokasi tambang rakyat lainnya.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Warga Desa Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, digegerkan dengan penemuan butiran emas di pesisir pantai desa itu. Selama dua hari terakhir, warga di selatan Pulau Seram tersebut beramai-ramai mendatangi pesisir untuk mendulang emas. ”Demam” emas itu dapat berujung pada kerusakan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
”Saat ini masyarakat sedang mendulang emas, ratusan orang. Emas betul ada. Saya tanya langsung ke mereka dan mereka bilang betul. Kemarin ada yang dapat 1 gram. Saya lihat sendiri,” tutur Razak Pawae, Penjabat Kepala Desa Tamilouw, saat dihubungi dari Ambon, Selasa (23/3/2021).
Berdasarkan sejumlah foto dan video yang diperoleh Kompas dari berbagai sumber terkonfirmasi, warga mengambil material pasir dengan menggali beberapa sentimeter. Material itu lalu didulang menggunakan peralatan dapur, seperti dulang atau wajan. Pendulang kebanyakan ibu-ibu.
Razak mengatakan, emas pertama kali ditemukan oleh sejumlah warga yang mengambil pasir di pantai. Mereka mendapati butiran kuning mengkilap. Mereka lalu diam-diam mendulang dan hasilnya adalah emas. Informasi itu tersebar sehingga pada Senin (22/3/2021) warga ramai-ramai mendulang.
Lokasi pendulangan berada tidak jauh dari muara sungai. Razak mengatakan, pihaknya tidak tahu pasti dari mana sumber material emas itu. Ia menduga, material tersebut terbawa banjir ketika musim hujan. ”Diduga, dari bukit di atas kampung, tapi kami tidak tahu pasti tepatnya di mana. Sudah ada tim dari kabupaten yang datang ke lokasi,” ucapnya.
Mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Maluku Tengah Bob Rahmat mengatakan, ia diminta memimpin tim tingkat kabupaten untuk mendalami asal muasal emas tersebut. Sejauh ini, mereka telah berkoordinasi dengan dinas ESDM provinsi. Saat ini, dinas ESDM tingkat kabupaten sudah dibubarkan setelah urusan tambang diambil alih pemerintah pusat.
Ia berharap agar dinas ESDM provinsi segera mengirim tim untuk bersama menyelidiki emas tersebut. ”Jika benar emas dan potensinya banyak, pemerintah akan terlibat untuk mengatur penambangan. Sebab, kalau dibiarkan, bisa menimbulkan banyak persoalan di kemudian hari,” ucapnya.
Waspada merkuri
Sementara itu, peneliti logam berat dari Universitas Pattimura, Ambon, Abrahaman Mariwy, mengingatkan agar penambangan itu diatur secara baik agar tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. Lazimnya, keberadaan tambang emas tanpa izin akan membuat para pemburu mencari cara instan dengan menggunakan zat berbahaya, terutama merkuri.
”Dikhawatirkan, mereka datang membawa merkuri atau sianida untuk mengolah emas di sana. Ini sangat mungkin terjadi. Pemerintah harus segera ambil langkah pencegahan,” ucapnya. Para pemburu emas itu biasa disokong dana oleh cukong dan aktivitas mereka dibekingi oleh oknum aparat keamanan.
Menurut Abraham, tidak tertutup kemungkinan kerusakan lingkungan akibat tambang emas ilegal di Gunung Botak, Pulau Buru, akan terulang kembali di Tamilouw. Lingkungan di Buru hancur. Ribuan hektar pohon sagu mati, ternak warga juga mati keracunan. Air sungai hingga pesisir pantai tercemar merkuri. Banyak warga sudah terpapar.