Kejaksaan Tetapkan Dua Tersangka Kasus Korupsi di Dishub Sultra
Kejati Sultra menetapkan dua tersangka dalam kasus rekayasa lalu lintas di Dinas Perhubungan Sultra.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan dua tersangka dalam kasus rekayasa lalu lintas di Dinas Perhubungan Sultra. Meski telah menetapkan tersangka, pihak kejaksaan belum melakukan penahanan. Audit kerugian negara dari kasus ini pun masih dilakukan.
“Terkait kasus rekayasa lalu lintas di Wakatobi, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah H dan L. Penyidik akan melakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka ini ke depannya,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sultra Dody, di Kendari, Senin (22/3/2021). Namun, Dody tidak menjelaskan modus yang dilakukan tersangka dalam kasus ini.
Selain itu, tambah Dody, pihak kejati juga sedang menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sultra. Hal itu untuk mengetahui detail nilai kerugian negara dari kasus rekayasa lalu lintas di Kabupaten Wakatobi tersebut.
Oleh sebab itu, ia melanjutkan, pemeriksaan terhadap tersangka baru akan dilakukan pekan depan. Pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya baru sebatas keterangan sebagai saksi dalam kasus tersebut. “Belum dilakukan penahanan karena baru akan diperiksa. Terkait status dan jabatan para tersangka, kami belum bisa sampaikan karena tersangka juga masih memiliki hak atas praduga tak bersalah,” tambahnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Sultra Hado Hasina mengungkapkan, pihaknya belum mengetahui siapa yang telah ditetapkan tersangka oleh Kejati Sultra. Ia menyatakan belum menerima surat tembusan nama tersangka yang baru saja ditetapkan.
Menurut Hado, pihaknya memang telah dimintai keterangan oleh penyidik Kejati Sultra beberapa waktu lalu terkait kasus proyek rekayasa lalu lintas di wilayah Wakatobi. Pihak penyelenggara telah mengembalikan nilai kerugian berdasarkan hasil audit. “Tapi, kami terima proses hukumnya. Jika pun saya yang masuk, saya pasti jalani sesuai aturan dan undang-undang yang berlaku,” ujarnya.
Kasus rekayasa lalu lintas Dinas Perhubungan Sultra diselenggarakan pada tahun anggaran 2017. Proyek yang diselenggarakan bersama Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Manusia (LPPM) Universitas Halu Oleo (UHO) ini menelan anggaran sekitar Rp 1,1 miliar.
Berdasarkan temuan Inspektorat Provinsi Sultra, ditemukan adanya kerugian negara sekitar Rp 1,1 miliar. Pada November 2020, sejumlah pihak telah mengembalikan nilai kerugian tersebut sebanyak 100 persen.
Kepala Kejati Sultra Sarjono Turin, pada Februari lalu, menjelaskan, kasus rekayasa lalin Dishub Sultra telah masuk ranah penyidikan. Meski begitu, masih ada saksi yang perlu diperiksa secara intensif, termasuk Kepala Dishub Sultra Hado Hasina.
“Kami mau periksa, tetapi beliau mengirimkan surat positif Covid-19. Jadi ditunggu hingga sembuh (Covid-19). Kami tunggu selesai masa isolasi dan karantina, baru penyidik mengirimkan surat pemeriksaan,” kata Sarjono.
Setelah disebut positif Covid-19 saat akan diperiksa, Hado Hasina diketahui mengikuti rapat di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IIA Kendari. Ia membantah jika terpapar Covid-19 seperti yang disebutkan pihak Kejati Sultra.
Kasus korupsi yang melibatkan pegawai di lingkup Pemprov Sultra bukan kali ini terjadi. Pada Januari lalu, Kejati Sultra juga menetapkan seorang Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Kesehatan Sultra, yaitu dr AH, sebagai tersangka. Ia diduga terlibat kasus suap pengadaan alat tes usap PCR pada tahun anggaran 2020. Kasus ini masih bergulir dan segera disidangkan.
Ketua Pusat Kajian dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Puspaham) Sultra Kisran Makati menjabarkan, kasus ini sempat meredup setelah penetapan tersangka. Padahal, sejak awal Kejati Sultra telah menyatakan kasus ini memiliki bukti yang kuat dan lengkap hingga rekaman telepon.
Seharusnya, tutur Kisran, Kejati Sultra menunjukkan keseriusannya dalam menangani kasus dengan bergerak cepat dalam penanganan. Dengan sejumlah bukti yang dimiliki, tidak ada kendala yang seharusnya dialami dalam prosesnya.
”Yang paling penting itu auktor intelektualis utamanya bagaimana? Jangan-jangan ada upaya lain terhadap kasus ini? Seorang pejabat setingkat PPTK tidak mungkin bertindak sendiri,” ujarnya.