Warga Siapkan Gugatan terkait Banjir Kalsel Lewat ”Class Action”
Gugatan perwakilan kelompok atau class action itu dianggap penting untuk menyadarkan pemerintah daerah bahwa kinerjanya diawasi oleh masyarakat sehingga perlu ada perbaikan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS – Sejumlah warga Kalimantan Selatan melalui Tim Advokasi Hukum Korban Banjir Kalsel menyiapkan gugatan kepada pemerintah terkait persoalan banjir. Gugatan perwakilan kelompok atau class action itu dianggap penting untuk menyadarkan pemerintah daerah bahwa kinerjanya diawasi oleh masyarakat sehingga perlu ada perbaikan.
Dalam diskusi dengan topik ”Class Action Banjir Kalsel: Pentingkah?” yang diselenggarakan Gerakan Masyarakat Sipil (Gemas) Kalsel lewat zoom, Sabtu (20/3/2021), mengemuka tentang pentingnya warga Kalsel menggugat pemerintah daerah (pemda) terkait persoalan banjir yang terjadi pada pertengahan Januari lalu. Banjir besar kala itu melanda 11 dari 13 kabupaten/kota di Kalsel.
Muhammad Pazri, advokat dari Borneo Law Firm mengatakan, sebanyak 20 advokat di Kalsel telah bergabung dalam Tim Advokasi Hukum Korban Banjir Kalsel. Mereka telah membuka layanan pengaduan bagi korban banjir lewat posko, surat elektronik (email), maupun whatsapp sejak minggu kedua Februari.
”Berawal dari kegelisahan, kami coba mengadvokasi korban banjir di Kalsel. Perjuangan ini untuk menggugah hati nurani, mengkritik, mengevaluasi, serta mengontrol penguasa atau pemerintah,” katanya.
Sejak layanan pengaduan dibuka, ujar Pazri, lebih dari 100 orang sudah melakukan konsultasi hukum terkait gugatan itu. Dari jumlah tersebut, yang menyerahkan bukti dan identitas diri sebanyak 64 orang. Mereka berasal dari tujuh kabupaten/kota terdampak banjir, yaitu Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, Balangan, Hulu Sungai Tengah, dan Hulu Sungai Utara.
”Dari 64 orang yang telah menyetorkan identitas itu baru 48 orang yang sudah menandatangani surat kuasa. Itu menjadi legal standing (kedudukan hukum) bagi kami yang akan mengajukan gugatan kepada pemerintah,” tuturnya.
Menurut Pazri, dasar hukum yang dipakai untuk mengajukan gugatan, antara lain Undang Undang 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, serta Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 juncto Perda No 6 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Provinsi Kalimantan Selatan.
”Khusus untuk perda, ada ketentuan penanganan sebelum, saat, dan pascabencana. Namun amat disayangkan, perda itu tidak dilengkapi dengan peraturan gubernur dan petunjuk teknis. Ini tanda ketidakseriusan pemda dalam penanganan bencana,” katanya.
Berawal dari kegelisahan, kami coba mengadvokasi korban banjir di Kalsel. Perjuangan ini untuk menggugah hati nurani, mengkritik, mengevaluasi, serta mengontrol penguasa atau pemerintah
Pazri dan kawan-kawan berencana menggugat Pemprov Kalsel ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin. Hal itu mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Sebelum menggugat ke PTUN, Tim Advokasi Hukum Korban Banjir Kalsel akan melayangkan surat keberatan kepada pemprov terlebih dahulu. Jika dalam 10 hari ada jawaban, maka terhitung 90 hari sejak itu gugatan diajukan ke PTUN. Jika pemprov tidak menjawab, mereka akan banding administrasi ke Presiden. Ketika Presiden juga tidak menjawab, barulah gugatan diajukan ke PTUN.
”Banjir di Kalsel adalah sebuah masalah serius. Karena itu, kami pastikan gugatan ini tidak sebatas formalitas. Kami akan berjuang dengan semangat waja sampai kaputing (sampai titik darah penghabisan),” kata Pazri.
Kewajiban pemerintah
Ketua Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia Azaz Tigor Nainggolan mengatakan, warga korban banjir bisa menggugat pemdanya ke pengadilan jika tidak dijalankannya sistem peringatan dini dan sistem bantuan darurat. ”Semua warga negara bisa mengajukan gugatan karena pemda memiliki kewajiban melindungi hidup warganya dengan mencegah jatuhnya korban serta kerugian,” ujarnya.
Menurut Tigor, gugatan warga itu perlu dilakukan untuk melindungi hak hidup warga negara dan memperbaiki kinerja pelayanan pemerintah dan pemda ke depannya. Negara ataupun pemda tidak boleh lalai menjalankan tugas serta tanggung jawabnya dengan baik.
”Class action untuk banjir Kalsel itu penting. Sebab, korbannya banyak dan kerugiannya besar sekali. Itu harusnya bisa diminimalisasi kalau pemda bekerja dengan baik dalam mitigasi bencana. Gugatan ini adalah sebuah advokasi untuk memastikan pemerintah bekerja dengan baik,” katanya.
Banjir di Kalsel pada awal tahun ini disebut-sebut sebagai bencana besar yang belum pernah dialami dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun. Bahkan, pemprov Kalsel menyebut banjir besar ini merupakan siklus 100 tahun sekali karena pernah terjadi pada 1928 di Hulu Sungai Tengah. Nilai kerusakan dan kerugian material akibat banjir itu lebih dari Rp 1 triliun. Bencana itu juga mengakibatkan 35 orang meninggal dunia.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Hairansyah mengatakan, dalam setiap kejadian bencana tidak bisa hanya alam yang disalahkan. Dalam hal ini selalu ada tindakan atau kebijakan yang menyebabkan alam atau lingkungan hidup menjadi bermasalah.
”Ketika terjadi bencana, dugaan pelanggaran HAM sangatlah banyak, termasuk hak hidup. Seringkali dalam setiap bencana tidak hanya timbul korban harta benda, tetapi juga korban jiwa. Keberulangan yang terjadi menyebabkan berulangnya pelanggaran HAM,” kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM yang juga Komisioner Mediasi Komnas HAM itu.
Menurut Hairansyah, class action menjadi penting karena ini menjadi bagian dari hak masyarakat untuk turut serta dalam pemerintahan dan mengawasi kinerja pemerintah. Gugatan itu juga bisa membangun proses pendidikan politik warga negara dan membangun solidaritas antarwarga. ”Negara (pemerintah) juga harus diawasi. Kalau tidak, negara kadangkala berbuat di luar atau melampaui kewenangannya dan itu berdampak kepada warga negara,” katanya.