Petani Andalkan Gabah Hasil Panen Raya Diserap Pemerintah
Ibarat jatuh tertimpa tangga. Rencana impor beras 1 juta ton menekan harga gabah petani yang sedang panen raya. Petani kini mengandalkan pembelian Bulog agar harga gabah bisa naik kembali.
MAROS, KOMPAS — Bencana beruntun menghantam sebagian petani di Sulawesi Selatan. Pandemi Covid-19 membuat ekonomi lesu sehingga petani kesulitan mencari pekerjaan tambahan sambil menunggu masa panen dan kini kehidupan mereka semakin berat karena produksi gabah dan harga anjlok.
Para petani berharap pemerintah memprioritaskan penyerapan hasil panen mereka dan membatalkan impor beras 1 juta ton agar harga gabah kembali membaik pada musim panen raya ini dan yang akan datang. Harapan tersebut disampaikan oleh para petani yang ditemui Kompas di sejumlah daerah, Jumat (19/3/2021).
Baharuddin, petani di Kecamatan Simbuang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, mengatakan, saat ini petani menyambut panen raya tanpa semangat. Harga pupuk mahal saat awal musim tanam sehingga mereka ada yang terpaksa berutang kepada tengkulak dan harga gabah yang murah kian membebani petani.
”Kami berharap pemerintah bisa turun tangan. Kalau seperti ini terus, kapan kami bisa sejahtera? Hidup kami hanya berputar pada soal pupuk mahal, harga turun saat panen raya, dan utang-utang kepada tengkulak,” kata Baharuddin.
Saat ini, pedagang membeli gabah kering panen petani di Maros seharga Rp 4.400 per kilogram, turun dari sebelumnya Rp 4.500 per kg. Masa puncak panen yang berlangsung akhir Maret hingga awal April nanti juga akan menurunkan harga gabah petani sehingga semakin jauh dari harga pembelian pemerintah Rp 4.250 per kg.
Baca juga: Petani Sulsel Dibayangi Produksi Anjlok dan Harga Merosot Menjelang Panen
Para petani tidak punya pilihan banyak untuk menyimpan gabah dan menjualnya saat harga mahal. Biasanya petani lebih memilih langsung menjual gabah kepada pedagang pengumpul dan tengkulak karena mereka berutang pupuk dan kebutuhan sehari-hari selama musim tanam berlangsung.
”Sekarang produksi anjlok karena saya tidak memberi pupuk berimbang. Bukan hanya itu, saya juga mengurangi pemakaian pupuk. Sejak pandemi, jatah pupuk subsidi ke kelompok tani berkurang. Sementara harga pupuk nonsubsidi harganya tiga kali lipat. Tanaman saya sekarang banyak bulir hampa. Belum lagi serangan hama wereng dan jamur padi,” kata Baharuddin (50), petani di Desa Minasa Baji, Kecamatan Bantimurung, Maros.
Petani lain, M Jufri (45), menjelaskan, selama musim tanam mereka membutuhkan 14 karung pupuk per hektar sawah. Namun, selama pandemi Covid-19, setiap hektar hanya mendapat jatah 6 karung pupuk bersubsidi sehingga Jufri terpaksa membeli 8 karung pupuk nonsubsidi yang harganya 300 persen lebih mahal.
”Kalau sebelum pandemi, kebutuhan pupuk bisa terpenuhi karena jatah pupuk subsidi masih mencukupi. Kalaupun menambah, saya masih bisa membeli karena biasanya di sela musim tanam dan panen, saya masih bisa jadi buruh bangunan. Sejak pandemi Covid-19 hampir tidak ada lagi permintaan jadi buruh bangunan sehingga pendapatan hanya benar-benar mengandalkan padi. Makanya sekarang utang saya ke tengkulak sudah banyak,” kata Jufri. Dia menanggung utang pupuk Rp 10 juta dan kebutuhan sehari-hari sekitar Rp 3 juta kepada pedagang pengumpul.
Bersiap menanam
Di sebagian besar wilayah pertanian di Demak, antara lain di Kecamatan Demak, Dempet, Wonosalam, dan Kebonagung, petani sudah selesai panen dan mulai bersiap untuk musim tanam selanjutnya. Petani di Desa Solowire, Kebonagung, Demak, Sahil (52), mengatakan, mereka sudah selesai panen akhir Februari sampai awal Maret 2021 dan menikmati harga gabah kering panen cukup baik, yakni Rp 4.100-Rp 4.200 per kg.
Kendati demikian, Sahil tetap khawatir rencana impor beras berdampak menekan harga gabah pada musim tanam berikutnya. Ia berharap pemerintah mengoptimalkan serta menyerap dulu gabah dan beras lokal agar harga tidak anjlok secara tiba-tiba. Apalagi, masih ada faktor-faktor lain yang bisa memengaruhi harga, seperti cuaca, kualitas gabah, dan produksi yang melimpah.
Baca juga: Impor Beras Berdampak Psikologis bagi Petani Jateng
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Demak Hery Sugiartono menuturkan, sebagian besar areal persawahan di Demak sudah panen. Kini, tinggal wilayah sekitar pesisir atau utara jalur pantai utara (pantura) dan bagian paling selatan Demak saja yang belum panen.
”Namun, secara psikologis, rencana impor beras tetap memberikan dampak. Kami juga berharap manajemen pembukaan irigiasi diperbaiki sehingga panen bisa berurutan dari wilayah hulu ke hilir, tidak serentak. Kalau tertata, saya pikir saat ada isu-isu impor tidak akan terlalu memengaruhi harga,” katanya.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Demak Karsidi mengatakan, dari pengalaman selama ini, rencana impor beras pasti langsung menghancurkan harga gabah petani, terutama ketika panen raya. Ia berharap pemerintah mengambil kebijakan yang lebih berpihak kepada para petani.
Wakil Ketua KTNA Kabupaten Grobogan Hardiono pun meminta pemerintah membatalkan rencana impor beras. Menurut dia, masa panen pertama tahun 2021 di Grobogan sudah selesai sebelum rencana impor beras mencuat sehingga petani bisa menikmati harga gabah Rp 4.000-Rp 4.500 per kg untuk panen dengan mesin dan Rp 3.500-Rp 3.800 per kg gabah panen manual dengan mesin perontok.
”Kami juga memahami, pemerintah ingin memastikan stok ada, tetapi seharusnya Bulog menyerap sebanyak-banyaknya dulu,” kata Hardiono.
Di Jawa Timur, seperti biasa, masa panen diawali dari wilayah barat, seperti Ngawi, Ponorogo, Madiun, kemudian ke wilayah utara, seperti Bojonegoro dan Lamongan, baru selanjutnya menuju wilayah timur hingga Banyuwangi.
Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Bojonegoro Tri Untari (57) mengatakan, tidak seperti panen raya tahun lalu, saat ini harga gabah petani terjun bebas di kisaran Rp 3.200-Rp 3.300 per kg. Sebelumnya, petani menerima harga di atas Rp 4.600-Rp 4.700 per kg.
”Harga yang jatuh ini membuat petani kecewa. Meski demikian, mereka tetap menjual gabahnya langsung di sawah karena terdesak kebutuhan ekonomi,” ujar Tri Untari saat dihubungi dari Surabaya, Jumat.
Amankan stok
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dalam telekonferensi pers di Jakarta, Jumat, menyatakan, pemerintah menjamin impor beras tidak dilakukan saat panen raya. Opsi impor dipilih sebagai alternatif pemerintah mengamankan cadangan beras pemerintah (CBP/iron stock) di Perum Bulog sebesar 1 juta-1,5 juta ton.
Baca juga: Menteri Perdagangan: Impor Tidak Perlu kalau Ada Stok 1 Juta Ton
Kementerian Perdagangan mempertimbangkan tiga hal terkait impor beras. Pertama, stok beras Bulog di awal tahun, lalu kedua, angka ramalan produksi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dan ketiga, harga beras. ”Kalau memang panennya ternyata baik, tentu Bulog akan mengisi stoknya dari pengadaan dalam negeri, tetapi angkanya jelas, yakni bahwa Bulog mesti mempunyai stok 1 juta-1,5 juta ton,” katanya.
Besaran stok 1 juta-1,5 juta ton dibuat pemerintah karena Bulog tidak memiliki mekanisme pengeluaran beras seperti dulu, ketika ada program beras untuk keluarga miskin (raskin) atau beras sejahtera (rastra). ”Nah, kalau memang ternyata penyerapan Bulog bagus, kita tidak perlu impor,” ujar Lutfi.
Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin (15/3/201), menyatakan, pihaknya siap menyerap gabah/beras dalam negeri. Problemnya, Bulog kini tidak memiliki saluran untuk pengeluaran stok, sebagaimana dulu ketika ada program raskin atau rastra.
”Kami membeli berapa pun siap, tetapi kami kehilangan pasar. Sisa dari 1,8 juta ton beras impor tahun 2018, per Maret 2020, mencapai 900.000 ton. Sekarang tersisa sekitar 430.000 ton, tetapi 106.000 ton di antaranya mulai turun mutu,” ujarnya.
Per 14 Maret 2021, stok beras yang dikelola oleh Bulog mencapai 883.585 ton, sebanyak 859.877 ton di antaranya merupakan CBP. Berdasarkan data perkiraan produksi yang dirilis BPS, Bulog berharap bisa menyerap 500.000 ton beras produksi dalam negeri hingga tiga bulan ke depan. Perusahaan berupaya stok yang dikelola Bulog pada akhir April 2021 lebih dari 1 juta ton.
Baca juga: Pemerintah Bakal Impor 1 Juta Ton Beras
Di daerah, Bulog terus bekerja menyerap gabah petani dan beras dari mitra. Bulog Sulawesi Selatan Barat (Sulselbar) menargetkan menyerap 303.000 ton gabah petani, yang hingga pertengahan Maret sudah terealisasi 18.500 ton.
”Kami sudah menyiapkan mitra di sejumlah lokasi, terutama di sentra-sentra beras, untuk membeli gabah petani. Kami optimistis target tahun ini bisa terpenuhi,” kata Pemimpin Perum Bulog Kantor Wilayah Sulselbar Eko Pranoto, di Makassar, Selasa (16/3/2021).
Di Jawa Tengah, Bulog menyerap beras dan gabah dari para mitra sejak awal Maret 2021 dan diperkirakan hingga April mendatang seiring selesainya masa panen raya. Wakil Pemimpin Cabang Perum Bulog Semarang Novianto Hery Kurniawan menuturkan, pihaknya telah menyerap 3.300 ton setara beras tahun 2021. ”Lewat satuan kerja, kami juga turun ke para petani dan memastikan untuk menyerap atau mengutamakan dulu gabah dari mereka,” ujar Novianto.
Di Jawa Timur, panen raya berlangsung hampir di seluruh sentra lumbung padi. Bulog Jatim menargetkan menyerap 1.300 ton gabah petani setiap hari untuk memenuhi cadangan beras pemerintah dan stabilisasi harga gabah.
Pemimpin Perum Bulog Kantor Wilayah Jatim Khozin mengatakan, dalam kerangka memenuhi kebutuhan cadangan beras pemerintah, pihaknya mengoptimalkan penyerapan gabah petani produksi musim tanam (MT) I/2021. Target serapannya 1.300 ton setara beras per hari.
”Target serapan akan ditingkatkan menjadi 1.500-2.000 ton setara beras per hari mulai pekan depan karena panen raya meluas. Total target serapan gabah petani di musim panen raya sebesar 200.000 ton setara beras,” kata Khozin.
Baca juga: Harga Gabah Rendah, Bulog Jatim Target Serap 1.300 Ton Setiap Hari
Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Jatim Hendra Tan mengatakan, bersamaan panen raya, penggilingan mulai menyerap gabah petani, yang memiliki kadar air tinggi karena musim hujan.
Terkait rencana impor beras, Hendra yakin akan berdampak pada pengusaha penggilingan padi dan terutama petani. Setidaknya dampak psikologis terhadap harga jual beras. Oleh karena itulah pihaknya berharap kebijakan impor tidak direalisasikan oleh pemerintah.
Sementara di Jawa Barat, Pemimpin Perum Bulog Kantor Wilayah Jawa Barat Taufan Akib, di Bandung, Jumat, memaparkan, stok beras di gudang Bulog Jabar mencapai 156.000 ton setara beras. Jumlah ini tersebar di tujuh gudang kantor cabang yang memiliki kapasitas total 401.000 ton.
Taufan yakin penyerapan panen di Jabar oleh Bulog tidak terkendala kapasitas gudang. Meski demikian, pihaknya tetap mempersiapkan opsi cadangan jika gudang yang ada di setiap wilayah penuh, di antaranya menggeser stok ke wilayah-wilayah lain atau menyewa gudang milik pemerintah dan swasta.
”Kami masih ada ruang sekitar 245.000 ton setara beras. Jadi, Jabar tidak terlalu bermasalah karena kami masih bisa melakukan penyerapan dan pengadaan. Untuk opsi cadangan juga tentunya kami akan meminta izin dulu ke kantor pusat, bisa dengan menggunakan gudang-gudang yang ada atau mengajukan pergeseran,” paparnya.
Baca juga: Gudang Bulog Jabar Masih Bisa Tampung 245.000 Ton Beras Petani
Persiapan ini dilakukan untuk menyambut panen raya yang diprediksi akan terjadi di Jabar. Gubernur Jabar Ridwan kamil menuturkan, hingga April mendatang, Jabar akan mengalami surplus beras hingga 320.000 ton. Karena itu, dia berharap pemerintah mampu menyerap panen dari lokal dan menunda impor beras.
”Jabar usul ke pemerintah pusat untuk menunda impor beras. Kami surplus, daripada impor lebih baik beli beras dari Jabar yang melimpah,” ujarnya.(DIT/MEL/IKI/RTG/VIO/GER/WER/NIK/ETA/CAS/MKN/HAM)