Petani Gundah Hadapi Harga Gabah Murah
Sejumlah daerah mulai memasuki masa panen raya. Petani pun gundah karena harga gabah mereka malah anjlok. Rencana impor beras 1 juta ton turut memengaruhi psikologis pasar hingga ikut menekan harga gabah petani.
CIREBON, KOMPAS - Petani di sejumlah daerah gundah karena gabah hasil panennya ditawar murah. Petani meminta pemerintah mengkaji ulang rencana impor beras 1 juta ton karena meskipun belum dijalankan, wacana tersebut sudah menimbulkan efek psikologis yang menekan harga gabah petani.
Berdasarkan pantauan Kompas di Jawa Barat dan Jawa Timur, Kamis (18/3/2021), sejumlah daerah mulai memasuki masa panen raya. Petani mengeluhkan harga gabah kering panen yang berkisar Rp 3.200-Rp 3.700 per kilogram, jauh di bawah harga pembelian pemerintah Rp 4.200 per kg.
Di Kabupaten Cirebon, Jabar, seperti Palimanan, Gempol, dan Suranenggala mulai memasuki masa panen raya. Petani sibuk menjemur gabah di halaman rumah hingga jalan desa. “Belum impor saja harga gabah sudah anjlok. Bagaimana kalau impor?” kata Suharno (55), petani yang ditemui di Desa Tegalkarang, Kecamatan Palimanan. Saat ini harga gabah kering panen di Cirebon berkisar Rp 3.300-Rp 3.700 per kilogram (kg).
Saat ini harga gabah kering panen (GKP) di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berkisar Rp 3.300-Rp 3.700 per kilogram (kg), jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 4.200 per kg. Musim tanam kali ini, Suharno hanya mendapatkan 1 ton gabah dari lahan garapan seluas 3.400 meter persegi, yang jika dijual seharga Rp 3.300 per kg dia menerima Rp 3 juta saja.
“Untuk garam (pupuk) saja Rp 900.000. Pupuk subsidi susah. Jadi, saya beli pupuk nonsubsidi. Ini belum biaya traktor Rp 800.000,” katanya.
Baca juga: Pemerintah Impor Beras, Petani di Cirebon kian Terpukul
Kondisi serupa dialami petani lainnya. Pertengahan Januari lalu, massa petani menggeruduk kios pupuk di wilayah Panguragan karena kesulitan pupuk subsidi. Saat itu, alokasi untuk pupuk urea di Cirebon hanya 20.000 ton. Padahal, kebutuhannya 25.000 ton.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon Tasrip Abubakar mengatakan, anjloknya harga gabah petani tidak sesuai dengan meningkatnya ongkos tanam. Kini, lanjutnya, modal tanam petani di Cirebon bisa mencapai Rp 10 juta per hektar.
Jika harga gabah petani Rp 3.300 per kg, maka petani hanya mendapatkan Rp 19,8 juta per hektar dengan produktivitas lahan 6 ton per hektar. Artinya, petani yang menanam padi di lahan sendiri masih bisa meraih untung sekitar Rp 9,8 juta per hektar setiap musim tanam.
"Tapi, lebih dari 40 persen petani adalah penyewa lahan. Biaya sewanya Rp 15 - Rp 18 juta per hektar per tahun. Jadi, kalau harga gabah Rp 3.300 per kg, petani malah harus nombok sampai Rp 9 juta," paparnya.
Menurut Tasrip, anjloknya harga gabah petani dipicu rencana pemerintah mengimpor beras. “Harga gabah masih bisa anjlok karena baru 25 persen wilayah yang panen dan gudang bulog masih penuh,” katanya.
Baca juga: Pemerintah Bakal Impor 1 Juta Ton Beras
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, luas tanam padi Oktober 2020-Maret 2021 mencapai 46.157 hektar dengan produktivitas 6 ton per hektar. Adapun potensi panennya mencapai 265.866 ton gabah kering giling. Sejauh ini, dinas setempat tidak melaporkan kehilangan potensi produksi karena banjir.
Tasrip mendesak pemerintah mengkaji ulang rencana impor beras. Bulog juga diharapkan bisa menyerap gabah petani dengan harga sesuai. Tanpa itu, petani kian terpukul.
Sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengusulkan kepada pemerintah pusat agar menunda impor beras. Menurut dia, lebih baik pemerintah membeli beras dari petani yang akan memasuki masa panen raya.
Baca juga: Ridwan Kamil Usulkan Tunda Impor Beras, Beli dari Petani Jabar
Di Jawa Timur, Ketua KTNA Kabupaten Madiun Suharno mengatakan, saat ini Madiun memasuki masa panen raya. Madiun memang biasanya panen lebih dulu dibandingkan daerah lain sehingga harga gabah petani juga lebih tinggi dari daerah lain karena stok belum melimpah.
“Namun, saat ini harga gabah petani hanya Rp 3.200 hingga Rp 3.300 per kilogram di sawah,” ujar Suharno.
Harga tersebut jauh dibawah harapan petani yang memimpikan bisa menembus harga pembelian pemerintah gabah kering panen Madiun Rp 3.750 per kg. Suharno menilai rencana kebijakan impor beras sebesar 1 juta ton - 1,5 juta ton sangat tidak tepat. Selain dilakukan di tengah musim panen raya, secara nasional produksi gabah berlimpah karena ketiadaan gangguan yang signifikan selama proses produksi Januari-April 2021.
Selain di Madiun, harga gabah rendah juga dialami petani di Kabupaten Gresik. Ditemui dalam acara panen raya padi di Desa Tambakrejo, Kecamatan Duduk Sampeyan, Jumat (12/3) lalu, Asman (55), salah satu perwakilan petani Gresik, mengatakan, harga gabah petani hanya Rp 3.600 per kg dengan syarat kualitas bagus dengan kadar air rendah.
Baca juga: Tolak Impor Beras, Petani Jatim Minta Pemerintah Genjot Penyerapan Gabah
Gabah dengan kadar air sekitar 20 persen dihargai lebih murah lagi, yakni Rp 3.200 per kg. Harga gabah itu jauh lebih rendah dari yang diterima petani pada musim panen raya tahun lalu yang menembus Rp 4.300 – Rp 4.400 per kg.
"Harga gabah biasanya semakin turun seiring meluasnya area persawahan yang panen raya. Padahal biaya produksi setiap tahun semakin meningkat karena kenaikan upah buruh tani atau sewa lahan yang makin tinggi," kata Asman.
Menunda pembelian
Ditemui terpisah, pemilik usaha penggilingan padi di Tambakrejo, Sunardi (45), mengatakan, belum berani membeli gabah petani secara besar-besaran meski disekitarnya sudah memulai panen raya. Selain kapasitas lantai jemur penggilingannya yang terbatas, dia khawatir fluktuasi harga beras tahun ini lebih tinggi menyusul kebijakan impor beras.
“Usaha penggilingan pasti terdampak karena jumlah petani yang menggilingkan gabahnya lebih sedikit. Usaha perdagangan beras lokal juga terimbas karena kehadiran beras impor akan menekan harga beras lokal. Dalam kondisi seperti ini pedagang tak berani berspekulasi,” kata Sunardi.
Baca juga: Produksi Beras Berlimpah, Impor Mengancam Kesejahteraan Petani di Karawang
Kondisi ini juga yang terjadi di Jabar. Ketua Paguyuban Pedagang Beras Pasar Johar Karawang Sri Narbito di Karawang, Jabar, menilai, rencana ini akan berpengaruh secara psikologis pada harga pasar.
Dia mencontohkan kondisi harga saat ini yang sudah turun karena sedang panen raya, kemunculan rencana impor beras justru dapat makin menekan harga beras. Hal itu sejalan dengan turunnya harga beras dari rata-rata Rp 8.700 per kg menjadi Rp 8.000 per kg disebabkan pasokan meningkat yang membuat para pedagang mengurangi pembelian.
Sri menambahkan, pasokan beras ke Pasar Beras Johar sebulan terakhir meningkat dari semula rata-rata 500 ton per hari menjadi 800 ton per hari. Peningkatan pasokan beras terutama dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah, dan Kabupaten Indramayu, Jabar, yang sedang panen.
“Kalau tren harga turun, tengkulak yang belanja beras cenderung mengurangi jumlah pembelian untuk mengurangi resiko yang disebabkan menurunnya harga,” ucap Sri.
Menurut Sri, impor beras selalu menjadi polemik dan seharusnya ada koordinasi baik antar pihak terkait, misalnya akurasi data konsumsi dan prediksi panen. Kalau terjadi defisit produksi, kebijakan impor tentu merupakan hal yang logis dan wajar.
Idealnya, impor beras hanya boleh dilakukan dengan sejumlah syarat, antara lain jika penyerapan beras lokal tidak bisa memenuhi target untuk pengadaan stok nasional dan jadwal rencana yang tepat.
“Waktunya harus tepat. Janganlah kebijakan impor beras ditetapkan atau diumumkan pada saat panen, karena meskipun impornya belum dilakukan tapi secara psikologis akan mempengaruhi anjloknya harga beras di pasar,” kata Sri.
Sri menduga kebijakan impor beras oleh pemerintah pusat ini untuk keperluan stok nasional dan stabilisasi harga. Sebab, berkaca pada pengalaman akhir tahun 2017 hingga awal tahun 2018, kala itu, stok beras nasional menipis dan suplai beras ke pasar langka akibat gagal panen. Hal ini menyebabkan melambungnya harga beras saat itu.
Optimalkan penyerapan
Dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Kamis, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, pihaknya meminta kepala daerah mengoptimalkan fungsi pengering di sentra-sentra produksi. Dia juga berharap agar Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Bulog), pemerintah daerah, dan pengusaha penggilingan mengoptimalkan gudang maupun lumbung pangan yang ada.
“Supaya harga di tingkat petani terjaga dengan baik, Kementerian Pertanian menyusun langkah-langkah antisipasi, khusus untuk komoditas beras,” kata Syahrul.
Baca juga: Pertanian Jadi Bantalan, Terima Kasih Petani!
Menurut dia, Kementerian Pertanian bersinergi dengan Bulog untuk meningkatkan serapan gabah petani, terutama di daerah yang harga gabahnya turun di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Kementerian Pertanian juga akan menginformasikan syarat mutu beras dan gabah yang dapat diserap Bulog kepada gabungan kelompok tani di daerah-daerah tersebut.
Akan tetapi, Komisi IV DPR langsung menolak rencana pemerintah mengimpor beras 1 juta ton. Penolakan ini pun dicantumkan menjadi butir kedua hasil rapat kerja Komisi IV DPR dan Mentan, Kamis.
Kualitas dan HPP gabah yang diserap Bulog untuk cadangan beras pemerintah (CBP) diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras. Regulasi itu menyatakan, kandungan air gabah kering panen dalam negeri yang dibeli paling tinggi 25 persen dan kadar hampa/kotoran paling tinggi 10 persen. Di tingkat petani, gabah dengan kualitas itu dibeli dengan harga Rp 4.200 per kilogram (kg).
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, produksi gabah kering giling nasional sepanjang Januari-April 2021 akan mencapai 25,37 juta ton. Angka itu naik 26,88 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Proyeksi produksi gabah itu setara dengan 14,54 juta ton beras.
Sebelumnya, Perum Bulog menyatakan komitmennya untuk menyerap beras produksi petani dalam negeri meski telah mendapatkan tugas dari pemerintah untuk mengimpor 1 juta ton beras, tahun ini. Kalangan petani berharap Bulog merealisasikan komitmennya agar harga gabah tidak semakin turun pada puncak panen raya pada Maret-April 2021.
Baca juga: Sektor Pertanian, Penopang yang Rapuh
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam rapat dengan Badan Legislasi DPR, Selasa (16/3), menyatakan, pihaknya telah menerima penugasan impor beras secara tertulis dari pemerintah. Rinciannya, impor 500.000 ton untuk cadangan beras pemerintah (CBP) dan 500.000 ton untuk beras komersial Bulog.
Mengacu data BPS, Budi Waseso menyatakan, pihaknya menargetkan penyerapan beras produksi dalam negeri bisa lebih dari 500.000 ton hingga tiga bulan ke depan. Perusahaan berupaya stok yang dikelola Bulog pada akhir April 2021 lebih dari 1 juta ton. Oleh karena memprioritaskan produksi dalam negeri, Bulog belum tentu melaksanakan tugas impor.
Terkait rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras, Koordinator Presidium Nasional Gerakan Mahasiswa Petani Indonesia (Gema Petani) Anas Sodikin menyatakan, keputusan yang diambil pemerintah itu akan berdampak kepada nasib petani. Rencana impor dinilai mengabaikan situasi pertanian dalam negeri dan akan semakin menekan petani.
“(Rencana impor) Tentu dipertanyakan banyak pihak, mengingat produksi beras dalam negeri sepertinya masih mampu mencukupi kebutuhan masyarakat. Para petani jelas menyesalkan rencana yang muncul ketika para petani panen raya. Pengumuman impor beras sebanyak 1 juta ton akan memengaruhi psikologi pasar yang cenderung menurunkan harga jual di tingkat petani," katanya.
(NIK/WER/JUD)