Mereka yang Tak Percaya Covid-19 Itu Kini Mau Divaksinasi
Sebanyak 29,18 persen masyarakat Maluku menyatakan tidak percaya akan bahaya Covid-19. Ini angka tertinggi nasional. Kini, kondisi itu perlahan berubah dengan banyaknya kalangan yang mau menerima vaksin.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Dua buah tenda masing-masing berukuran 8 meter x 4 meter penuh dengan para pedagang dan sopir angkutan kota yang menunggu giliran divaksinasi Covid-19. Lokasi tenda itu berdiri, yakni di Pasar Mardika Kota Ambon, Maluku, merupakan salah satu tempat yang tinggi tingkat pelanggaran protokol Covid-19. Para pelanggar itu kini mau divaksin.
Aleka Risakota (40) duduk di antara rekannya sopir angkutan kota jurusan Terminal Pasar Mardika-Kudamati. Kamis (18/3/2021) pagi, mereka sudah datang dan mendaftarkan diri. Tiba waktunya giliran Aleka dipanggil. Ia melewati pemeriksaan administrasi kemudian pemeriksaan tekanan darah. Ia lalu diwawancara terkait kondisi kesehatan dan dinyatakan boleh divaksin.
Laki-laki jangkung berotot atletis itu pun lanjut menuju meja penyuntikan. Matanya tertuju pada boks vaksin dan jarum suntik. Untuk mengusir perasaan gugup, ia menggenggam sandaran kursi. Perawat lalu mengolesi lengan kirinya dengan alkohol, menyuntikan jarum, kemudian memompa cairan vaksin. Tak lebih dari tiga detik, vaksin sudah mengalir dalam darahnya.
”Sudah, kah? Tidak rasa (sakitnya). Lebih sakit jarum tato,” ujar Aleka yang mengaku memiliki tato di sekujur punggung dan betis itu. Lalu, mengapa ia tampak gugup ketika hendak disuntik? ”Itu gara-gara saya dapat berita bahwa vaksin bisa melumpuhkan kita. Ada efek buruknya begitu,” jawab Aleka polos.
Hoaks membuat Aleka pada awalnya tidak mau divaksinasi. Ia mengaku takut. Namun, setelah melihat semakin banyak orang divaksinasi, perlahan ia mulai yakin. ”Ada tetangga saya umurnya 78 tahun. Dia sudah divaksin dan sekarang dia sehat-sehat saja. Saya jadi yakin kalau vaksin tidak apa-apa,” tambahnya.
Setelah menjalani observasi pascavaksinasi selama 30 menit, kondisi Aleka terlihat tetap segar bugar. Ia hanya merasa sedikit mengantuk, sebagaimana efek suntikan vaksin yang dialami hampir semua orang. Ia pun memutuskan tidak beroperasi hari itu.
La Ali (43), pedagang di Pasar Mardika, juga punya pengalaman mirip dengan Aleka. Ia termasuk pedagang yang paling sering melanggar protokol kesehatan. Ia baru mau mengenakan masker jika ada patroli dari petugas. Setelah petugas berlalu, ia kembali melepas masker.
Ia merupakan salah satu pedagang yang menolak ikut tes cepat Covid-19 yang digelar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Ambon. Tes itu sebagai bagian dari proses pelacakan rantai penyebaran virus ketika ditemukan sejumlah pedagang yang terkonfirmasi positif. Ali dan banyak pedagang tidak percaya akan bahaya Covid-19.
Ia mulai tersadar setelah ada kenalannya meninggal akibat Covid-19. ”Makanya, lebih baik vaksin saja karena korona ini berbahaya,” ujarnya seraya berjanji akan mengajak pedagang pasar yang lain agar mau divaksinasi meski ia mengaku itu tak mudah. ”Ada yang bilang Covid-19 ini tidak ada,” ujarnya lagi.
Perilaku mengabaikan protokol kesehatan itu terbaca dalam sebuah survei bersama antara Badan Pusat Statistik dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 2020. Hasilnya mencengangkan. Sebanyak 29,18 persen masyarakat Maluku menyatakan bahwa mereka tidak percaya bahaya Covid-19. Angka tersebut merupakan yang tertinggi di Indonesia.
Covid-19 pertama kali diumumkan di Maluku pada 22 Maret 2020. Sepanjang satu tahun terakhir, terjadi sejumlah peristiwa yang menghebohkan, seperti penolakan tes Covid-19 hingga perampasan jenazah pasien Covid-19. Di sisi lain, jumlah kasus Covid-19 di Maluku hingga Kamis (18/3/2021) sebanyak 7.218 kasus dengan 109 di antaranya meninggal.
Namun, ini juga akan disesuaikan dengan ketersediaan vaksin. Tidak mungkin aturan diterapkan kalau vaksin belum cukup.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Ambon Wendy Pelupessy mengatakan, hoaks telah membuat banyak orang tidak percaya akan bahaya Covid-19. Namun, dengan divaksinnya para sopir dan pedagang, hal itu akan membantu pemerintah dalam sosialisasi. ”Mereka yang sudah divaksin ini pasti akan menceritakan kepada orang lain bahwa vaksin ini aman,” ujarnya.
Menurut rencana, vaksinasi yang berlangsung selama dua hari di Terminal Pasar Mardika itu menargetkan sekitar 1.000 orang. Hal ini mengingat stok vaksin yang tersedia masih terbatas. Adapun jumlah pedagang dan sopir angkutan yang beroperasi di Pasar Mardika lebih kurang 5.000 orang.
Wendy menambahkan, selain sosialisasi vaksinasi, sejumlah aturan baru sedang disiapkan, seperti mewajibkan setiap sopir angkutan kota yang beroperasi sudah harus divaksinasi. Hal itu juga diterapkan kepada para pedagang dan sektor lainnya. ”Namun, ini juga akan disesuaikan dengan ketersediaan vaksin. Tidak mungkin aturan diterapkan kalau vaksin belum cukup,” ujarnya.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku, Adonia Rerung, mengatakan, belum ada kepastian kapan pihaknya menerima tambahan vaksinasi Covid-19. Dari 11 kabupaten/kota di Maluku, baru Kota Ambon yang menggelar vaksinasi tahap kedua dengan sasaran warga lanjut usia, guru, pegawai di garis terdepan, jurnalis, dan pedagang pasar.
Sementara, 10 kabupaten/kota yang lain masih fokus dengan vaksinasi bagi tenaga kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan yang sudah divaksinasi di Maluku sebanyak 9.908 atau 65,58 persen dari total target 15.108 orang. Daerah dengan cakupan tertinggi adalah Seram Bagian Barat, yakni 81,87 persen, sedangkan paling rendah Maluku Barat Daya sebanyak 43,80 persen.
Vaksinasi Covid-19 di Maluku terus berlanjut dengan tantangan yang tidak mudah. Selain kondisi geografis, perilaku menentang vaksin yang bergolak sejak awal juga menjadi kendala. Namun, kehadiran para pelanggar protokol kesehatan, seperti pedagang pasar dan sopir angkutan kota, memberi secercah harapan. Mereka yang tidak percaya bahaya Covid-19 itu kini mau divaksinasi.