Curah Hujan Pengaruhi Produksi dan Harga Gabah di Malang
Curah hujan tinggi berpengaruh terhadap sebagian hasil panen padi di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Hasil panen tidak sebagus periode yang sama tahun lalu. Harga gabah saat ini juga turun karena kandungan air tinggi.
Oleh
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Curah hujan tinggi berpengaruh terhadap sebagian hasil panen padi di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sebagian hasil panen musim tanam November-Desember 2020 yang berlangsung Januari-Maret 2021 tidak sebagus periode yang sama tahun sebelumnya.
Pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Malang Ali Masjudi, Kamis (18/3/2021), mengatakan, curah hujan yang terlalu tinggi berpengaruh terhadap bunga padi. ”Sebagian ada yang bagus, sebagian ada yang kurang. Curah hujan terlalu tinggi memengaruhi penyerbukan,” katanya.
Akibat selanjutnya, menurut Ali, kondisi tersebut berpengaruh terhadap produksi. Namun, penurunannya tidak terlalu signifikan. Ali menyebut produksi hanya turun 2-3 persen. ”Jika biasanya produktivitas bisa mencapai 7,5 ton per hektar, kemarin hanya 7 ton-7,3 ton,” ucapnya.
Dari pantauan Kompas, di wilayah Kecamatan Karangploso, Singosari, Pakisaji, dan Kepanjen, sebagian petani baru saja selesai menanam. Ada juga petani yang masih menanam dan mengolah lahan. Hanya sebagian kecil di daerah Kepanjen yang hampir panen.
Curah hujan yang tinggi juga memicu turunnya harga gabah di tingkat petani. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani selama Maret hanya Rp 4.100 per kilogram (kg). Sementara harga gabah kering giling (GKG) di tempat penggilingan Rp 4.500-Rp 4.600 per kg.
Budiar optimistis tahun ini Kabupaten Malang bisa kembali suplus beras. Tahun 2020 Malang surplus 72.000 ton GKG.
Di akhir musim kemarau 2020, pada bulan November, harga gabah di Malang sempat mencapai angka tertinggi Rp 5.000 per kg GKG. ”Namun, dibandingkan daerah lain, harga gabah di Malang masih relatif lebih tinggi dibanding daerah lain di sisi barat Jawa Timur, seperti Ngawi dan Madiun yang di bawah Rp 4.000 per kg,” kata Ali.
Menurut Ali, curah hujan yang tinggi berpengaruh terhadap kandungan air. Sementara di satu sisi petani terkendala cuaca untuk melakukan penjemuran gabah pascapanen. Cuaca terik di Malang hanya berlangsung singkat. Selepas tengah hari, biasanya cuaca berganti mendung gelap dan hujan deras.
”Kalau kemarau kemarin bagus, baik dari sisi harga maupun produksi,” ujar Ali yang kurang setuju dengan langkah rencana impor beras dengan alasan produksi padi di daerah masih melimpah.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang Budiar Anwar mengatakan, sebagian besar petani di wilayahnya mulai tanam lagi setelah panen raya. Sepanjang 2021, menurut Budiar, diharapkan tidak ada pengaruh signifikan dampak La Nina terhadap pertanian di wilayahnya.
”Kalau La Nina tidak ada pengaruh. Namun, tahun ini kita terkendala terkait bantuan bibit dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Karena di pusat ada refocusing akibat pandemi, jadi bantuannya agak terlambat. Meski demikian, petani tetap akan menanam padi menggunakan modal sendiri,” ujarnya.
Budiar optimistis tahun ini Kabupaten Malang bisa kembali suplus beras. Tahun 2020, Malang surplus 72.000 ton GKG. Tahun ini, target surplus diharapkan bisa di atas 2020, yakni sekitar 75.000 ton GKG. Tahun 2020 lalu, produksi beras di Kabupaten Malang di atas 400.000 ton.
”Untuk mencapai target tersebut, salah satunya dengan mengoptimalkan luasan lahan tadah hujan. Kami punya lahan irigasi teknis 45.000 hektar, belum termasuk tadah hujan dan lahan pasang surut. Dari luasan itu, jika bisa menanam dua-tiga kali setahun, bisa memenuhi target,” katanya.