Cagar Budaya Bawomataluo di Nias Selatan Didorong Jadi Situs Warisan Dunia
Kawasan tradisional Bawomataluo adalah kekayaan kebudayaan Nias Selatan yang tidak ternilai harganya. Cagar budaya itu didorong menjadi warisan dunia yang diakui UNESCO.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
TELUK DALAM, KOMPAS — Cagar budaya Desa Bawomataluo di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, didorong menjadi warisan dunia yang diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO. Status warisan dunia akan melestarikan dan melindungi nilai cagar budaya sekaligus menghidupkan ekonomi masyarakat dari pariwisata.
”Desa Bawomataluo akan lebih dikenal oleh masyarakat dunia dengan predikat warisan dunia UNESCO. Kewajiban pemerintah, tokoh adat, serta kepala desa adalah melestarikan keberadaan cagar budaya ini,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat mengunjungi desa itu, Kamis (18/3/2021).
Sejak 2017, Bawomataluo sudah ditetapkan menjadi cagar budaya dengan nama Kawasan Cagar Budaya Permukiman, Permandian, dan Pemakaman Tradisional Megalitik Bawomataluo. Dalam situs web resmi Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan disebut, cagar budaya itu menempati Bukit Matahari di ketinggian 270 meter di atas permukaan laut. Desa itu terdiri dari permukiman, permandian, dan pemakaman tradisional dari zaman megalitik.
Letaknya 4 kilometer dari Jalan Lingkar Nias yang berada di tepi laut. Kawasan permukiman terdiri dari 116 bangunan tradisional Nias berusia ratusan tahun yang masih berdiri dan ditempati hingga sekarang. Bangunan itu berhadap-hadapan dan membentuk halaman di tengahnya. Bangunan utama adalah rumah keluarga raja yang disebut Omo Sebua.
Jalan masuk utama ke perkampungan tradisional itu merupakan tangga batu yang disebut Bawagoli dengan dihiasi arca-arca lasara berbentuk naga terbuat dari batu dan meja batu daro-daro.
Masih dari situs web resmi Kemendikbud, cikal bakal Desa Bawomataluo disebut tidak lepas dari sejarah Desa Orahili Fau. Desa itu beberapa kali memukul mundur pasukan Kolonial Belanda yang hendak menguasai wilayahnya sejak abad ke-17.
Namun, desa itu akhirnya berhasil dikalahkan dan dibumihanguskan pasukan Belanda. Warga desa itu pun akhirnya berpindah-pindah sampai akhirnya mendirikan perkampungan Bawomataluo pada tahun 1873.
Bawomataluo pun kini menjadi situs bersejarah yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya oleh Kemendikbud. Muhadjir menyebut, pemerintah terus mengupayakan agar situs bersejarah itu menjadi warisan dunia UNESCO.
Sekarang masih kita upayakan Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia UNESCO. (Muhadjir Effendy)
”Sekarang masih kita upayakan Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia UNESCO. Termasuk wayang kulit dan pencak silat saat ini sudah mengantre menjadi warisan dunia,” kata Muhadjir.
Muhadjir pun meminta agar pemerintah daerah juga mengambil peran melakukan revitalisasi kawasan itu. Karena itu, kepala daerah disarankan mengajukan proposal untuk revitalisasi rumah adat kepada pemerintah pusat.
Muhadjir menyebut, kawasan tradisional Bawomataluo adalah kekayaan kebudayaan Nias Selatan yang tidak ternilai harganya. ”Ini tanggung jawab kita bersama melestarikannya,” katanya.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Sabrina mendukung Desa Bawomataluo menjadi warisan dunia UNESCO. Menurut dia, status itu akan mendatangkan wisatawan mancanegara ke Sumut, khususnya Kepulauan Nias.
”Kedatangan wisatawan akan menambah penghasilan asli daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di Kepulauan Nias,” kata Sabrina.
Bupati Nias Selatan Hilarius Duha berharap revitalisasi Desa Bawomataluo bisa dilakukan segera dengan bantuan pemerintah pusat. Revitalisasi sangat penting untuk melestarikan dan melindungi cagar budaya dan juga mempersiapkan kawasan itu menjadi salah satu destinasi wisata.