Pemerintah Daerah Didorong Lebih Berperan Cegah PMI Ilegal
Jumlah pekerja migran ilegal diprediksi masih tinggi tahun ini. Hal itu terjadi karena belum pulihnya pasar tenaga kerja di Tanah Air. Butuh sinergi yang lebih kuat terutama dengan pemda untuk melindungi mereka.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Jumlah pekerja migran ilegal diprediksi masih tinggi. Salah satunya akibat belum pulihnya pasar tenaga kerja dalam negeri akibat pandemi Covid-19. Butuh sinergi lebih kuat terutama dengan pemerintah daerah untuk melindungi para pahlawan devisa dari risiko perdagangan manusia, ataupun kekerasan fisik dan seksual.
Data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI menunjukkan jumlah Pekerja Migran Indonesia atau PMI yang dipulangkan selama pandemi Covid-19 atau dalam rentang Januari 2020-Januari 2021, sebanyak 169.000 orang. Alasan pemulangan beragam, antara lain karena masa kontrak kerja habis dan tidak diperpanjang karena pandemi Covid-19.
Ada pula yang masa kontrak kerjanya belum habis tetapi dipulangkan karena usaha pemberi kerja terdampak pandemi Covid-19. PMI yang memiliki kontrak kerja ini berstatus legal. Namun, yang mengejutkan dari data BP2MI, mayoritas atau 80 persen PMI yang dipulangkan tersebut berstatus ilegal.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani saat ditemui di Sidoarjo mengatakan, selain memulangkan 169.000 PMI, selama pandemi Covid-19 pihaknya juga memulangkan 700 PMI yang meninggal dan 600 PMI dalam kondisi sakit serta butuh perawatan intensif dari berbagai negara tujuan penempatan.
”Tingginya jumlah PMI ilegal menandakan belum optimalnya upaya perlindungan terhadap mereka. Padahal PMI ilegal berisiko tinggi menjadi korban perdagangan manusia serta eksploitasi pekerjaan, seperti bekerja dengan jam kerja melebihi batas,” ujar Benny.
PMI ilegal juga berisiko tidak menerima upah sesuai kontrak, mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak, menjadi korban kekerasan fisik dan seksual. Hal itu ditandai antara lain dengan banyaknya PMI yang pulang dalam kondisi sakit parah, bahkan mengalami cacat fisik, serta depresi.
Sebagai manusia dan warga Indonesia, PMI seharusnya mendapatkan perlindungan optimal. Apalagi mereka merupakan pahlawan devisa yang berkontribusi besar dalam pembangunan ekonomi.
Benny mengatakan, sebagai manusia dan warga Indonesia, PMI seharusnya mendapatkan perlindungan optimal. Apalagi mereka merupakan pahlawan devisa yang berkontribusi besar dalam pembangunan ekonomi. Sebagai gambaran, devisa yang dihasilkan oleh PMI mencapai Rp 159 triliun dalam setahun.
Upaya melindungi PMI dari praktik pengiriman secara ilegal sejatinya telah dilakukan oleh BP2MI. Contohnya dengan mengawasi secara ketat Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia atau PJTKI yang menyalurkan PMI. Senin (15/3/2021) lalu misalnya, BP2MI menggerebek penampungan PMI di Bogor, Jabar.
Hasilnya didapati, lima calon PMI yang sudah dua bulan berada di sana dan tak kunjung diberangkatkan. Selama berada di penampungan, mereka juga tidak mendapatkan pelatihan keterampilan penunjang pekerjaan. Dari lima calon PMI, salah satunya Hidayatus Sholihah (33) warga Lamongan, Jatim.
Hidayatus mengatakan dirinya hampir jadi korban pengiriman PMI ilegal oleh pihak yang mengatasnamakan sebuah perusahaan PJTKI. Padahal perusahaan itu tengah disanksi karena sebelumnya terlibat pengiriman PMI ilegal.
Hidayatus, menurut rencana, diberangkatkan ke Arab Saudi sebagai pekerja rumah tangga. Padahal, sejak 2015, Pemerintah Indonesia sudah melakukan moratorium penempatan pekerja untuk pekerjaan rumah tangga. ”Saya tidak tahu ilegal, karena perusahaan itu mengaku sebagai agen pemberangkatan TKI secara resmi,” ujar Hidayatus saat ditemui di Sidoarjo.
Temuan adanya perusahaan yang masih mengirim PMI ilegal menandakan di tengah gencarnya upaya pemerintah menyiapkan pekerja dengan keterampilan, khusus para mafia perdagangan manusia tak tinggal diam. Mereka terus bergerak memanfaatkan situasi pandemi dan kelemahan para calon PMI.
”Hal ini peringatan bagi semua pihak. Siapa pun mereka yang memperdagangkan anak-anak bangsa dengan segara risikonya seperti cacat fisik dan depresi berat, merupakan sindikat penempatan PMI ilegal yang harus diperangi bersama,” ucap Benny Rhamdani.
Para sindikat itu tidak boleh lagi dibiarkan mengambil keuntungan dengan mengeksploitasi pekerja. Dari satu PMI ilegal, para pelaku bisa mengambil margin hingga Rp 20 juta. Margin yang besar itulah yang menggiurkan para pelaku tindak kejahatan melancarkan aksinya tanpa mempertimbangkan nilai kemanusiaan.
Agar upaya perlindungan menjadi maksimal, BP2MI membangun sinergi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia memberikan kewenangan kepada pemda untuk berpartisipasi memberikan pendidikan dan pelatihan kepada calon PMI agar mereka benar-benar memenuhi kualifikasi kompetensi, keahlian, keterampilan, termasuk penguasaan bahasa asing yang baik.
Namun, sampai hari ini, 90 persen pemda belum melaksanakan amanat UU No 18/2017 tersebut. Akibatnya, banyak PMI yang bekerja di sektor informal sebagai penata laksana rumah tangga. Selain itu, semua masalah terkait PMI masih dibebankan kepada pemerintah pusat dan keterlibatan pemda sangat minim.
Menurut Benny, saat ini saatnya membangun kesadaran baru melalui sinergi dan kolaborasi dengan pemda dalam membangun tata kelola penempatan maupun perlindungan PMI. BP2MI akan mengawali dengan menggelar kegiatan bersama Pemprov Jatim dan kabupaten/kota se-Jatim. Jatim merupakan kantong pemasok PMI terbesar kedua nasional setelah Jabar.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jatim Hiwan Estu Bagijo mengatakan, buruh migran mutlak memiliki pengetahuan, kompetensi, dan kewaspadaan. Berbagai kemampuan itu amat dibutuhkan sebagai bekal merantau dan bekerja di mancanegara sehingga menekan risiko dijerumuskan sebagai korban atau bagian dari suatu kejahatan.
”Selain itu, tempuhlah jalur-jalur resmi untuk penyaluran tenaga kerja ke luar negeri,” kata Hiwan. Cara lainnya, percayalah bahwa rezeki lebih baik bisa didapat dengan bekerja di dalam negeri (Kompas.id, 12/3/2021).