Limbah Plastik dari Luar Negeri Harus Diawasi Ketat
Pemerintah diminta terus mengantisipasi pengiriman sampah plastik secara ilegal dari luar negeri. Hal itu dilakukan dengan memperkuat pengawasan, mendata perusahaan daur ulang plastik, dan sosialisasi aturan baru.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS —Pemerintah diminta terus mengantisipasi pengiriman sampah plastik secara ilegal dari luar negeri. Hal itu dilakukan dengan memperkuat pengawasan, mendata perusahaan daur ulang plastik, dan sosialisasi aturan baru ke sektor industri.
Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati, Selasa (16/3/2021), mengatakan, pengiriman ilegal sampah plastik dari negara maju ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih terus terjadi. Padahal, Indonesia telah mengeluarkan aturan baru tentang perdagangan plastik dan limbah nonbahan beracun dan berbahaya (B3) untuk keperluan industri.
”Selain itu, Surat Keputusan Bersama 3 Menteri dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia telah menetapkan kontaminan dalam barang impor plastik dan limbah non-B3 maksimal 2 persen,” kata Yuyun.
Yuyun mengatakan, yang terbaru, mereka menemukan adanya dugaan tiga peti kemas berisi limbah plastik LDPE (polietilena berdensitas rendah) dari California, AS, masuk ke Pelabuhan Belawan, Medan, Selasa (16/3/2021). Limbah itu diangkut menggunakan kapal MSC Oliver. Bal LDPE ini biasanya mempunyai tingkat kontaminasi yang sangat tinggi dan sulit didaur ulang. ”Jika terkontaminasi melebihi 2 persen, kemungkinan besar pengiriman ini adalah ilegal,” kata Yuyun.
Yuyun pun meminta agar pemeriksaan terhadap impor limbah non-B3 tersebut dilakukan secara mendalam. Kontainer tersebut masuk melalui Terminal Peti Kemas Belawan Internasional dari jalur merah. ”Jika terbukti memang ilegal, kami mendorong agar pemerintah menyita peti kemas itu,” kata Yuyun.
Yuyun mengingatkan, Konvensi Basel telah menetapkan aturan untuk mencegah pengiriman limbah plastik ke negara berkembang. ”Amendemen Basel berlaku sejak 1 Januari 2021,” kata Yuyun.
Sebagai negara pihak Basel, menurut Yuyun, Indonesia seharusnya tidak bisa menerima limbah dari Amerika Serikat yang bukan negara pihak Basel.
Fiona Sari Utami dari bagian humas PT Pelabuhan Indonesia I mengatakan, mereka telah mengecek dugaan masuknya limbah plastik melalui Pelabuhan Belawan. ”Kapal MSC Oliver tidak ada dan belum pernah sandar di Belawan,” katanya.
Fatimah dari Humas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Utara mengatakan, mereka akan mengecek dugaan masuknya limbah melalui Pelabuhan Belawan.
Menurut Yuyun, MSC Oliver sandar di Johor, Malaysia. Dari sana, kemungkinan tiga peti kemas berisi limbah diangkut menggunakan kapal pengumpan Meratus Medan 5 ke Pelabuhan Belawan.