Kebinekaan semakin mengental dengan bertemunya banyak bangsa di Nusantara dan membentuk karakter Indonesia. Karakter baik perlu terus dijaga untuk membangun peradaban yang berkeindonesiaan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kebinekaan yang ada di Nusantara sudah terbentuk sejak zaman mencairnya es atau holosen 18.000 tahun yang lalu. Di awal Masehi, kebinekaan itu semakin mengental dengan bertemunya banyak bangsa di Nusantara dan membentuk karakter Indonesia. Karakter baik perlu terus dijaga untuk membangun peradaban yang berkeindonesiaan.
”Kebinekaan kita sudah tercipta jauh sejak masa prasejarah dan terus meningkat seiring dengan masuknya pendatang baru. Dan sampai kapan pun akan terus meningkat mendaki puncak keberagaman,” kata Profesor Peneliti di Pusat Studi Prasejarah dan Austronesia (CPAS), Harry Truman Simanjuntak, Rabu (17/3/2021).
Truman menyampaikan hal tersebut dalam Diskusi Pengenalan Arkeologi secara virtual bertema ”Arkeologi, Akhir Pleistosen hingga Masa Kini” yang diselenggarakan Balai Arkeologi Sumut. Selain Truman, pembicara lainnya adalah Kepala Balai Arkeologi Sumut Ketut Wiradnyana.
Truman mengatakan, di masa prasejarah, Nusantara sudah dihuni oleh tiga kelompok leluhur. Penghuni pertama adalah kelompok Australomelanesid Preneolitik sekitar 60.000 tahun lalu. Bukti keberadaan kelompok ini, antara lain, terlihat di situs Goa Lida Ajer di wilayah yang sekarang Sumatera Barat. Kemudian sekitar 12.000 tahun lalu masuk dua kelompok lainnya yang berasal dari ras Monggolid dari China Selatan.
Kedua kelompok itu adalah Austroasiatik Neolitik yang menempuh rute migrasi barat melalui daratan Asia Tenggara dan Austronesia Neolitik yang menempuh rute migrasi timur dari Taiwan ke Filipina dan Indonesia timur atau disebut dengan teori Out of Taiwan.
”Tiga kelompok ini yang membawa sejarah kehidupan dan langsung berhubungan dengan kehidupan kita di masa sekarang. Tidak ada lagi keterputusan hunian sejak saat itu. Lalu, tiga kelompok manusia yang berbeda melakukan pembauran,” kata Truman.
Kalau dirunut dari masa sebelumnya, tiga leluhur penghuni pertama Nusantara itu berasal dari manusia anatomi modern atau sapien dari Afrika. Sekitar 150.000 tahun lalu, manusia anatomi modern keluar dari Afrika yang disebut dalam teori Out of Africa. Kelompok manusia modern itu kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk tiga kelompok yang akhirnya menghuni Nusantara.
Menurut Truman, tiga kelompok leluhur bangsa Indonesia itu kemudian hidup berbaur secara biologis ataupun peradabannya. Hal itu dibuktikan dengan terdapatnya bauran genetika tiga kelompok leluhur ini hampir di semua etnis di Indonesia yang ada saat ini.
Hal itu dibuktikan dengan terdapatnya bauran genetika tiga kelompok leluhur ini hampir di semua etnis di Indonesia yang ada saat ini.
Etnisitas di Nusantara pun semakin kaya dimulai dari masa 4.000 tahun sampai 2.000 tahun lalu. Para nenek moyang bangsa Indonesia semakin berkembang dan menghuni daerah pesisir hingga pedalaman Nusantara.
Kemajuan perdagangan
Di awal era Masehi, peristiwa besar dalam skala dunia pun terjadi seiring dengan perdagangan yang semakin maju. Pada abad ke-2 Masehi, Nusantara sudah dikenal di berbagai penjuru dunia sebagai penghasil komoditas rempah. Pada masa itu, manusia Nusantara sudah maju dan telah berhubungan dengan dunia luar.
”Manusia Nusantara bahkan aktif dalam perdagangan itu. Keunggulan penutur Austronesia ketika itu adalah dalam bidang pelayaran,” kata Truman.
Kemajuan perdagangan pun membawa berbagai suku bangsa dari negeri lain masuk ke Nusantara. Ketika itu, lanjut Truman, Nusantara sudah berwarna-warni. ”Semua ras kelihatannya sudah masuk ke Indonesia, seperti China, India, Timur Tengah, dan Eropa. Bahkan ras Negroid diperkirakan sudah masuk melalui jalur perbudakan dan perdagangan manusia,” katanya.
Di masa sejarah terjadi lagi peristiwa besar yang memengaruhi lagi komposisi populasi Indonesia. Beberapa peristiwa besar yakni masuknya pengaruh Hindu Buddha pada abad ke-4, pengaruh Islam pada abad ke-13, dan kolonialisme pada abad ke-16.
Semua peristiwa itu semakin menentukan siapa kita sebagai bangsa Indonesia. Untuk tahu ke mana Indonesia ke depan, perlu memahami perjalaan panjang leluhur penghuni Nusantara. ”Kalau kita tidak mengenal diri kita, kita akan bingung mau ke mana Indonesia melangkah,” ujarnya.
Truman mengatakan, Indonesi menjadi tempat meluruhnya banyak bangsa di dunia. Kebudayaan asing pun dengan mudah masuk. Penyerapan budaya luar mengakselerasi peradaban di Indonesia membentuk karakter Indonesia. Pengaruh baik perlu diserap, tetapi karakter negatif perlu dihindari.
Migrasi jalur barat
Ketut mengatakan, teori migrasi pada masa Neolitik dikenal dalam teori Out of Taiwan. Teori ini menyebut, migrasi dari Taiwan mengikuti rute timur dari China Selatan ke Filipina hingga ke timur Nusantara. Akan tetapi, temuan arkeologis di Loyang Mendale, Aceh, akhirnya menunjukkan adanya migrasi di rute barat pada periode Neolitik yang lebih tua dibandingkan dengan di Indonesia timur.
”Ini memunculkan diskusi yang panjang, memunculkan interpretasi baru bahwa sangat mungkin ada jalur lain selain jalur timur. Penelitian lain sangat perlu untuk memunculkan satu teori yang lebih permanen,” kata Ketut.
Adanya rute migrasi barat dari Asia Tenggara daratan ditunjukkan temuan tembikar di Loyang Mendale yang mempunyai persamaan dengan tembikar di Thailand. Asumsi sederhana semacam itu menunjukkan besarnya kemungkinan migrasi rute barat dari Asia Tenggara daratan pada masa Neolitik sebagaimana dijelaskan juga oleh Truman.