Siswi Melahirkan di Sekolah, Potret Buruk Perlindungan Anak di Aceh
M (17), siswi sebuah sekolah madrasah aliyah di Kabupaten Bireuen, Aceh, melahirkan di sekolah. M menjadi korban persetubuhan anak di bawah umur oleh ZM (28), warga Bireuen.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BIREUEN, KOMPAS — M (17), siswi sebuah sekolah madrasah aliyah di Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, melahirkan di sekolah. M menjadi korban persetubuhan anak di bawah umur oleh ZM (28), warga Bireuen.
M melahirkan di sekolah pada Senin (15/3/2021). Pagi itu ia mengeluh sakit perut dan dibawa ke ruangan unit kegiatan siswa untuk istirahat. Namun, tiba-tiba M melahirkan secara normal tanpa pertolongan medis.
Pihak sekolah melaporkan peristiwa itu kepada polisi dan membawa M ke puskesmas. Bayi laki-laki dalam keadaan sehat, tetapi M harus dirawat intensif.
Menurut Direktur Lembaga Swadaya Perempuan Flower Aceh Riswati, Selasa (16/3/2021), kasus itu adalah potret buruknya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Riswati mengatakan pelaku harus dihukum berat dan korban harus dilindungi.
”Penting memastikan korban segera mendapatkan penanganan psikis yang optimal. Korban hamil dan melahirkan di usia anak sangat berisiko,” kata Riswati.
Ia menambahkan, kasus ini sangat menyedihkan sebab korban masih anak, sedangkan pelaku telah beristri. ”Korban membutuhkan dukungan, jangan sampai justru dihakimi dan didiskriminasi. Hak anak yang baru lahir juga harus dipenuhi,” ujar Riswati.
Korban membutuhkan dukungan, jangan sampai justru dihakimi dan didiskriminasi. Hak anak yang baru lahir juga harus dipenuhi. (Riswati)
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bireuen Ajun Komisaris Fadillah Aditya Pratama mengatakan, ZM, tersangka pelaku pemerkosaan, telah ditangkap. Pelaku diancam dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Pelaku kini ditahan di Polres Bireuen.
Menurut Fadillah, berdasarkan keterangan pelaku, mereka berpacaran sejak setahun lalu. Pelaku telah beberapa kali melakukan persetubuhan terhadap M. Korban dan pelaku tinggal di satu kampung.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bireuen Mulyadi mengatakan, saat ini korban bersama bayi telah dibawa pulang ke rumah. Secara fisik, keduanya dalam keadaan sehat.
Mulyadi menyebutkan, pihaknya mengutus pendamping untuk pemulihan tekanan psikologis pada korban. ”Kami akan berdiskusi dengan keluarga terkait pendampingan jangka panjang,” katanya.
Bagi Mulyadi, kasus itu sangat mengejutkan sebab pelaku adalah tetangga dan telah berkeluarga. Mulyadi belum memperoleh informasi latar belakang kasus, tetapi dia menilai pengawasan keluarga yang lemah menyebabkan anak terlibat dalam pergaulan di luar batas.
Mulyadi menambahkan, relasi sosial di lingkungan juga memudar sehingga antarwarga tidak saling mengawasi. Kepekaan sosial di akar rumput mulai luntur.
”Kami sering melakukan sosialisasi perlindungan anak. Namun, jika keluarga tidak mau mengawasi, tidak akan berjalan baik,” kata Mulyadi.
Laporan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh sepanjang 2017-2019, jumlah kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 2.692 kasus. Kasus kekerasan itu berupa pelecehan seksual, pemerkosaan, dan kekerasan fisik.