Rekonstruksi Tewasnya Herman di Balikpapan, Penganiayaan Diduga Dengan Staples hingga Ekor Ikan Pari
Terdapat empat barang bukti dalam rekonstruksi ini yang diduga digunakan tersangka untuk menyiksa Herman, yakni selang, ekor ikan pari, tongkat, dan staples.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Penyidikan terkait kasus Herman (39) yang tewas setelah dijemput paksa ke Polresta Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Desember 2020, berlanjut ke rekonstruksi perkara, Selasa (16/3/2021). Terdapat empat barang bukti dalam rekonstruksi ini yang diduga digunakan untuk menyiksa Herman, yakni selang, ekor ikan pari, tongkat, dan staples.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 2 Desember 2020, Herman, warga Balikpapan Utara, dijemput paksa tiga orang tak dikenal ke Polresta Balikpapan. Herman diduga mencuri gawai dengan dua alat bukti. Dua hari berselang, Herman dipulangkan tak bernyawa dengan kondisi tubuh penuh luka dan dada terlihat naik ke atas.
Dini (33), adik Herman, melaporkan kematian kakaknya itu ke Kepolisian Daerah Kaltim pada 4 Februari 2021 karena tak kunjung mendapat kejelasan penyebab kakaknya tewas. Setelah adanya laporan tersebut, Polda Kaltim mengumumkan ada enam anggota polisi yang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menganiaya dan menyebabkan kematian Herman. Tim dipimpin kepala unit atas nama Iptu RH.
Pascakejadian, keenam orang itu dimutasi ke bagian pelayanan masyarakat Polda Kaltim pada 4 Desember lalu. Polisi kemudian melakukan pemeriksaan saksi, termasuk keluarga korban. Terakhir, Polda Kaltim dan tim forensik Markas Besar Polri menggali makam Herman dan melakukan otopsi pada 4 Maret 2021. Keenam tersangka juga ditahan di Polda Kaltim hingga saat ini.
Pada rekonstruksi perkara ini, puluhan polisi berseragam menjaga ketat reka adegan pada pukul 09.00-16.30 Wita. Rangkaian rekonstruksi dilakukan di sisi timur Polresta Balikpapan, tepatnya di depan ruang Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras). Sebagian besar rekonstruksi perkara dilakukan di sebuah bilik yang ditutup rapat tirai putih berukuran sekitar 6 x 6 meter.
Rekonstruksi di luar bilik setidaknya hanya empat adegan: penjemputan Herman di rumahnya oleh tiga tersangka, membawa Herman ke Polresta Balikpapan dengan mobil, membawa Herman ke sebuah ruangan di Polresta Balikpapan, dan mengangkut tubuh Herman dengan terpal jingga ke mobil. Selebihnya, rekonstruksi perkara dilakukan di bilik tertutup dan wartawan tak diizinkan melihat proses tersebut.
Rekonstruksi dihadiri enam tersangka beserta kuasa hukumnya, perwakilan dari Kejaksaan Negeri Balikpapan, dan Direktorat Kriminal Umum Polda Kaltim. ”Pihak keluarga tidak ada. Jadi, yang menyaksikan adalah pihak lawyer tersangka,” ujar Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kaltim Ajun Komisaris Besar Roni Faisal SF setelah proses rekonstruksi. Ia tidak menjelaskan kenapa tak ada pihak pelapor dari keluarga Herman dalam rekonstruksi tersebut.
Terdapat 12 adegan dengan 107 subadegan dalam rekonstruksi tersebut. Roni menjelaskan, penganiayaan terjadi di adegan kelima yang bermula di Posko Jatanras Polresta Balikpapan. Ia belum bisa menyebutkan secara rinci apa saja peran dari enam tersangka. Yang jelas, kata Roni, keenamnya memiliki peran masing-masing dan akan dibuktikan di pengadilan.
Pihak keluarga tidak ada. Jadi, yang menyaksikan adalah pihak lawyer tersangka.
Kegiatan rekonstruksi ini digunakan untuk melengkapi berkas perkara yang akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Balikpapan. Adapun pasal yang disangkakan kepada keenam tersangka adalah Pasal 351 KUHP terkait penganiayaan dengan ancaman hukuman paling lama tujuh tahun. Selain itu, para tersangka juga disangkakan Pasal 170 KUHP terkait pengeroyokan dengan ancaman 12 tahun penjara.
Keenam tersangka didampingi dua tim kuasa hukum. Lima tersangka didampingi Tim Advokat Nusantara dan seorang tersangka dengan tim kuasa hukum sendiri. Perwakilan Tim Advokat Nusantara, Hairul Bidol, mengatakan, ada beberapa adegan yang menurut lima kliennya tak dilakukan. Akhirnya, kliennya digantikan oleh orang lain pada beberapa adegan rekonstruksi.
”Intinya kami berpegang terhadap berita acara pemeriksaan yang diberikan penyidik. Perlu kami sampaikan juga, klien kami menangkap almarhum Herman itu berdasarkan surat perintah penangkapan dan penahanan yang ditunjukkan saat menjemput Herman,” kata Hairul.
Ditemui terpisah, kuasa hukum Dini—adik Herman—dari LBH Samarinda mengatakan bahwa pihak keluarga dan kuasa hukum tidak menerima pemberitahuan mengenai proses rekonstruksi tersebut. Pihaknya akan bersurat kepada Kapolda Kaltim terkait hal tersebut.
”Kami juga berinisiatif akan meminta surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan kepada penyidik. Kami dan keluarga tidak diberi tahu proses rekonstruksi membuktikan bahwa (proses) ini tidak transparan. Semua seharusnya transparan,” ujar advokat publik LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi.