Polemik Pemkab Tanimbar-Pemprov Maluku Terkait Blok Masela Berlanjut ke Jakarta
Polemik pembagian hak pengelolaan ”participating interest” (PI) pada eksploitasi Blok Masela berlanjut ke Jakarta. Pemkab Kepulauan Tanimbar melaporkan Pemprov Maluku ke pemerintah pusat di Jakarta.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Polemik mengenai pembagian hak pengelolaan participating interest atau PI dalam eksploitasi gas di Lapangan Abadi Blok Masela, antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Pemerintah Provinsi Maluku, menemui jalan buntu. Delegasi dari Tanimbar kecewa dan melaporkan kondisi tersebut kepada pemerintah pusat di Jakarta.
Pada Selasa (16/3/2021) pagi, Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon dan Ketua DPRD Kepulauan Tanimbar Jaflaun O Batlayeri bertemu dengan Sekretaris Provinsi Maluku Kasrul Selang di Kantor Gubernur Maluku di Ambon. Pertemuan yang dilakukan secara tertutup itu berlangsung selama lebih kurang 30 menit.
Sehari sebelumnya, Fatlolon memimpin rombongan dari Tanimbar mengikuti rapat dengar pendapat bersama pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Maluku. Rombongan terdiri dari pimpinan organisasi perangkat daerah, semua anggota DPRD Kepulauan Tanimbar, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan beberapa organisasi sosial kemasyarakatan.
Jaflaun mengatakan, baik pertemuan dengan DPRD Provinsi Maluku maupun dengan Sekprov Maluku, sama-sama tidak ada titik temu yang pasti. ”Dengan sangat terpaksa, kami akan membawa persoalan ini ke pemerintah pusat di Jakarta. Ini karena pemerintah provinsi gagal menyelesaikannya,” katanya.
Pada Selasa petang, rombongan yang dipimpin Fatlolon, termasuk Jaflaun di dalamnya, berangkat dari Ambon ke Jakarta. Sesuai agenda, di Jakarta, mereka akan mendatangi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. ”Jika memungkinkan, mereka akan bertemu dengan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.
Menurut dia, inti perjuangan mereka adalah agar kabupaten diberi jatah untuk mengelola hak participating interest Lapangan Abadi Blok Masela. Mereka tidak setuju apabila hak PI yang diberikan investor semuanya dikelola Pemerintah Provinsi Maluku. ”Padahal, lokasi pengolahan gas itu ada di Tanimbar. Kami yang menanggung dampaknya,” ucap Jaflaun.
Sebagaimana Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, besaran PI yang wajib ditawarkan investor kepada daerah sebesar 10 persen dari nilai investasi. Untuk pengelolaannya, hal itu diserahkan kepada pemerintah provinsi dengan tetap menerima masukan dari daerah penghasil sumber daya dan daerah terdampak.
Sebelumnya, Gubernur Maluku Murad Ismail menyurati Fatlolon. Dalam surat itu dikatakan, PI 10 persen akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah PT Maluku Energi Abadi, yang berada di bawah kendali Pemprov Maluku. Dalam hal ini, Kepulauan Tanimbar tidak dilibatkan dengan alasan lokasi gas itu berada di tengah laut dengan jarak di atas 12 mil dari Tanimbar.
Kasrul Selang yang dimintai komentar terkait pertemuan dirinya dengan perwakilan dari Pemkab Tanimbar belum merespons. Padahal, Senin kemarin, Kasrul berjanji memberi penjelasan pascapertemuan tersebut. Ia juga tidak melayani permintaan wawancara awak media seusai pertemuan itu.
Sementara itu, Ketua Fraksi Golkar DPRD Provinsi Maluku Anos Yeremias berharap agar keran dialog antara Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar bisa dibuka kembali. ”Jangan sampai polemik ini merugikan Provinsi Maluku secara umum. Perlu diingat bahwa Blok Masela itu proyek strategis nasional,” ujarnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Lapangan Abadi pada Blok Masela ditemukan pada 1998 dengan cadangan gas terbukti 18,5 triliun kaki kubik (TFC). Direncanakan berproduksi tahun 2027, Blok Masela bakal menghasilkan gas alam cair 9,5 juta ton per tahun dan gas alam 150 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Blok Masela dikelola Inpex Corporation asal Jepang dengan modal 19,8 miliar dollar AS atau setara Rp 267 triliun. Total penerimaan kotor dari Blok Masela akan mencapai 118,4 miliar dollar AS atau hampir Rp 1.600 triliun selama beroperasi (Kompas, 21/2/2020).