Waduk Karangkates Belum Terbebas dari Sampah Plastik
Sampah anorganik masih menjadi salah satu bahan pencemar di Waduk Karangkates di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Diperlukan kerja sama lintas wilayah untuk menanganinya.
Oleh
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sampah anorganik masih menjadi salah satu bahan pencemar di Waduk Karangkates atau Waduk Ir Sutami di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Hasil audit merek yang dilakukan oleh komunitas Environmental Green Society mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, Senin (15/3/2021), menyatakan, keresek masih menjadi sampah plastik dominan di tempat itu.
Brand audit merupakan cara untuk mengetahui merek kemasan produk industri mana saja yang tercecer di lingkungan. Kegiatan brand audit sampah plastik dilakukan di daerah Kecopokan, Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang. Area audit sekitar 15 meter persegi dengan hasil sekitar 10 kilogram sampah plastik yang berhasil dikais.
Hasil audit menyatakan, sampah plastik didominasi oleh keresek tanpa merek. Adapun untuk jenis sampah plastik yang memiliki merek, sebagian besar berasal dari barang produksi perusahaan-perusahaan besar yang sudah ternama.
Plastik yang masuk ke lingkungan, menurut Environmental Green Society, tidak benar-benar terurai, tetapi terfragmentasi menjadi partikel yang lebih kecil (mikroplastik/nanoplastik). ”Banyaknya sampah yang tidak terurus ini menjadi tanggung jawab produsen juga,” ujar Koordinator Environmental Green Society Rafika Aprilianti.
Alaika Rahmatullah dari Tim Publikasi Environmental Green Society mengatakan, hasil audit diharapkan bisa mendorong pemerintah daerah agar bersinergi mengurangi sampah plastik dengan menerapkan regulasi melarang plastik sekali pakai.
Adapun produsen diharapkan bisa mengimplementasikan dan bertanggung jawab akan sampah kemasan produk yang mereka hasilkan. Sementara masyarakat diharapkan bisa memanfaatkan kembali sampah plastik untuk keperluan yang lain.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan membenarkan bahwa plastik menjadi salah satu sampah yang masuk ke waduk. Bahkan, di Bendungan Sengguruh, pihaknya memanen 2.000-3.000 meter kubik sampah per bulan pada musim hujan. Jumlah ini turun saat musim kemarau.
”Dari jumlah itu, 35 persen di antaranya anorganik, seperti plastik, busa, dan stirofoam,” katanya. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena bedungan yang ada dimanfaatkan untuk pertanian, perikanan, dan sumber listrik.
Untuk mengurangi sampah yang masuk ke sungai dan waduk, menurut Raymond, pihaknya berusaha mendorong peningkatan kesadaran masyarakat. Semakin tinggi advokasi terhadap masyarakat, akan semakin baik pula dampaknya bagi lingkungan.
Jika kesadaran masyarakat makin membaik, mereka akan bisa mendorong pemerintah di ketiga daerah, yakni Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu, agar bisa bersinergi menangani sampah secara bersama-sama. Sebab, kalau bicara persampahan, ketiga daerah itu cenderung saling menyalahkan.
Raymond menambahkan, pengelolaan sampah di beberapa tempat masih ada yang sporadis dan belum semua terjangkau oleh sanitasi yang disediakan pemerintah. Akibatnya, sampah yang ada lolos masuk ke sungai. Dia menyinggung bagaimana air lindi di tempat pembuangan akhir di Tlekung, Batu, beberapa waktu lalu bisa bocor dan masuk ke sungai.
Perum Jasa Tirta I tahun ini tengah melakukan penelitian komprehensif tentang mikroplastik dengan menggandeng mahasiswa. ”Harapannya, masyarakat ikut berpartisipasi. Stop buang sampah sembarangan, gunakan mekanisme yang sudah dibangun oleh pemerintah (buang sampah pada tempatnya). Mulai dari hal-hal seperti itu dulu,” katanya.