Polemik pengelolaan ”participating interest” (PI) Blok Masela mencuat. Pemkab Tanimbar, lokasi pengolahan gas, merasa berhak mendapat bagian dari PI itu. Pemprov Maluku menyatakan, Tanimbar tak relevan membicarakan PI.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Polemik pembagian hak pengelolaan participating interest atau PI pada lapangan abadi Blok Masela mencuat. Kabupaten Kepulauan Tanimbar, tempat pengolahan gas itu, merasa berhak mendapatkan bagian yang adil. Namun, harapan mereka itu belum diakomodasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku yang diberi wewenang menangani PI dimaksud.
Senin (15/3/2021) siang, Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon bersama hampir semua anggota DPRD Kepulauan Tanimbar, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan beberapa organinsasi sosial kemasyarakatan mendatangi Kantor DPRD Maluku di Ambon. Mereka diterima dalam forum rapat dengar pendapat yang dipimpin Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury.
Dalam pemaparannya, Fatlolon mengatakan, pihaknya sudah dua kali menyurati Gubernur Maluku Murad Ismail. Mereka meminta agar dilibatkan untuk membicarakan pengelolaan PI. Murad baru merespons setelah ia mengirim surat kedua. Ia menyesalkan jawaban Murad yang menyatakan bahwa Tanimbar tidak relevan membicarakan persoalan PI.
Menurut Fatlolon, Tanimbar merupakan daerah penghasil dan daerah terdampak. Lokasi ladang gas abadi Blok Masela itu berada 155 kilometer dari Pulau Selaru di Tanimbar. ”Selain letak itu, skema pengelolaan gas nanti menggunanan sistem onshore atau di darat. Dan, lokasinya itu ada di Tanimbar. Kami sudah siapkan 1.472 hektar lahan,” kata Fatlolon.
Ia menegaskan, sangat wajar apabila masyarakat Tanimbar meminta untuk mendapatkan porsi yang adil dalam pengelolaan itu. Kehadiran lokasi pengolahan gas membuat daerah itu sangat rentan terdampak sejumlah hal di kemudian hari. Terkait besaran, hal itu masih dapat dibicarakan bersama Pemprov Maluku.
Sebagaimana Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37 Tahun 2016, besaran PI yang wajib ditawarkan investor kepada daerah sebesar 10 persen dari nilai investasi. Untuk pengelolaannya, hal itu diserahkan kepada Pemprov dengan tetap menerima masukan dari daerah penghasil sumber daya dan daerah terdampak.
Isi surat dari Murad untuk Fatlolon yang diperoleh Kompas menyatakan, PI 10 persen itu akan dikelolah oleh badan usaha milik daerah PT Maluku Energi Abadi yang berada di bawah kendali Peprov Maluku. Dalam hal ini, Kepulauan Tanimbar tidak dilibatkan dengan alasan lokasi gas itu berada di tengah laut dengan jarak di atas 12 mil dari Tanimbar.
Sekretaris Daerah Maluku Kasrul Selang yang dimintai penjelasan terkait surat gubernur itu menyatakan, pihaknya belum bisa berpendapat. ”Nanti setelah pertemuan bersama Bupati (Fatlolon) dan rombongannya, baru kami akan berikan komentar,” kata Kasrul. Belum ada kepastian waktu pertemuan dimaksud.
Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Jaflaun O Batlayeri mengatakan, mereka akan tetap memperjuangkan hak mereka. Jika tidak bisa diakomodasi, mereka akan berjuang hingga ke kementerian, bahkan ke Presiden Joko Widodo. ”Kami berharap semua bisa kita selesaikan di sini secara kekeluargaan sebagai sesama orang Maluku,” ucapnya.
Sementara itu, Lucky Wattimury berjanji akan mencari jalan keluar terbaik. Ia akan menyampaikan aspirasi masyarakat Tanimbar itu kepada pemerintah. Ia mendorong agar komunikasi antara Pemkab Tanimbar dan Pemprov Maluku dibuka dan dicari titik temu. Menurut dia, polemik semacam itu dapat menghambat rencana pengelolaan Blok Masela ke depan.
Kami berharap semua bisa kita selesaikan di sini secara kekeluargaan sebagai sesama orang Maluku.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, lapangan abadi di Blok Masela ditemukan pada 1998 dengan cadangan gas terbukti 18,5 triliun kaki kubik (TFC). Direncanakan berproduksi tahun 2027, Blok Masela bakal menghasilkan gas alam cair 9,5 juta ton per tahun dan gas alam 150 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Blok Masela dikelola Inpex Corporation asal Jepang dengan modal 19,8 miliar dollar AS atau setara Rp 267 triliun. Total penerimaan kotor dari Blok Masela akan mencapai 118,4 miliar dollar AS atau hampir Rp 1.600 triliun selama beroperasi (Kompas, 21/2/2020).