Rumah Tenun Pontianak Jadi Momentum Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi
Keberadaan rumah produksi tenun di Pontianak, Kalimantan Barat, diharapkan menjadi momentum mengembangkan pariwisata dan ekonomi masyarakat.
PONTIANAK, KOMPAS — Kampung Tenun di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, telah memiliki rumah produksi tenun. Keberadaan rumah produksi tenun tersebut diharapkan menjadi momentum mengembangkan pariwisata dan ekonomi masyarakat.
Rumah produksi tenun tersebut dibangun sejak 2020 dan diresmikan pada Senin (15/3/2021) oleh Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan. Rumah produksi tenun yang berbentuk rumah panggung tersebut terletak di Kampung Tenun, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara.
Bahasan menuturkan, rumah produksi tenun merupakan tindak lanjut diresmikannya Kampung Tenun pada 2018. ”Ini momentum mengembangkan pariwisata dan menghasilkan produk-produk unggulan. Selain itu, diharapkan berdampak pada perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Lokasi ini juga didukung infrastruktur yang layak sehingga menarik bagi pengunjung, baik dari dalam maupun luar Kota Pontianak. Apalagi, kampung tenun diapit oleh destinasi wisata lain di Pontianak, salah satunya Tugu Khatulistiwa.
Dengan demikian, keberadaan rumah produksi tenun diharapkan juga berdampak pada penghidupan masyarakat yang lebih baik. Apalagi, pandemi Covid-19 berdampak pada ekonomi masyarakat. ”Rumah produksi tenun ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan Kota Pontianak di era pandemi,” kata Bahasan.
Kelurahan Batu Layang merupakan lokasi program peningkatan penghidupan masyarakat berbasis komunitas melalui akivitas tenun di Gang Sambas Jaya. Pembangunan rumah produksi tenun merupakan kolaborasi berbagai pihak, antara lain Pemkot Pontianak, Balai Prasarana Permukiman Wilayah Kalbar melalui program Kotaku, dan kelompok swadaya masyarakat.
Kota Pontianak memiliki berbagai etnis. Setiap etnis memiliki berbagai ciri khas kain tenun. Rumah produksi tenun ini pun diharapkan bisa mengakomodasi etnis-etnis yang memiliki produksi kain tenun. Dinas terkait diminta selalu memantau apa saja yang diperlukan di Kampung Tenun.
Potensi tenun Kota Pontianak sangat besar untuk dijadikan sumber pendapatan masyarakat.
Kepala Balai Prasarana Perumahan Wilayah Kalbar Deva Kurniawan Rahmadi menuturkan, program Kotaku merupakan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah. Program itu didesain tidak hanya untuk menyelesaikan masalah kekumuhan kota, tetapi juga mendorong terciptanya peningkatan perekonomian masyarakat pada era pandemi Covid-19.
Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan masyarakat dalam rangka meningkatkan perekonomian bangsa. ”Potensi tenun Kota Pontianak sangat besar untuk dijadikan sumber pendapatan masyarakat. Rumah produksi tenun ini seluas 8 meter x 16 meter. Selain itu, dilengkapi dengan jalan lingkungan dan tempat parkir,” ujar Deva.
Jumlah perajin di Kampung Tenun sebanyak 30 orang dengan produksi 1.440 lembar per tahun. Nilai produksinya sekitar Rp 1,5 miliar per tahun. Dengan dukungan infrastruktur yang sudah dibangun, produksi diharapkan dapat meningkat menjadi 2.100 lembar per tahun dengan nilai produksi sekitar Rp 2 miliar.
Dia menambahkan, infrastruktur yang sudah ada perlu pemeliharaan agar terjaga keberlanjutannya. Untuk itu, Deva mendorong berbagai pihak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya infrastruktur tersebut agar bisa dipergunakan dengan produktif. Selain itu, diharapkan ada peningkatan promosi, pelatihan-pelatihan vokasional kepada para perajin, dan pelatihan manajemen sehingga bisa menjadi bisnis yang maju.
Kurniati (42), koordinator perajin tenun di Kampung Tenun, menuturkan, ia bersyukur memiliki rumah produksi tenun. Saat ada kunjungan tamu dalam jumlah besar, mereka bisa diarahkan ke rumah produksi tenun. Begitu pula jika ada siswa yang magang, misalnya untuk penelitian, praktik, dan kewirausahaan. Di rumah produksi tenun juga akan dipajang produk-produk karya para perajin sehingga dapat dilihat pengunjung.
Baca juga : Festival Museum Kalbar Panggungkan Wastra dan Budaya Lokal
Para perajin di Kampung Tenun pada umumnya memproduksi tenun songket Sambas. Selain itu, ada juga kain corak insang. Para kerajin di Kampung Tenun menenun dengan alat tradisional.
Kekhasan tenun corak insang Pontianak adalah motifnya, yakni insang. Selain itu, teknik menenunnya juga menggunakan alat tenun gantung, yakni teknik menenun tertua. Corak insang identik dengan kehidupan masyarakat di tepi sungai. Sungai juga merupakan sumber ekspresi budaya masyarakat.
Inspirasi terbentuknya corak insang itu konon dari kisah ibu-ibu di pinggiran sungai saat melihat riak-riak Sungai Kapuas yang menghasilkan gelombang. Maka, pada tenun corak insang juga ada sentuhan menyerupai gelombang. Kemudian, garis insang pada kain terinspirasi dari insang ikan.
Tenun kehidupan
Sejumlah etnis di Kalbar memiliki ciri khas tenun.Perajin kain tenun tidak hanya di Pontianak, tetapi juga di kabupaten lain. Di Kabupaten Sintang, misalnya, ada tenun ikat Sintang. Perajin tenun ikat Sintang adalah masyarakat Dayak yang tinggal di rumah betang (rumah adat suku Dayak) Ensaid Panjang. Kompas pernah mengunjungi para perajin di pedalaman Kalbar tersebut.
Wastra tersebut bisa juga dikatakan sebagai tenun kehidupan. Sebagai contoh, tenun ikat Sintang yang bukan sekadar guratan tangan semata, melainkan juga sebuah replika kehidupan. Mulai dari proses pembuatan hingga motif pada kain mengandung kisah kehidupan dan spiritualitas warisan nenak moyang suku Dayak Desa.
Kain kumbu dengan berbagai motif tiang kebuk itu menjadi lambang kebahagiaan atau kesuksesan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Di rumah betang Ensaid Panjang, misalnya, terdapat jenis kain pua/kumbu. Disebut kumbu karena seukuran selimut. Kumbu adalah selimut dalam bahasa lokal. Kain kumbu termasuk jenis yang tua.
Jenis kumbu memiliki beberapa motif yang berkisah tentang lingkungan masyarakat dan kehidupan, salah satunya motif perahu. Perahu merupakan alat transportasi yang penting bagi masyarakat Dayak di sekitar sungai untuk bepergian ke kebun dan ladang. Selain itu, juga digunakan saat mencari sayur-mayur.
Ada pula motif tiang kebuk atau tiang penyangga rumah betang. Dalam membuat tiang penyangga, masyarakat bergotong royong. Kain kumbu dengan berbagai motif tiang kebuk itu menjadi lambang kebahagiaan atau kesuksesan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Motif itu juga memberikan pesan kepada pemuda, jika ingin menikah, harus sudah bisa membangun rumah dan menjadi pengayom bagi istri dan anak-anak kelak.
Jenis tenun tua lainnya adalah kebat yang biasanya dijadikan sarung dan kain dalam berbagai ritual. Kain kebat juga memiliki beberapa motif, salah satunya motif encerebung. Motif itu terletak di ujung kain, berbentuk guratan runcing menyerupai ujung rebung. Motif itu mengawali dan mengakhiri motif induk tenun. Setelah ada motif encerebung di tepi kain, biasanya ada motif induk di tengah kain.
Di sisi kiri dan kanan kain ada pula motif langgai uwi. Langgai uwi merupakan tumbuhan yang dipakai nenek moyang untuk mengikat tiang rumah betang supaya kuat dan tahan lama. Pesan moral motif dalam kain adalah memberikan manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia. Kain kumbu dan kebat disebut tenun tua karena diwariskan kepada para perajin di rumah panjang Ensaid Panjang secara turun-temurun. Ada perajin yang mulai diajari menenun sejak sekitar usia 12 tahun.
Baca juga : Tenun Kehidupan dari Betang Ensaid Panjang
Beberapa perajin di rumah panjang juga menenun motif yang memiliki kekuatan magis, khususnya motif buaya. Yang boleh menenun motif binatang biasanya hanya petenun yang sudah tua dan tidak menikah. Sebab, konsekuensinya besar. Bahkan, tenun motif binatang dibuat berdasarkan petunjuk mimpi. Tenun itu harus dijadikan bantal terlebih dahulu selama tiga malam.
Jika petunjuk mimpi bagus, proses menenun dilanjutkan. Itu pun setelah tenun selesai, petenun harus membuat sesajen yang berfungsi menolak bala. Sebaliknya, jika petunjuk dalam mimpi tidak bagus, biasanya proses dihentikan. Jika tetap dilanjutkan, diyakini petenun akan mendapat kesulitan dalam kehidupan.