AHB, seorang bandar narkoba yang bebas berbisnis bak penjual pulsa, dibekuk aparat di Tual, Maluku. Rekam jejak AHB hampir mirip sosok Taha Bemamud dalam film ”District 13” yang disutradarai Pierre Morel.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Tual, kota kecil berpenduduk sekitar 70.000 jiwa di Maluku, heboh dengan penangkapan AHB, seorang bandar sabu. Bagi banyak kalangan di kota itu, bisnis narkoba AHB bukan lagi cerita baru. Dengan dukungan para loyalis dan tak tersentuh aparat, AHB seolah berkuasa di zona tanpa penegakan hukum yang pasti, hampir mirip cerita sutradara Pierre Morel dalam film District 13.
AHB digambarkan seperti Taha Bemamud yang diperankan Bibi Naceri dalam film yang rilis tahun 2004 tersebut. Dikisahkan, Taha dikelilingi para loyalis siap mati. Bahkan, ketika ia diseret ke kantor polisi bersama barang bukti narkoba oleh Leito yang diperankan David Belle, polisi tak dapat berbuat banyak. Taha dilepas pergi bersama barang narkoba itu. Malah Leito yang dipenjara. Hukum tak bertaji di depan bandar narkoba.
AHB sendiri tinggal di Jalan Pattimura, Kota Tual. Di sepanjang jalan masuk, sekitar tempat tinggal, dan beberapa titik strategis, ia memasang mata-mata. Mereka memantau pergerakan orang yang mencurigakan, termasuk jika ada aparat intelijen yang ingin mendekati kompleks tersebut. ”CCTV (mata-mata) berlapis,” ujar Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Maluku Brigadir Jenderal (Pol) MZ Muttaqien, dalam wawancara dengan Kompas.
Karena itu, menggerebek AHB di rumahnya bukanlah perkara mudah. Petugas akan berhadapan dengan para loyalis yang tak gentar membela dengan segala risiko. Jika dipaksakan, potensi bentrokan sangat tinggi. Barang bukti narkoba bisa hilang dan AHB lari sebelum petugas menangkapnya. Operasi bakal berujung sia-sia. BNNP Maluku lalu mencari cara lain dengan mempelajari pergerakan AHB.
Merasa dikelilingi loyalis dan tidak tersentuh aparat penegak hukum, AHB menjual narkoba secara bebas. Muttaqien menyebutnya seperti menjual pulsa telepon saja. Salah satu kelemahan AHB adalah ia kerap bertemu langsung dengan pembeli. Tim yang ditugaskan Muttaqien lalu menyiapkan strategi untuk menjebak AHB. ”Kami persiapkan itu selama lebih kurang empat bulan lamanya,” ujar Muttaqien.
Hari dan jam pun tiba. AHB masuk dalam perangkap. Ia ditangkap di Jalan Watdek, Langgur, ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara, Kamis (11/3/2021) sekitar pukul 17.30 WIT. Ia ditangkap bersama barang bukti satu paket sabu. Letak Langgur dan Tual berimpitan, terpisah oleh sebuah jembatan pendek. Dua kota itu menjadi daerah operasi AHB bersama jaringannya.
Langgur dan Tual berada di Kepulauan Kei, tenggara Maluku, yang dicapai dari Ambon dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam menggunakan pesawat propeler jenis ATR 72. Dengan menggunakan kapal laut milik PT Pelni, butuh waktu lebih kurang 26 jam. Untuk ukuran Maluku, kedua daerah itu tergolong cukup ramai setelah Ambon.
Penangkapan AHB menjadi pintu masuk untuk menggeledah rumahnya yang diduga menjadi tempat penyimpanan narkoba. Tim BNNP Maluku langsung berkoordinasi dengan Kepolisian Resor Tual untuk meminta bantuan personel pengamanan. Tim pun bergerak menuju rumah AHB dengan waktu tempuh kurang dari 10 menit.
Tim masuk kompleks permukiman, warga gempar. Tim berhasil masuk ke dalam rumah dan melakukan penggeledahan. Mereka menemukan sebuah brankas dan meminta AHB untuk membukanya. Tim memang mencari bukti yang menguatkan posisi AHB sebagai bandar narkoba. Bukti satu paket sabu saat penangkapan memang belum cukup kuat.
Di dalam brankas itu terdapat satu paket sabu ukuran besar, uang tunai Rp 11 juta, dan 10 paket sabu ukuran kecil. Juga satu alat timbangan digital, 4 telepon seluler, 4 alat isap sabu, 3 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000, dan 2 alat komunikasi HT (handy talky). Sudah cukup bukti untuk menjerat AHB sebagai bandar narkoba, tim pun memutuskan pergi.
Namun, insiden terjadi. Puluhan loyalis AHB sudah terkonsolidasi. Mereka melakukan perlawanan dengan menghadang tim gabungan. Mereka melempari petugas dengan batu. Akibatnya, dua mobil dan satu motor rusak. Berdasarkan foto yang diterima Kompas, kaca depan mobil retak. Ban mobil pun hancur. Setelah drama mencekam itu, tim gabungan berhasil membawa AHB beserta semua barang bukti keluar daerah tersebut.
Bagi para pengedar, pelabuhan merupakan jalur yang aman karena tak ada pemeriksaan di pintu kedatangan.
Foto dampak perlawanan loyalis AHB itu dikirim Muttaqien. Saat diminta foto AHB bersama barang bukti, Muttaqien mengatakan, semua itu akan dihadirkan kepada awak media dalam konferensi pers yang menurut rencana digelar pada Selasa (16/3/2021). Ia juga tidak menjelaskan lebih detail sejumlah pertanyaan mengenai insiden tersebut.
Menurut Muttaqien, AHB menjalankan bisnis narkoba itu sekitar empat tahun terakhir. Ia memperoleh narkoba dari salah satu kota di Sulawesi. Narkoba itu dibawa masuk ke Tual melalui pelabuhan laut. Bagi para pengedar, pelabuhan merupakan jalur yang aman karena tak ada pemeriksaan di pintu kedatangan.
Lalu, mengapa AHB begitu bebas berdagang narkoba bak penjual pulsa? Apalagi, itu dilakukan di kota kecil dan sudah diketahui banyak kalangan, termasuk institusi penegak hukum. Apakah ada ”bekingan” dari oknum aparat keamanan? ”Itu masih kami dalami,” ujar Muttaqien yang menganggap ada yang tidak beres di balik begitu berkuasanya AHB di kota kecil tersebut.
Di media sosial, penangkapan AHB dan cerita tentang bisnis narkoba yang dijalaninya menjadi perbicangan hangat di sejumlah grup Facebook. ”Wah, repot itu. Rusak generasi Maluku, khususnya Kota Tual,” komentar seorang warganet. ”Kalau sudah jual bebas begitu, Kota Tual mau jadi apa?” timpal warganet lainnya.
Seorang mantan pengguna narkoba menuturkan, peredaran narkoba di Kota Tual memang sudah berlangsung lama. Selain melalui kapal penumpang, narkoba masuk dibawa kapal-kapal ikan. Tual merupakan sentra perikanan di Maluku. Sebelum penertiban sektor perikanan tahun 2014, banyak kapal ikan asing, termasuk dari China, bebas masuk Tual.
Langkah berani yang dilakukan oleh BNNP Maluku perlu diapresiasi. Mereka bisa membongkar bisnis narkoba yang selama ini berlangsung tanpa tersentuh aparat penegak hukum. Bagaimanapun, negara, dengan segala kewenangan, jangan sampai kalah, apalagi tunduk kepada pengedar yang begitu bebas bertindak seperti Taha Bemamud dalam film District 13 itu.