Penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran pada program peremajaan tanaman sawit. Saat ini, proses hukum masuk tahap penyidikan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Ombudsman Perwakilan Aceh berharap dugaan penyalahgunaan anggaran program peremajaan sawit di Aceh diusut tuntas karena merugikan petani sawit dan negara.
Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh Taqwaddin Husin, Minggu (14/3/2021), menuturkan, kasus itu harus diusut dari hulu ke hilir agar siapa pun yang terlibat diproses hukum.
”Kami meminta kepada pihak Kejaksaan Tinggi Aceh agar melakukan penyidikan mendalam dari hulu hingga ke hilir. Mulai pengambil kebijakan hingga implementasi anggaran,” kata Taqwaddin.
Program replanting atau peremajaan tanaman sawit untuk petani di Aceh menggunakan anggaran dari Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), di bawah Kementerian Keuangan. Anggaran itu merupakan pungutan dana ekspor minyak sawit mentah.
Kami meminta kepada pihak Kejaksaan Tinggi Aceh agar melakukan penyidikan mendalam dari hulu hingga ke hilir. Mulai pengambil kebijakan hingga implementasi anggaran. (Taqwaddin)
Program peremajaan sawit di Aceh dilakukan pada 2018, 2019, dan 2020. Total anggaran selama tiga tahun Rp 684,8 miliar. Pada 2018, Aceh mengusulkan lahan sawit rakyat yang diremajakan mencapai 12.258 hektar. Besaran biaya peremajaan Rp 25 juta per hektar.
Kepala Kejati (Kajati) Aceh Muhammad Yusuf menuturkan, penggunaan dana tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan. Penyidik menemukan proses verifikasi penerima manfaat tidak sesuai dengan aturan.
”Adanya tumpang tindih hak atas lahan para pengusul dan penerima manfaat program,” kata Yusuf.
Keterangan petani
Penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran pada program itu. Saat ini proses hukum masuk tahap penyidikan. Penyidik meminta keterangan dari petani, pejabat dinas perkebunan provinsi, dan perwakilan Kementerian Keuangan.
Penggunaan dana tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan. Penyidik menemukan proses verifikasi penerima manfaat tidak sesuai dengan aturan. (Muhammad Yusuf)
Peremajaan sawit rakyat dilaksanakan oleh petani melalui kelompok tani, gabungan kelompok tani, dan koperasi. Prosesnya diusulkan kepada dinas perkebunan kabupaten dan diverifikasi oleh dinas perkebunan provinsi.
Hasil verifikasi dinas perkebunan provinsi diteruskan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian untuk ditetapkan nama penerima. Berdasarkan data itu, BPDPKS mengirimkan anggaran kepada calon penerima.
Penyidik masih menghitung potensi kerugian negara dan mengumpulkan bukti-bukti lain. Belum ada tersangka, tetapi Yusuf mengatakan, siapa pun yang terlibat akan ditindak hukum.
Lokasi kebun rakyat yang diusulkan adalah 1.502 hektar di Kabupaten Nagan Raya, 950 hektar di Aceh Singkil, 1.110 hektar di Aceh Barat, 1.650 hektar di Aceh Utara, 1.200 hektar di Aceh Timur, 3.176 hektar di Aceh Tamiang, dan 2.670 hektar di Aceh Jaya.
Rata-rata usia tanaman sawit rakyat lebih dari 25 tahun sehingga melewati masa produktif. Peremajaan kelapa sawit rakyat sangat perlu untuk meningkatkan produktivitas.
Sebelumnya, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Aceh Sabri Basyah mengatakan, produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) Aceh jauh di bawah rata-rata nasional disebabkan luas tanam tidak bertambah dan banyak tanaman milik rakyat yang tidak dirawat dengan baik. Produksi CPO di Aceh hanya 2 ton per hektar dari seharusnya mencapai 3 ton lebih.
Selain kurang perawatan, pemilihan bibit juga tidak selektif sehingga berpengaruh pada produksi. Melalui program peremajaan tersebut, petani akan mendapatkan pendampingan dari pemilihan bibit hingga perawatan.
Dari 400.000 hektar luas tanam kelapa sawit di Aceh, separuhnya kebun rakyat dan separuhnya lagi milik perusahaan. Menurut Sabri, kendala biaya menjadi penyebab utama petani tidak meremajakan tanaman.