1.350 Personel TNI Antisipasi Penyelundupan Senjata di Perbatasan RI-PNG
Personel TNI perketat pengawasan di wilayah perbatasan Indonesia dan Papua Niugini untuk mencegah penyelundupan senjata api serta amunisi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak 1.350 personel TNI Angkatan Darat resmi bertugas dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Papua Niugini mulai Jumat (12/3/2021). Para personel ini tidak hanya bertugas dalam pengamanan teritorial, tetapi juga mengantisipasi maraknya penyelundupan senjata api dan amunisi di perbatasan.
Hal itu disampaikan Komandan Korem 172/Praja Wira Yakthi Brigadir Jenderal Izak Pangemanan, di Jayapura, Minggu (14/3/2021). Izak mengatakan, 1.350 personel ini berasal dari tiga batalyon, yakni Batalyon Infanteri 131/BRS, Batalyon Infanteri Mekanis 512/QY, dan Batalyon Infanteri 403/WP.
Tiga batalyon ini bertugas di tiga daerah Papua yang berbatasan dengan Papua Niugini (PNG), antara lain Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Pegunungan Bintang.
Ia memaparkan, salah satu tugas penting yang diemban satuan tugas ini yakni mencegah masuknya senjata api dan amunisi dari PNG ke wilayah Papua. Hal tersebut berkaca dari sejumlah kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan anggota TNI di perbatasan.
Sebelumnya, anggota Batalyon Infanteri Raider 100/PS menggagalkan dua kasus penyelundupan senjata dan amunisi di Distrik Manem, Keerom, pada 21 dan 30 September 2020. Kejadian ini terungkap saat anggota melaksanakan patroli di wilayah tersebut.
Anggota Batalyon Infanteri Raider 100/PS menyita sejumlah komponen yang dirakit untuk senjata laras panjang, satu pucuk senjata laras pendek, 41 butir amunisi kaliber 5,56 milimeter, 26 butir amunisi kaliber 9 milimeter, 3 butir amunisi kaliber 38 milimeter, dan 1 butir amunisi kaliber 7,62 milimeter.
Pelaku menyiasati dengan membawa sejumlah komponen senjata api dalam beberapa kali perjalanan.
”Kami mengapresiasi Batalyon Infanteri Raider 100/PS selama delapan bulan bertugas di Papua. Mereka berhasil menggagalkan penyelundupan senjata api dan amunisi,” kata Izak.
Ia menuturkan, dari kasus di Keerom, terungkap modus pelaku tidak membawa senjata dalam kondisi utuh. Namun, pelaku menyiasati dengan membawa sejumlah komponen senjata api dalam beberapa kali perjalanan.
”Aksi ini adalah motif baru dalam penyelundupan senjata api. Kemungkinan para pelaku akan merakit komponen senjata di tempat tujuan atau untuk menggantikan bagian senjata yang rusak,” ujar Izak.
Ia pun mengakui, belum semua wilayah perbatasan bisa diawasi dengan baik karena kondisi geografis yang sangat luas. Hanya terdapat tiga batalyon Satgas Pamtas yang mengamankan batas darat antara tiga daerah di Indonesia dan PNG sepanjang 430 kilometer.
Izak pun berharap masyarakat bisa ikut ambil bagian dalam pengawasan perbatasan negara agar wilayah perbatasan bisa aman dan terbebas dari berbagai aktivitas ilegal. ”Kami meminta masyarakat juga berkontribusi untuk melaporkan kepada aparat keamanan jika menemukan oknum yang berupaya menyelundupkan barang ilegal ke wilayah Indonesia,” ucapnya.
Sementara itu, Komandan Yonif Raider 100/PS Mayor (Inf) M Zia Ulhaq menuturkan, pihaknya menangkap tiga orang dalam kasus penyelundupan senjata dan amunisi di Keerom. Para pelaku telah diserahkan kepada pihak yang berwajib.
”Para pelaku mengaku menggunakan senjata dan amunisi untuk kegiatan berburu hewan di hutan. Namun, kami tidak langsung memercayai alasan mereka karena dari jenis senjata dan amunisi bukanlah untuk berburu,” ungkap Zia.
Diketahui dari hasil penelitian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 2011 dan 2018, terdapat tiga titik pintu masuk penyelundupan amunisi dan senjata api ke Papua. Ketiga pintu masuk itu melalui jalur darat, laut, dan udara.
Tiga pintu masuk itu merupakan daerah perbatasan Papua dan Papua Niugini, Kota Sorong, serta Kota Mimika. Pemetaan itu berdasarkan hasil investigasi Komnas HAM pada 2011 dan 2018.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey mengatakan, penyelundup memakai jalan tikus di perbatasan RI-PNG. ”Perbatasan yang dilalui di antaranya daerah Skouw-Wutung di Kota Jayapura, daerah Sota di Merauke, dan Pegunungan Bintang,” papar Frits.
Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM), Sebby Sambom, mengatakan, mereka dengan mudah mendapatkan amunisi dan senjata api sejak 2006. Dana untuk itu dikatakan menggunakan dana OPM sendiri dan sumbangan dari sejumlah donatur yang peduli dengan perjuangan Papua untuk meraih kemerdekaan.
Pihak yang ditugaskan untuk membeli senjata dan amunisi adalah simpatisan OPM yang bermukim di ibu kota sejumlah kabupaten di Papua, misalnya Mimika dan Nabire. ”Kami mudah mendapatkan amunisi dan senjata api dari sejumlah daerah, seperti Ambon. Sebab, kami tahu pihak yang menjual amunisi dan senjata api sangat membutuhkan uang untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari,” ujar Sebby.
Sebby menyatakan, OPM kini memiliki sekitar 1.000 pucuk senjata api, baik dari hasil pembelian maupun hasil rampasan dari anggota TNI-Polri. Senjata ini tersebar di 33 kelompok militer OPM.