Sempat Terlibat Konflik dengan Masyarakat, Harimau Dilepasliarkan di Aceh
Di sekitar lokasi yang menjadi tempat pelepasliaran juga telah dilakukan operasi sapu jerat oleh tim Balai Besar TNGL untuk mengantisipasi dan meminimalkan ancaman dari jerat.
Oleh
NIKSON SINAGA dan ZULKARNAINI
·2 menit baca
BLANGKEJEREN, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh melepasliarkan seekor harimau sumatera di Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues, Aceh, Sabtu (13/3/2021). Harimau itu sebelumnya ditangkap di Kabupaten Aceh Singkil karena terjadi konflik dengan manusia setelah ternak warga dimangsa.
”Harimau sumatera bernama Suro itu keadaannya sehat dan berhasil dilepasliarkan di TNGL di sekitar Gayo Lues,” kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto.
Agus mengatakan, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) itu berjenis kelamin jantan dengan usia 5-6 tahun dan berat badan lebih kurang 100 kilogram. Satwa itu dievakuasi pada Desember 2020 dari Aceh Singkil dengan perangkap jebak (box trap).
Sebelum dilakukan pelepasliaran, harimau sumatera itu dititipkan sementara ke Balai Besar KSDA Sumut di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara. Hal itu untuk memberikan kenyamanan serta untuk observasi lebih lanjut oleh tim medis.
Kajian kelayakan lokasi pelepasliaran juga dilakukan oleh tim untuk menemukan tempat yang paling tepat. Pelepasliaran di salah satu tempat di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser ini dipilih berdasarkan kajian yang dilakukan Balai Besar TNGL, Wildlife Conservation Society-Indonesian Program, Forum Konservasi Leuser, dan masukan para pihak yang memiliki keahlian teknis tentang harimau sumatera.
Penentuan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan kajian populasi, keberadaan satwa mangsa, dan ancaman. Di sekitar lokasi yang menjadi tempat pelepasliaran juga telah dilakukan operasi sapu jerat oleh tim Balai Besar TNGL untuk mengantisipasi dan meminimalkan ancaman dari jerat.
Harimau sumatera bernama Suro ini keadaannya sehat dan berhasil dilepasliarkan di TNGL di sekitar Gayo Lues.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Hayati Indra Exsploitasia menyampaikan, mereka mengapresiasi semua pihak yang mendukung pelepasliaran yang merupakan bentuk kolaborasi multipihak dalam upaya pelestarian harimau sumatera.
”Mitigasi dan penanganan konflik satwa liar harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah dalam mendukung konservasi satwa liar,” katanya.
Bupati Gayo Lues Muhammad Amru mengatakan, konservasi harimau sumatera sangat penting dalam upaya menjaga dan mempertahankan populasi yang berada di kawasan TNGL.
”Saya mengimbau masyarakat di sekitar kawasan TNGL yang juga merupakan habitat harimau sumatera untuk bersama-sama menjaga kelestarian harimau dengan cara tidak memasang jerat, racun, dan perburuan,” katanya.
Aktivitas tersebut, menurut Amru, membuat konflik harimau sumatera dengan manusia semakin tinggi. Konflik juga menimbulkan kerugian ekonomi hingga korban jiwa baik manusia atau satwanya.
Pendiri Barumun Nagari Wildlife Sanctuari Henry Sukaya mengatakan, relokasi harimau harus menjadi jalan terakhir dalam penanganan satwa. Konflik satwa bisa dihindari jika habitat harimau sumatera masih cukup baik dengan mangsa yang masih mencukupi.