Polisi Periksa 22 Saksi Kecelakaan Maut di Sumedang
Kecelakaan maut di Tanjakan Cae, Kecamatan Wado, Sumedang, Jawa Barat, Rabu (10/3/2021), merenggut 29 korban jiwa. Penyelidikan oleh polisi pun masih terus berlanjut, di antaranya dengan memeriksa 22 saksi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kecelakaan bus pariwisata yang menewaskan 29 penumpang beserta pengemudi di Tanjakan Cae, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, masih dalam penyelidikan polisi. Sebanyak 22 saksi diperiksa.
Kepala Kepolisian Resor Sumedang Ajun Komisaris Besar Eko Prasetyo Robbyanto menuturkan, pihaknya masih mendalami kasus kecelakaan yang terjadi pada Rabu (10/3/2021) petang tersebut. Pemeriksaan para saksi masih dilanjutkan, mulai dari penumpang yang selamat hingga warga di lokasi kejadian. ”Potensi tersangka akan diinformasikan dalam waktu dekat,” ujarnya saat dihubungi di Bandung, Jumat (12/3/2021).
Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Sumedang Ajun Komisaris Eryda Kusumah menambahkan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 22 saksi hingga Jumat ini. Berdasarkan keterangan yang dikumpulkan, bus diperkirakan baru memasuki jalur Wado dalam perjalanan pulang untuk menghindari kemacetan di jalur utama.
”Dari keterangan awal, bus ini berangkat melalui jalur utama di Garut sesuai agenda kegiatan. Bangkai bus sudah diangkat dengan menggunakan dua mobil crane dan satu truk derek besar. Sekarang busnya sudah ada di markas. Pemeriksaan masih berlanjut dan masih mencari titik terang,” ujarnya.
Pengamat transportasi Universitas Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, berpendapat, manajemen perusahaan bus pariwisata perlu dibenahi agar kejadian serupa tidak terulang. Dia menuturkan, setiap perusahaan minimal memiliki lima bus dengan pengawasan dan pemeriksan ketat dan rutin.
”Faktor manajemen perlu dibenahi. Pemerintah harus memeriksa dan menindak perusahaan pariwisata abal-abal. Kalau satu perusahaan hanya punya satu bus, mereka akan memaksimalkan keuntungan dengan satu kendaraan itu, bahkan mengabaikan prinsip-prinsip keselamatan,” ujarnya.
Prinsip-prinsip keselamatan yang menjadi perhatian antara lain kondisi kendaraan dan pengemudi. Perusahaan yang hanya memiliki satu kendaraan hanya menggantungkan satu jadwal dan tidak ada pengemudi cadangan.
”Standarnya setiap pengendara itu maksimal delapan jam dalam sehari. Karena itu, setidaknya ada satu sopir cadangan yang menggantikan dan sopir lainnya beristirahat,” ujar Djoko.
Djoko melanjutkan, jumlah pengemudi yang minim pengalaman pun merupakan dampak manajemen yang tidak profesional. Bahkan, standar prosedur seperti sopir cadangan di setiap perjalanan harian juga tidak diperhatikan. Karena itu, tindakan tegas dari pemerintah diperlukan mengingat perjalanan pariwisata kerap membawa puluhan orang.
Menurut dia, Kementerian Perhubungan perlu memaksimalkan 25 balai pengelola transportasi darat (BPTD) dalam menindak perusahaan bus pariwisata yang tidak menuruti aturan. Semua perusahaan diwajibkan untuk terdaftar dan memenuhi aturan standar demi keamanan penumpang dan pengguna jalan.