Pembangunan trotoar baru di Kota Ambon memunculkan kontroversi. Permukaan ubin yang licin dan tidak ramah difabel dikeluhkan warga. Alih-alih memperindah kota, trotoar baru itu malah berpotensi membahayakan warga.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Lebih dari sebulan lalu, trotoar di jalanan Kota Ambon, Maluku, dibongkar. Trotoar yang belum berumur lima tahun itu sebetulnya masih nyaman digunakan. Permukaannya relatif kasar, terbuat dari campuran semen dan pasir, lalu ditaburi kerikil halus. Intinya, ramah untuk hampir semua jenis alas kaki. Namun, kini trotoar penggantinya malah menjadi potensi bahaya.
Trotoar yang dihancurkan itu berada di pusat kota, sekitar Lapangan Merdeka, Monumen Gong Perdamaian Dunia, Taman Pattimura, sepanjang Jalan Telukabessy, jalan menuju Pasar Mardika, dan sebagian Jalan Rijali. Ruas itu merupakan jalur lalu lintas pejalan kaki paling padat di Ambon, kota berpenduduk sekitar 400.000 jiwa.
Setelah trotoar dihancurkan, proses pengerjaan trotoar baru pun dimulai. Perbaikan trotoar itu merupakan proyek Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Maluku. Padahal, biasanya proyek infrastruktur tata kota dikerjakan Pemerintah Kota Ambon. Tidak diketahui pasti berapa besar anggaran proyek trotoar saat ini. Di lokasi proyek tak ada papan informasi proyek.
Masyarakat mulai kaget setelah pemasangan ubin untuk permukaan trotoar baru itu. Ubin tersebut berwarna-warni dan ada logo ”Ambon City of Music”. Jelas ubin dimaksud dipesan secara khusus. Namun, yang mengagetkan, permukaan ubin itu licin sehingga dapat membahayakan pejalan kaki.
Di media sosial, isu trotoar licin itu mulai mencuat pekan lalu dan ramai diperbincangkan publik. Ratusan warganet terpantau membicarakan hal itu. Bahkan, banyak di antara mereka yang menceritakan pengalaman terjatuh saat melewati trotoar tersebut.
Geva Maturan, pengguna akun Facebook yang berdomisili di Desa Soya, menuturkan, dirinya terjatuh saat berjalan di trotoar depan Swalayan Citra yang berada di Jalan Telukabessy. Saat terjatuh, ibu rumah tangga yang berusia 42 tahun itu hampir terperosok ke dalam got yang berada di samping trotoar.
Pengalaman serupa diceritakan Elis Rehatta (30), ibu rumah tangga di Kelurahan Amantelu. Elis hampir jatuh di trotoar depan monumen Gong Perdamaian Dunia. ”Apa gunanya kalau trotoar warna-warni, tapi membahayakan masyarakat,” ujarnya. Dan, masih banyak lagi keluhan warga saat ditemui dan curhatan mereka di media sosial.
Kompas coba menemui pekerja trotoar untuk menanyakan pendapat mereka. Seorang tukang yang sedang memasang ubin warna-warni itu secara blak-blakan menyatakan dirinya tidak setuju dengan penggunaan ubin tersebut. ”Ini cocoknya dipasang di rumah. Tidak cocok di trotoar. Saat panas saja licin, apalagi hujan,” ujarnya.
Lalu, mengapa dirinya mau memasang ubin yang dia sendiri tahu akan membahayakan pejalan kaki? ”Ini perintah bos (kontraktor). Kami hanya tukang,” ucapnya. Untuk melindungi dirinya, identitas dan tempat bertemu pekerja itu sengaja tidak disebutkan.
Sejumlah pihak pun angkat bicara. ”Trotoar tidak ramah. Mumpung sedang dalam pengerjaan, keramik yang licin harus segera diganti,” kata Ketua Yayasan Lingkar Pemberdayaan Perempuan dan Anak Baihajar Tualeka. Dia menambahkan, idealnya, keberadaan trotoar memberikan rasa nyaman bagi pengguna, terlebih lagi trotoar itu berada di pusat kota yang setiap hari dilewati ribuan orang.
Menurut Baihajar, Kota Ambon yang mendeklarasikan diri sebagai kota inklusif harus memberikan layanan bagi semua orang tanpa diskriminasi. Hal itu harus diwujudkan dalam program pembangunan. ”Kalau trotoar licin seperti itu pasti berbahaya, terutama bagi ibu-ibu, warga lansia (lanjut usia), dan kaum difabel,” ucapnya.
Jangankan kami yang penyandang disabilitas, orang-orang normal pun harus hati-hati saat berjalan di trotoar itu.
Ketua Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia Provinsi Maluku Mein A Rumlaklak menambahkan, kondisi trotoar yang kini menjadi sorotan publik itu sudah mereka bicarakan di tingkat internal komunitas disabilitas. Mereka menyatakan kecewa dengan hasil pembangunan trotoar tersebut.
”Mengapa pemerintah kita punya kebijakan seperti itu? Model permukaan trotoar itu sangat membahayakan para pejalan kaki. Jangankan kami yang penyandang disabilitas, orang-orang normal pun harus hati-hati saat berjalan di trotoar itu. Mereka buat trotoar itu nanti bikin banyak orang susah,” kata Mien.
Ia pun memohon kepada Gubernur Maluku Murad Ismail agar meninjau kembali proyek tersebut karena akan mengakibatkan masalah di kemudian hari. Proyek itu berada di bawah tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Maluku dan gubernur adalah pimpinan tertinggi. Mereka, lanjut Mien, hanya bisa berharap. Semua kebijakan sangat bergantung pada kepedulian dan kepekaan pemimpin.
Hampir satu pekan isu trotoar ramai dibicarakan di publik, proyek pengerjaannya jalan terus. Belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi Maluku. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Maluku Muhammad Marasabessy dan Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Kasrul Selang enggan memberikan tanggapan.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Ambon Syarif Hadler mengatakan, pihaknya akan mempelajari kondisi trotoar itu. Kendati penanggung jawab proyek adalah Pemerintah Provinsi Maluku, pihak Pemerintah Kota Ambon selaku penguasa wilayah berkewajiban merespons keresahan publik. ”Kita lihat saja nanti,” ucapnya.
Memang tidak ada kebijakan pemerintah, termasuk pembangunan trotoar itu, yang disengaja untuk mencelakai warganya. Namun, perlu kajian secara menyeluruh. Jangan sampai alih-alih ingin memperindah kota, hasilnya malah membahayakan warga. Belum ada kata terlambat untuk memperbaikinya.