Ada Indikasi Kelalaian Sopir dalam Kecelakaan Bus di Sumedang
Kementerian Perhubungan dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi mendalami temuan di lapangan untuk memastikan penyebab kecelakaan maut di Sumedang, Jabar. Kelalaian pengemudi dan kondisi jalan diduga jadi sebab.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
BREBES, KOMPAS — Penyebab pasti kecelakaan maut di Tanjakan Cae, Desa Sukajadi, Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (10/3/2021) malam, masih didalami. Berdasarkan hasil identifikasi sementara di lapangan, petugas menemukan ada indikasi kelalaian sopir.
Dalam kunjungannya ke Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Jumat (12/3/2021), Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, penyebab pasti kecelakaan di Sumedang masih terus didalami. Hal itu dilakukan Kementerian Perhubungan bersama dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi.
Budi menambahkan, berdasarkan identifikasi petugas di lapangan, ada sejumlah faktor yang berpotensi memicu kecelakaan. Faktor itu, antara lain, kondisi jalan yang menurun dan menikung.
”Kalau kami lihat, yang paling potensial itu human error, pengemudinya kurang terampil. Dengan kondisi jalan yang menurun serta menikung, pengemudi diduga tidak mampu mengatur kerja kopling dan rem,” kata Budi di Brebes.
Kecelakaan tersebut bermula ketika bus pariwisata Sri Padma Kencana dengan nomor polisi T 7591 TB melintas di jalan menurun di Desa Sukajadi sekitar pukul 18.30. Bus dari arah Garut menuju Subang itu diduga kehilangan kendali, lalu menabrak tiang listrik dan pembatas jalan. Akibat kejadian tersebut, sebanyak 27 orang yang berada di dalam bus meninggal dan 39 orang lainnya terluka (Kompas.id, 11/3/2021)
Menurut Budi, kondisi rem tangan sudah ditarik sebelum bus terjun ke jurang. Adapun persneling bus pariwisata tersebut dalam kondisi netral.
”Mungkin dia (sopir) merencanakan perpindahan, katakan dari gigi tiga mau ke satu, tapi gagal sehingga netral. Nah, saat itu netral, (bus) nyelonong. Mungkin dia sering ngerem-ngerem jadi ngeblong,” tuturnya.
Dari hasil olah tempat kejadian perkara, bus itu memang tidak disiapkan dengan baik untuk melintasi Tanjakan Cae. Direktur Penegakan Hukum Korps Lalu Lintas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Kushariyanto memaparkan, kondisi bus sudah tidak stabil saat melalui turunan.
Beberapa gesekan di sisi kiri dan kanan jalan mulai terlihat. Salah satunya di sisi kanan jalan yang berada di bawah SDN Cilangkap, sekitar 50 meter dari lokasi jatuhnya bus. Selain itu, beban besar bus kian berat saat dipaksa melintas di jalan kecil dengan turunan tajam (Kompas.id, 11/3/2021).
Penertiban
Saat berkunjung ke Brebes, Budi juga mengungkapkan komitmennya untuk menertibkan kendaraan yang kelebihan dimensi dan kelebihan muatan (overdimension overload/ODOL) di jalan raya. Biasanya, kendaraan ODOL hanya ditilang. Untuk selanjutnya, kendaraan ODOL akan diminta mentransfer muatannya dan jika perlu akan dinormalisasi dimensinya dengan cara dipotong.
Menurut Budi, penilangan terhadap kendaraan ODOL tidak akan menimbulkan efek jera. Biaya tilang sebesar Rp 150.000-Rp 200.000 dinilai tidak sebanding dengan risiko yang dapat ditimbulkan kendaraan ODOL.
”Kalau ada kelebihan muatan, kinerja kendaraan jadi tidak maksimal, kecepatannya juga menurun. Di sejumlah kasus, truk ODOL ini sering memicu kecelakaan tabrak belakang karena jalannya lambat,” tutur Budi.
Keluhan terkait kendaraan ODOL juga disampaikan Bupati Brebes Idza Priyanti. Menurut dia, selain memicu kecelakaan, kendaraan ODOL juga menimbulkan kerusakan di sejumlah jalan.
”Kerusakan yang ditimbulkan kendaraan ODOL di wilayah Brebes terjadi pada jalan-jalan kebupaten, jalan provinsi, maupun jalan nasional. Ini harus segera ditindaklanjuti agar biaya perawatan jalan bisa ditekan dan umur jalan akan lebih lama,” ucap Idza.