Pungli Tambang Minyak Ilegal, Tiga Oknum Aparat Diperiksa
Tiga oknum anggota Kepolisian Resor Batanghari, Jambi, tertangkap tangan menarik pungutan liar kepada seorang pemodal tambang minyak ilegal. Ketiganya menerima uang Rp 6 juta selepas makan bersama sang pemodal minyak.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Tiga oknum anggota Kepolisian Resor Batanghari, Jambi, tertangkap tangan menarik pungutan liar kepada petambang minyak ilegal. Hingga Kamis (11/3/2021), ketiganya masih diperiksa di Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Jambi.
Ketiga personel tersebut, yakni Aipda BPS, Bripka TM, dan Bripka AS, diduga menarik pungutan liar kepada seorang pemodal tambang minyak ilegal di Desa Batin, Kecamatan Bajubang, Batanghari.
Dalam rilis yang dikirimkan Humas Polda Jambi, Kepala Polda Jambi Inspektur Jenderal Albertus Rachmad Wibowo mengatakan, ketiganya meminta sejumlah uang kepada SH, salah seorang pemilik sumur minyak ilegal.
Lebih lanjut, Kepala Bidang Humas Polda Jambi Komisaris Besar Mulia Prianto menjelaskan, kejadian berawal pada Minggu (7/2/2021). Ketiga anggota polres memperoleh informasi bahwa ada sebuah kendaraan terperosok di tepi jalan. Berdasarkan informasi yang mereka terima, kendaraan tersebut bermuatan bahan bakar minyak.
Ketiganya lalu menuju lokasi dan menemukan satu truk terperosok di tepi jalan. Truk itu bermuatan bahan bakar minyak dengan volume sekitar 5 ton yang diduga minyak hasil curian dari sumur tambang ilegal.
Saat mobil dibawa ke luar lokasi, seseorang datang dan mengaku sebagai pemilik minyak tersebut. ”Orang itu lalu mengajak ketiga personel makan bersama. Saat itulah terjadi transaksi pemberian uang senilai Rp 6 juta kepada ketiga oknum tersebut,” ujarnya.
Praktik yang dilakukan oleh ketiga personel dinyatakan melanggar disiplin, kode etik, ataupun pidana. Karena itu, pihaknya akan memberi tindakan tegas. Tindakan serupa, lanjutnya, diberikan pula kepada para pelaku tambang minyak ilegal di sana.
Sebagaimana diketahui, praktik tambang minyak ilegal marak terjadi di Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, dan Sarolangun. Dua lokasi paling rawan di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin atau Tahura Senami dan di kawasan hutan tanaman industri (HTI) Agronusa Alam Sejahtera (AAS). Upaya pemberantasan diperkuat aparat salah satunya dengan memutus jalur distribusi minyak yang berupa jalur pipa sepanjang 10 kilometer.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Komisaris Besar Sigit Dany mengatakan, sebelumnya telah digelar rangkaian operasi penindakan tambang minyak ilegal sejak akhir tahun lalu. Tim gabungan aparat kepolisian di Jambi menahan 71 pekerja dan pemodal lahan.
Hingga Kamis, aktor utama yang menguasai aktivitas operasional pengeboran minyak hingga distribusi minyak lewat jalur pipa sepanjang 10 kilometer di perbatasan Kabupaten Batanghari dan Sarolangun masih dalam pengejaran. Aktor tersebut berinisial F. ”F masih terus kami kejar,” ujar Sigit.
F masih terus kami kejar.
Selain itu, 14 saksi lapangan yang dimintai keterangan membenarkan perihal sepak terjang F selaku aktor utama dalam praktik tambang minyak ilegal dalam kawasan hutan negara tanaman industri tersebut. Dari keterangan itu, aparat lalu menyambangi rumahnya di Kota Jambi, tetapi F tidak ada.
Pihaknya mendapati dalam penyisiran di lokasi tambang HTI PT AAS ada lebih dari 300 titik sumur bor minyak ilegal. Untuk membangun satu titik pengeboran, seorang pemodal membutuhkan biaya Rp 40 juta.
Namun, setelah beroperasi, sumur dapat menghasilkan lima drum minyak (masing-masing 200 liter) per titik. Setiap drum menghasilkan nilai jual sekitar Rp 3 juta per hari alias hampir Rp 1 miliar per bulan.
Bisa dibayangkan banyaknya hasil yang diraup petambang liar sekaligus kerugian negara dari beroperasinya ratusan sumur di kawasan hutan itu. Itu belum termasuk keuntungan yang diraup dari usaha-usaha ilegal penyulingan minyak.