Kepolisian Daerah Aceh memusnahkan sabu 404 kilogram. Barang bukti tersebut merupakan hasil penindakan selama 2021. Hal ini ini menunjukkan peredaran sabu di Aceh semakin mengerikan.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kepolisian Daerah Aceh memusnahkan sabu 404 kilogram. Barang bukti tersebut merupakan hasil penindakan selama 2021. Hal ini menunjukkan peredaran sabu di Aceh semakin mengerikan.
Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Wahyu Widada, Rabu (10/3/2021), mengatakan, kondisi Aceh saat ini sangat memprihatinkan. ”Aceh salah satu daerah yang menjadi pintu masuk narkoba dari luar negeri,” kata Wahyu saat menggelar konferensi pers di Mapolda Aceh.
Wahyu mengatakan, sabu yang masuk ke Aceh dua bentuk dalam kotak dan dalam kemasan teh berbahasa Mandarin. Sabu tersebut berasal dari Myanmar dari Timur Tengah.
Penangkapan terbesar dilakukan pada Rabu, 27 Januari 2021, di Kabupaten Bireuen. Sebanyak 353 kilogram sabu disita polisi dari sebuah kapal nelayan yang digunakan oleh pelaku untuk menyelundupkan barang haram tersebut. Selain menyita barang bukti, polisi juga menangkap 11 tersangka penyelundup barang terlarang itu.
Wahyu menuturkan, peredaran narkoba di Aceh adalah ancaman paling serius bagi generasi muda Aceh. Masa depan mereka akan terancam saat menggunakan narkoba.
Masyarakat harus mampu bertahan dan melawan dengan demikian peredaran sabu akan kehilangan pasar. (Wahyu Widada)
Sabu yang disita oleh kepolisian dimusnahkan dengan cara di hancurkan menggunakan mesin pengaduk semen. Wahyu mengingatkan warga Aceh agar menyatakan perang terhadap narkoba. ”Masyarakat harus mampu bertahan dan melawan. Dengan demikian, peredaran sabu akan kehilangan pasar,” kata Wahyu.
Wahyu mengatakan, polisi bekerja keras untuk mencegah dan menindak penyalahgunaan narkoba di Aceh. Beberapa pelaku penyelundupan narkoba terpaksa ditembak petugas karena berusaha kabur saat akan ditangkap.
Pada 2020 Polda Aceh menangani 1.521 kasus narkoba dengan jumlah tersangka 1.714 orang. Adapun barang bukti yang disita selama 2020 sebanyak 121 kg sabu dan 4.348 butir ekstasi.
Jalur peredaran sabu ke Aceh melalui Selat Malaka. Kawasan pantai utara timur Aceh paling sering dijadikan pintu masuk narkoba. Para pelaku penyelundupan sebagian besar adalah warga Aceh.
Berkaca pada kasus yang ditangani polisi dan Badan Narkotika Nasional Aceh, pelaku penyelundupan dengan berbagai latar belakang, seperti petani, mahasiswa, ibu rumah tangga, bahkan oknum aparat penegak hukum.
Ketahanan keluarga
Ketua Inspirasi Keluarga Anti-narkoba (IKAN) Syahrul Maulidi mengatakan, untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat Aceh, ketahanan keluarga harus diperkuat. ”Keluarga adalah benteng terakhir untuk melawan narkoba,” ujar Syahrul.
Syahrul menambahkan, aparatur desa sebagai perpanjangan tangan pemerintah harus berperan besar untuk menghalau peredaran narkoba di desa masing-masing. Syahrul meyakini, jika pemerintahan desa ikut terlibat melawan narkoba, para pengedar tidak akan berani masuk ke desa tersebut.
”Kalau ada orang yang mencurigakan yang terlibat narkoba, segera lapor kepada polisi. Polisi juga harus melindungi warga yang melapor agar mereka merasa aman,” kata Syahrul.
Wakil Ketua Generasi Gemilang Anti Narkoba Kota Banda Aceh Daeng Nauval Firjatullah mengatakan, pemuda menjadi sasaran utama para pengedar sabu. Daeng berharap para pemuda di Aceh tidak terjerumus dalam dunia gelap narkoba.
Daeng menambahkan, pemerintah harus mendukung aktivitas dan kreativitas anak muda supaya mereka memiliki kegiatan positif sehingga tidak terjerumus menggunakan narkoba.
”Ketika pemuda kehilangan kreativitas dan daya pikir, masa depan bangsa ini akan hancur,” ujarnya.