Uang Rp 9,6 Miliar Terkait Dugaan Korupsi di Waropen Dikembalikan kepada Negara
Uang sebesar Rp 9,6 miliar terkait kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Kabupaten Waropen untuk subsidi transportasi tahun 2016-2017 dikembalikan kepada negara. Penegakan hukum harus tetap kuat meski pandemi.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Uang sebesar Rp 9,6 miliar terkait kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Kabupaten Waropen untuk subsidi transportasi tahun 2016-2017 dikembalikan kepada negara. Meski tengah pandemi, pengusutan terhadap kasus dugaan korupsi diminta tetap tegas kepada semua pihak.
Uang itu seharusnya digunakan sebagai subsidi transportasi udara untuk mengangkut warga dari Waropen ke sejumlah daerah pedalaman, seperti Distrik Kirihi dan Distrik Walani. Pihak yang mengembalikannya adalah PT Papua Graha Persada. Pelaksana kegiatan transportasi itu memberikan uang negara tersebut melalui Kejaksaan Tinggi Papua.
”Uang sebesar Rp 9,6 miliar itu bersumber dari APBD Kabupaten Waropen tahun 2016-2017. Untuk sementara, uang disimpan di salah satu bank di Jayapura sebelum dikembalikan ke kas negara,” kata Kepala Kejati Papua Nikolaus Kondomo di Jayapura, Rabu (10/3/2021).
Ia menuturkan, penyidik Kejati Papua akan tetap mengusut kasus ini. Namun, dia mengakui, belum ada tersangka yang ditetapkan. Sejauh ini, penyidik Kejati Papua sudah meminta keterangan dari 13 saksi. Para saksi berasal dari Pemkab Waropen dan PT Papua Graha Persada.
”Kami masih memproses status pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Tujuannya mengoptimalkan pengembalian aset dalam penanganan kasus dugaan korupsi,” tuturnya.
Direktur Papua Anti Corruption Investigation Anthon Raharusun berpendapat, aparat penegak hukum kejaksaan ataupun kepolisian harus serius dan tegas dalam penanganan kasus korupsi di tengah pandemi. ”Tidak boleh ada pembiaran kasus korupsi di tengah pandemi. Kasus ini terjadi di tengah kondisi negara harus mengeluarkan anggaran besar untuk penanganan Covid-19,” kata Anthon.
Sementara itu, Kapolda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri akan berkoordinasi dengan semua pemda untuk mengawasi penggunaan dana otonomi khusus. Tujuannya, agar anggaran itu tepat sasaran dan memberi hasil positif untuk pembangunan Papua.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua mencegah kerugian negara hingga Rp 13,1 miliar. Uang itu bersumber dari anggaran otonomi khusus sepanjang tahun 2020.
”Kapolri telah mengeluarkan perintah untuk pengawasan penggunaan anggaran di Papua. Kami akan memproses hukum pihak-pihak yang terbukti menyalahgunakan anggaran otonomi khusus,” kata Mathius menegaskan.