Pameling, Alpukat Jumbo dari Lereng Gunung Arjuno di Malang
Alpukat pameling yang dikembangkan di lereng Gunung Arjuno, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sungguh menggugah selera. Selain ukurannya yang besar, daging buahnya juga tebal dan enak.
Oleh
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
Alpukat, buah yang biasa disajikan dalam bentuk jus, mulai dari pedagang kaki lima sampai hotel berbintang, menjadi jalan sejahtera bagi warga di lereng Gunung Arjuno, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Teristimewa alpukat jenis pameling di sana, yang membuat penikmatnya sulit melupakan ukurannya yang jumbo dengan daging buah yang tebal dan enak.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Buah alpukat pameling berukuran cukup besar yang dikembangkan oleh petani di Dusun Krajan Timur, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (2/3/2021).
Mendung menggelayut di lereng timur Gunung Arjuno, Selasa (2/3/2021) siang. Nando (23) bersama temannya, Tony (38), sibuk menyambungkan (stek) dua batang alpukat dari jenis berbeda. Mereka memanfaatkan alpukat lokal untuk batang bagian bawah, sedangkan batang atas memanfaatkan alpukat pameling.
Nando merupakan petani muda di Dusun Krajan Timur, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Adapun Tony tengah belajar bagaimana membudidayakan alpukat.
Sebagai petani muda, Nando tidak hanya terbiasa dengan masalah perbanyakan tanaman menggunakan sistem vegetatif. Dia juga mengerti bagaimana membudidayakan alpukat.
Maklum, Wonorejo merupakan kawasan sentra alpukat dan buah lain berbatang pohon tinggi, termasuk durian. Berada di ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut, kawasan itu cocok untuk tanaman perkebunan.
Di tempat ini, pohon alpukat bisa ditemukan hampir di setiap kebun dan halaman rumah warga. Dari beberapa jenis yang ada, pameling menjadi maskot. Jika di keluarga durian, pameling bisa disamakan dengan durian montong yang ukurannya besar serta daging buahnya tebal dan enak.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Buah alpukat pameling milik petani di Dusun Krajan Timur, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, baru saja dipetik, Selasa (2/3/2021).
Sebagai pembanding, satu buah alpukat lokal memiliki berat 3-5 ons atau 1 kilogram berisi 2-3 buah. Alpukat jenis pameling memiliki bobot 1,5-2 kilogram (kg), bahkan lebih.
”Ukurannya lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa,” kata Nando.
Oleh karena itu, tidak heran jika harga pameling lebih mahal dibandingkan dengan alpukat biasa. Di tingkat petani, harga pameling biasanya Rp 30.000-Rp 40.000 per kg tergantung grade. Adapun alpukat biasa berkisar Rp 12.000-Rp 20.000 per kg di tingkat pedagang.
Disparitas harga yang tinggi membuat buah unggulan tersebut kini terus dikembangkan. ”Di tempat saya, satu pohon bisa menghasilkan Rp 2,3 juta dalam sekali panen. Padahal, pameling tidak mengenal musim. Masa berbuahnya berkelanjutan,” ujar Ahmad Ansori (60), salah satu petani.
Sebagai pembanding, satu buah alpukat lokal memiliki berat 3-5 ons atau 1 kilogram berisi 2-3 buah. Alpukat jenis pameling memiliki bobot 1,5-2 kilogram, bahkan lebih.
Ansori mulai menggeluti alpukat pameling sejak 2013. Saat itu, istrinya masuk kelompok tani dan menanam dua batang bibit alpukat. Tiga tahun kemudian Ansori benar-benar melepaskan pekerjaan sebelumnya sebagai perajin sandal untuk kemudian banting setir menjadi petani alpukat.
Saat ini, Ansori memiliki 12 batang pohon yang sudah berbuah dengan produktivitas 2 kuintal per pohon dalam sekali panen. Setahun, dia bisa panen dua-tiga kali. Bahkan, Ansori pernah menghasilkan buah seberat 2,7 kilogram.
”Saat ini harga alpukat pameling tengah turun Rp 25.000 per kilogram akibat bencana banjir di banyak tempat. Ini menghambat pengiriman. Biasanya Rp 30.000 per kg. Semua hasil panen ditampung oleh PT Paranusa (Pameling Raja Nusantara),” katanya.
Buah alpukat pameling dengan ukuran yang cukup besar dikembangkan oleh petani di Dusun Krajan Timur, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (2/3/2021).
Pengembangan bibit
Tidak hanya tanaman produktif, Ansori juga membuat penangkaran alpukat di lahan seluas 20 meter x 30 meter. Saat ini, ada sekitar 5.000 batang bibit yang siap dikirim ke tempat lain.
Petani di Krajan Timur mulai serius mengembangkan alpukat pameling sejak 2016, termasuk mengurus sertifikasi. Awalnya, di tempat itu sudah banyak varietas dan dikembangkan begitu saja. Pengembangan jenis pameling dilakukan karena respons konsumen positif, termasuk pemangku kepentingan, mulai dari tingkat daerah sampai pusat.
Pengembangan pameling pun tidak hanya dilakukan di Krajan Timur, tetapi juga ke desa-desa tetangga.
”Saat ini mereka mulai sharing kepada kami bagaimana budidayanya. Sebelumnya, belum dikembangkan,” ujar Ketua Kelompok Tani Karya Makmur II, Dusun Krajan Timur, Dadang Pramudiya.
Jumlah petani alpukat pameling di Krajan Timur lebih dari 100 orang. Dari jumlah tersebut, 50-an orang di antaranya juga menjadi penangkar bibit. Bibit dari Krajan Timur dikirim ke sejumlah daerah, termasuk luar Jawa, seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, dan Kalimantan.
”Sekarang kami fokus kirim ke daerah Ngantang dan Pujon di Kabupaten Malang. Kalau tidak dikembangkan di wilayah sendiri, khawatirnya nanti kalah dengan daerah lain,” kata Dadang.
Dia membenarkan jika pada Desember lalu petani setempat mengirim 1 kuintal alpukat ke Istana Negara di Jakarta.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Buah alpukat pameling menjelang siap panen yang dikembangkan oleh petani di Dusun Krajan Timur, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (2/3/2021).
Untuk mengantisipasi banjir alpukat di kemudian hari yang bisa berdampak pada turunnya harga, menurut Dadang, pihaknya telah membentuk koperasi dan unit usaha. Di sana ada pengelola yang bakal menangani masalah pemasaran.
”Sebelumnya memang ada kekhawatiran di kalangan petani. Namun, sekarang mereka tenang karena sudah ada yang mengelola,” kata Dadang. Siang itu, ia tengah menggelar rapat bersama anggota kelompok terkait kebutuhan pupuk dan mengurus determinasi blok pengadaan mata tempel guna pengajuan bibit berlabel.
Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang Budiar Anwar mengatakan, pameling merupakan varietas asli Kabupaten Malang. Selain ukuran buahnya lebih besar, masa berbuahnya juga lebih cepat, yakni umur 2,5-3 tahun sudah berbuah (alpukat biasa di atas 4 tahun). Pameling juga tahan serangan ulat.
Petani di Krajan Timur mulai serius mengembangkan alpukat pameling sejak 2016, termasuk mengurus sertifikasi. Awalnya, di tempat itu sudah banyak varietas dan dikembangkan begitu saja. Pengembangan jenis pameling dilakukan karena respons konsumen positif, termasuk pemangku kepentingan, mulai dari tingkat daerah sampai pusat.
Adapun produktivitas alpukat pameling, berdasarkan data DTPHP Kabupaten Malang, berkisar 5-7 kuintal per pohon per tahun. Saat ini, luas lahan 350 hektar di beberapa lokasi.
Petani muda, Nando (23), bersama temannya, Tony (38), sibuk menyambungkan (stek) dua batang alpukat dari jenis berbeda, di Dusun Krajan Timur, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (2/3/2021).
Menurut Budiar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang telah membantu proses sertifikasi dengan nama alpukat pameling yang berarti dieling-eling (diingat). Proses sertifikasi sukses dilaksanakan tahun 2018-2019.
”Pemkab juga membantu pengembangan kawasan. Selain itu, juga peralatan kendaraan untuk mengangkut hasil panen. Kami juga mengadakan sekolah lapangan tentang alpukat bagi para petani,” ujarnya.
Upaya dari Pemerintah Kabupaten Malang dalam pengembangan kawasan alpukat pameling ini mendapatkan penghargaan dari Menteri Pertanian. Akan tetapi, yang tak kalah penting dari penghargaan itu, petani alpukat harus bisa hidup sejahtera.