Keluarga Tergugat Kasus Batal Nikah di Banyumas Keberatan Bayar Denda
Keluarga AS (34) keberatan untuk membayar ganti rugi sebanyak Rp 150 juta karena membatalkan pernikahan sepihak terhadap SSL. Kasus semacam ini disebut yang pertama kali terjadi dan diharapkan menjadi pembelajaran.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sumarto (56), ayah dari AS (34), yang menjadi tergugat dalam kasus pembatalan pernikahan secara sepihak terhadap SSL, perempuan berusia 32 tahun, di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, keberatan membayar ganti rugi Rp 150 juta seperti diputuskan Mahkamah Agung. Adapun Pengadilan Negeri Banyumas belum bisa mengeksekusi putusan itu karena masih terdapat koreksi pada masalah redaksional.
”Saya tidak akan membayar karena tidak punya duit Rp 150 juta,” kata Sumarto saat ditemui di rumahnya di Desa Pageralang, Kecamatan Kemranjen, Banyumas, Selasa (9/3/2021).
Sumarto menyampaikan, pada 2018 lalu, keluarganya memang sempat melamar SSL yang tinggal di Desa Sidamulya, Kemranjen, dan direncanakan pernikahan dilangsungkan setahun kemudian mengingat istri Sumarto atau ibunda AS baru saja meninggal saat itu. Namun, dalam perjalanan waktu ada persoalan sehingga anak laki-lakinya meminta putus. Secara pribadi, Sumarto juga menilai SSL kurang sopan.
”Saya menilai sikapnya kurang sopan. Datang ke sini langsung masuk kamar,” ujarnya.
Menurut Sumarto, pihaknya belum sempat datang kembali kepada keluarga SSL, tetapi ternyata sudah ada panggilan untuk persidangan. Keluarga SSL menggugat AS lantaran membatalkan rencana pernikahan. ”Saya inginnya ada sidang kekeluargaan dulu, tapi ternyata sudah ada panggilan persidangan,” katanya.
Sementara itu, Mansur (75) dan Sarifah (51), orangtua SSL, menyebutkan, anaknya sangat kecewa terhadap sikap AS karena selama masa pertunangan itu, AS justru memiliki kekasih lain. Oleh karena kecewa, SSL sempat disebut mengalami tekanan mental. Di sisi lain, pemesanan hiburan organ tunggal untuk pernikahan yang sebenarnya telah disiapkan pun akhirnya dibatalkan.
”Keluarga sudah pesan organ tunggal, tapi lalu dibatalkan. Sudah telanjur malu,” ucap Sarifah. Mansur berharap pihak keluarga AS bisa segera membayarkan denda yang telah diputuskan Mahkamah Agung.
Kuasa Hukum SSL, Sarjono Harjo Saputro, menyampaikan, kasus ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat dan dijanjikan.
”Ini jadi pembelajaran buat yang lain biar tidak seenaknya. Dia harus bertanggung jawab kalau berbuat. Banyak kasus kayak gini tidak sampai pengadilan. Ini buat pelajaran, jangan main-main dengan perempuan, suka menipu. Kebanyakan tidak menuntut, yang menuntut baru ini saja. Ini jadi preseden bagi dunia peradilan,” papar Sarjono.
Sementara itu, A Cakra Nugraha Humas Pengadilan Negeri Banyumas menyampaikan, pihaknya belum bisa mengeksekusi putusan Mahkamah Agung tersebut karena masih ada koreksi pada sisi redaksional putusan. Untuk selanjutnya, eksekusi pun akan dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan dan upaya mediasi.
”Putusan itu masih ada koreksi secara redaksional, tapi secara substansi tidak berubah. Kami masih harus bersurat kembali ke Mahkamah Agung. Ini masih proses perbaikan,” kata Cakra.
Dalam putusan Mahkamah Agung bernomor 1644 K/Pdt/2020, hakim Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan AS. Oleh karena itu, sesuai dengan hukuman yang diputuskan di tingkat Pengadilan Tinggi Jawa Tengah bernomor 423/PDT/2019/PT SMG tanggal 12 September 2019, AS sebagai tergugat dihukum membayar ganti rugi imateriil kepada terbanding (semula penggugat) sejumlah Rp 150 juta secara tunai dan sekaligus.
Adapun dalam putusan nomor 5/Pdt.G/2019/PN Bms disebutkan, AS dan SSL telah melakukan hubungan biologis sebanyak sembilan kali. Disebutkan, AS merayu SSL untuk berhubungan badan karena sudah dalam status tunangan dan berjanji akan menikahinya. Namun, kemudian diketahui pada Mei 2018, AS didapati berselingkuh dengan mantan pacarnya.