Demi Selamatkan Sungai, Masyarakat Kembali Bakar Alat Berat
Praktik tambang liar yang merusak sungai dan anak-anak Sungai Limun untuk ketiga kalinya dihentikan warga dengan membakar alat berat milik petambang.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Tak rela wilayahnya dirusak pertambangan emas liar, masyarakat Desa Lubuk Bedorong di Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Jambi, berjuang untuk melawan. Praktik tambang liar yang merusak sungai dan anak-anak Sungai Limun untuk ketiga kalinya dihentikan warga dengan membakar alat berat milik petambang.
Namun, pascapembakaran alat berat, masyarakat Lubuk Bedorong menuai ancaman baru. Mereka diintimidasi kelompok petambang liar yang mengetahui alat beratnya dibakar. ”Kami tidak bisa keluar dari desa karena dicegat di hilir,” ujar Zawawi, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Lubuk Bedorong, Selasa (9/3/2021).
Pembakaran alat berat petambang ilegal itu terjadi Senin (8/3/2021) sore. Menurut Zawawi, masyarakat gelisah karena petambang liar tak memedulikan larangan masyarakat. Bahkan, petambang juga mengabaikan ultimatum dari aparat kepolisian soal larangan tambang emas liar di sana.
Atas kondisi itulah sekitar 140 warga mendatangi aktivitas para petambang liar di tepi Sungai Limun. Di lokasi, warga menemukan tiga alat berat. Mengetahui kedatangan masyarakat, dua operator langsung melarikan alat beratnya. Tersisa satu alat berat masih berada di tepi sungai. Ekskavator pun langsung dibakar warga.
Setelah menginterogasi operator alat berat, warga mengetahui pemodal alat berat tersebut adalah warga Desa Mensaoh, Kecamatan Limun. Aksi warga baru terhenti setelah hujan deras di sana.
Upaya memberantas praktik tambang emas liar di wilayah itu disebutkan Zawawi sangat sulit. Para petambang liar nekat kucing-kucingan beroperasi di hutan dan sungai meskipun sudah beberapa kali didatangi masyarakat dan diminta berhenti.
Masyarakat Lubuk Bedorong menolak tambang emas liar karena sumber air bersih mereka menjadi tercemar. (Parianto)
Bahkan, sudah tiga kali terjadi peristiwa pembakaran alat berat petambang liar. Yang terakhir, para petambang sempat digiring keluar oleh aparat kepolisian. Namun, setiap kali aparat pergi, para pekerja tambang liar kembali membawa masuk alat berat untuk mengeruk emas.
Menurut Parianto, anggota tim patroli hutan desa itu, masyarakat Lubuk Bedorong menolak tambang emas liar karena sumber air bersih mereka menjadi tercemar. Pengerukan sungai untuk mencuri emas juga melanggar aturan adat setempat.
Di masyarakat, berlaku kesepakatan bersama untuk melindungi hutan dan sungai demi keselamatan masyarakat dan lingkungan, termasuk di dalamnya tak boleh menambang emas dengan alat berat.
Hal itu sesuai dengan kepercayaan masyarakat bahwa air sungai adalah sumber kehidupan mereka. Merupakan kepala sauk dan lubuk larangan. Kepala sauk berarti sungai, artinya hulu sungai yang patut dijaga, sedangkan lubuk larangan adalah warisan pangan berkelanjutan bagi generasi anak cucu.
Terkait dengan intimidasi yang terjadi di Lubuk Bedorong, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Sigit Dany mengatakan pihaknya tengah menelusuri. Kepolisian Resor Sarolangun juga sudah diminta bergerak untuk meredam agar jangan sampai terjadi konflik meluas di sana.