Dana Rp 36 Miliar untuk Posko PPKM Mikro di Cirebon
Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menganggarkan Rp 36 miliar untuk pembangunan posko pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM skala mikro di desa. Pengawasan pun diperketat.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, menganggarkan Rp 36 miliar untuk pembangunan posko pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM skala mikro di desa. Dana tersebut diharapkan menekan penyebaran Covid-19 di tingkat desa hingga rukun warga.
”Kemarin, pukul satu siang, sudah saya tanda tangani dana sebesar Rp 36 miliar untuk penanganan posko (PPKM skala mikro) di 412 desa. Semoga bisa segera digunakan,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Cirebon Imam Ustadi dalam Rapat Evaluasi PPKM Mikro di Pendopo Bupati Cirebon, Selasa (9/3/2021).
Turut serta dalam acara itu Sekretaris Daerah Kabupaten Cirebon Rahmat Sutrisno, Kepala Kepolisian Resor Kota Cirebon Komisaris Besar M Syahduddi, serta Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Imron Ermawan. Rapat juga dihadiri sekitar 20 camat, kepala polsek, dan komandan rayon militer di wilayah Cirebon.
Menurut Imam, pendirian posko dapat memperketat PPKM skala mikro. Selain wadah koordinasi warga terkait penanganan Covid-19, posko juga bakal memuat data perkembangan kasus. Begitu pun pengawasan terhadap warga dari luar kota, apalagi daerah zona merah penyebaran Covid-19.
Seperti diketahui, PPKM skala mikro, antara lain, melarang pembelajaran tatap muka di sekolah, mengatur 50 persen pegawai perkantoran bekerja dari rumah, dan membatasi pengunjung di tempat makan. Evaluasi zona risiko penyebaran Covid-19 pada PPKM skala mikro juga fokus pada kecamatan, desa, hingga RT/RW.
Berdasarkan evaluasi, dalam sebulan terakhir penyebaran virus tak kasat mata itu terus meningkat. Hingga kini ada sebanyak 6.516 kasus positif Covid-19 di Cirebon. Sebanyak 333 orang di antaranya meninggal dan 531 orang masih menjalani perawatan.
Pada PPKM mikro periode 15-21 Februari tercatat 6 kecamatan zona merah, 5 zona oranye, 22 zona kuning, dan 7 zona hijau. Zona merah berarti terdapat lebih dari 10 kasus positif aktif Covid-19 di daerah tersebut. Zona oranye, kasusnya 5-10 orang. Zona kuning berarti, kasus positif aktif di bawah 5. Adapun zona hijau menunjukkan tidak ada kasus positif aktif di daerah itu.
Pada periode 1-7 Maret, zona merah bertambah menjadi tujuh kecamatan. Daerah itu adalah Pabedilan, Talun, Sumber, Gunung Jati, Plumbon, Suranenggala. Kecamatan Kedawung, Sumber, dan Talun menjadi zona merah empat pekan terakhir.
Adapun zona merah di wilayah desa/kelurahan sepekan terakhir terdapat di Kalibuntu dengan 17 kasus aktif positif Covid-19. Meningkatnya zona merah di tingkat kecamatan dan desa, menurut M Syahduddi, menunjukkan warga belum patuh pada protokol kesehatan. Kehadiran posko di desa diharapkan menekan laju penyebaran Covid-19.
”Kami juga sudah melatih bhabinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat) untuk jadi tracer (pelacak) kasus Covid-19. Jadi, jangan ragu-ragu meminta pertolongan untuk 3T (tes, pelacakan, dan isolasi),” ungkapnya.
Kita punya kekuatan besar, yaitu gotong royong. Warga harus dilibatkan.
Sekda Kabupaten Cirebon Rahmat Sutrisno telah mendorong kecamatan dan desa untuk mereformulasi anggaran untuk penanganan Covid-19. Anggaran dana desa di Cirebon tahun ini mencapai Rp 454 miliar untuk 412 desa. ”Anggarannya minimal 8 persen untuk tangani virus ini,” ucapnya.
Rahmat juga meminta camat dan kepala desa meningkatkan kewaspadaan menjelang bulan Ramadhan pada pertengahan April dan Lebaran sebulan berikutnya. Kerumunan berpotensi muncul menjelang buka puasa dan saat Lebaran. Warga dari luar kota juga perlu didata.
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Mohamad Lutfi mengingatkan pemerintah kecamatan dan desa untuk tidak bergantung pada anggaran Pemkab Cirebon. ”Kita punya kekuatan besar, yaitu gotong royong. Warga harus dilibatkan,” ucapnya.