Sembilan buku seri Babad Banyumas diluncurkan di Banyumas, Jawa Tengah. Diharapkan buku-buku ini menambah referensi bacaan bagi masyarakat untuk menggali sejarah Banyumas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Seri Babad Banyumas diluncurkan oleh Nassirun Purwokartun, penerjemah dan penyunting Babad Banyumas, Minggu (7/3/2021), di Pendopo Duplikat Sipanji, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sebanyak sembilan buku ini diharapkan menjadi sarana masyarakat untuk mengenal sejarah sekaligus menyerap keutamaan-keutamaan leluhurnya.
”Saya merasa prihatin bahwa Babad Banyumas itu babad yang kaya, naskahnya banyak, variasinya banyak, tetapi satu pun tidak kita temukan di masyarakat. Masyarakat tidak punya akses untuk membaca naskah-naskah kuno yang hanya dimiliki kolektor,” kata Nassirun di Banyumas.
Ia pun berupaya menjembatani masyarakat yang ingin membaca naskah Babad Banyumas dengan menerjemahkannya dari bahasa Jawa Kuno ke bahasa Indonesia. ”Kalau tidak diterjemahkan ke bahasa Indonesia, dia akan menjadi buku yang tertutup. Ketika sudah dibahasakan Indonesia, maka menjadi buku terbuka,” paparnya.
Ada sembilan buku yang diluncurkan, yaitu empat buku pertama adalah seri Babad Banyumas yang terdiri dari Babad Banyumas Mertadiredjan, Babad Banyumas Wirjaatmadjan, Terjemahan Babad Banyumas Mertadiredjan, dan Terjemahan Babad Banyumas Wirjaatmadjan.
Adapun lima buku kedua adalah serial Berburu Babad Banyumas yang mengupas kisah sejarah Banyumas. Buku pertama berjudul Ada Apa dengan Babad Banyumas, buku kedua Membidik Baribin Membedah Wirasaba, buku ketiga Dari Wirasaba ke Banyumas, buku keempat Jejak Sejarah Trah Banyumas, dan buku kelima Kasepuhan Kanoman. Semua diterbitkan Bale Pustaka.
”Prosesnya berlangsung sekitar empat tahun, mulai dari 2015 sampai 2019,” ujar Nassirun.
Selain menerbitkan sembilan buku itu, Nassirun juga telah menyiapkan 16 buku bacaan untuk anak TK hingga SMA yang kisahnya diambil dari cerita Babad Banyumas. Dari kisah Babad Banyumas, generasi muda dan masyarakat bisa menggali karakter dan keutamaan para pendiri Banyumas, di antaranya belajar keberanian dari R Djoko Kahiman yang menjadi bupati pertama Banyumas 1571-1582.
Saya merasa prihatin bahwa Babad Banyumas itu babad yang kaya, naskahnya banyak, variasinya banyak, tetapi satu pun tidak kita temukan di masyarakat. Masyarakat tidak punya akses untuk membaca naskah-naskah kuno yang hanya dimiliki kolektor.
”R Djoko Kahiman sosok yang berani mengambil keputusan. Kalau ketiga saudaranya tidak berani berangkat ke Pajang, R Djoko Kahiman berani berangkat ke Pajang, berani memutuskan. Dia berani jika nanti mati itu sebagai risiko yang harus ditempuh sebagai darma bakti sebagai menantu,” papar Nassirun. R Djoko Kahiman, lanjut Nassirun, juga merupakan sosok filantropi dengan membagikan wilayah kekuasaan kepada saudara-saudara iparnya.
Anggota DPRD Kabupaten Banyumas, Djadjat Sudradjat, yang hadir dalam peluncuran seri Babad Banyumas mengapresiasi upaya Nassirun. ”Tentang Babad Banyumas, saya ingin mengatakan betapa daerah kita ini daerah yang luar biasa. Kalau ada 101 naskah (tentang Babad Banyumas) dengan berbagai versi, itu artinya tradisi literasi di Banyumas waktu itu luar biasa,” ujar Djadjat yang sebelumya juga merupakan jurnalis senior di Media Group.
Menurut Djadjat, upaya menerjemahkan dan menerbitkan Babad Banyumas ke dalam bahasa Indonesia perlu dikembangkan dengan menyebarluaskannya kepada generasi muda, terutama lewat sekolah. Peluncuran buku ini juga ditandai dengan pembagian 20 buku Babad Banyumas secara gratis kepada kepala SMP dan SMA di Banyumas.
Kepala Bidang Perpustakaan Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Banyumas Susetya Dwiningsih turut mengapresiasi peluncuran Babad Banyumas dan menyebutnya sebagai aset Kabupaten Banyumas yang harus dijaga serta dikembangkan. Ke depan, pihaknya akan berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan untuk mengenalkan Babad Banyumas ini kepada pelajar.