Minimnya Saksi Menyulitkan Polisi di Padang Ungkap Kasus Penyerangan terhadap Rehan dan Yudha
Polisi terus menyelidiki kasus penyerangan terhadap Rehan Kurnia (17) dan Yudha Pratama (16) pada dini hari di jalan raya Kota Padang, Sumatera Barat. Minimnya saksi mata menyulitkan polisi untuk mencari pelaku.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Polisi terus menyelidiki kasus penyerangan terhadap Rehan Kurnia (17) dan almarhum Yudha Pratama (16) pada dini hari di jalan raya Kota Padang, Sumatera Barat. Minimnya saksi mata menyulitkan polisi untuk mencari pelaku yang diduga pemuda dari kelompok tawuran atau geng motor.
Rehan yang membeli nasi goreng pada 7 Februari 2021 pukul 03.00 diserang sekelompok pemuda bersepeda motor dengan samurai di Jalan Bypass, Kelurahan Kalumbuk, Kecamatan Kuranji. Akibat kejadian itu, ia menderita luka parah. Keluarga Rehan masih berhutang tagihan rumah sakit puluhan juta rupiah.
Sementara itu, Yudha Pratama yang menunggu SPBU buka pada 17 Mei 2020 pukul 04.30 atau sehabis sahur diserang sekelompok pemuda bersepeda motor dengan klewang di Jalan Bypass, Kelurahan Pisang, Kecamatan Pauh. Yudha terluka parah dan tewas setelah lima hari dirawat di rumah sakit. Keluarga Yudha juga masih berutang tagihan rumah sakit puluhan juta rupiah.
Kepala Polsek Kuranji Ajun Komisaris Sutrisman melalui Kepala Unit Reserse Kriminal (Reskrim) Inspektur Polisi Satu (Iptu) Wilmar Sianturi, Minggu (7/3/2021), mengatakan, polisi masih melakukan penyelidikan kasus penyerangan terhadap Rehan. Setidaknya tiga saksi diperiksa, yaitu keluarga Rehan sebagai pelapor, teman Rehan saat kejadian, dan warga yang melaporkan kejadian itu pada keluarga Rehan.
”Kami juga mengecek kembali TKP (tempat kejadian perkara). Namun, di TKP tidak ada saksi. Ini kendala kami. Tidak ada saksi yang mengenali salah satu pelaku, termasuk teman korban. Memang ini hambatan bagi kami untuk mengarah dari kelompok mana pelaku ini,” kata Wilmar.
Menurut Wilmar, teman Rehan yang bisa menyelamatkan diri saat kejadian tidak mengenali pelakunya dan tidak bisa menjelaskan motif penyerangan. Kejadian ini diduga bukan begal karena tidak ada barang-barang korban yang hilang. Masyarakat yang menolong Rehan setelah kejadian juga tidak mengenali ciri-ciri pelaku dan sepeda motor yang digunakan pelaku.
Walaupun demikian, kata Wilmar, polisi terus berupaya melakukan penyelidikan dan mencari saksi lainnya. Polisi juga segera memintai keterangan Rehan, yang sebelumnya tertunda karena masih dirawat di rumah sakit. Sementara ini, pelaku diduga pemuda kelompok tawuran atau pemuda geng motor. Di kawasan itu sebelumnya memang sering terjadi tawuran pemuda.
Kendala serupa dialami Polsek Pauh. Kepala Polsek Pauh Ajun Komisaris Adhi Jais melalui Kanit Reskrim Iptu I Made Syafari Udayana mengatakan, polisi kesulitan mengidentifikasi pelaku penyerangan terhadap Yudha karena minimnya alat bukti.
”Kami belum bisa menentukan atau menetapkan pelakunya. Alat bukti kurang. Saksi mata tidak ada. Dari beberapa anak tawuran yang ditangkap, ada satu yang kami kaitkan ke sana, tapi tidak satu pun saksi mengatakan itu pelakunya,” kata Made, Jumat sore.
Menurut Made, polisi telah memeriksa delapan saksi dalam kasus ini, termasuk Fikri (20), rekan Yudha yang selamat saat kejadian. Fikri memang sempat berhadapan langsung dengan kelompok pemuda tersebut tetapi hanya melihat sekilas sambil lari saat menyelamatkan diri sehingga ciri-cirinya tidak jelas.
Sementara itu, menurut Made, rekaman CCTV SPBU juga tidak jelas. CCTV SPBU tidak menjangkau lokasi penyerangan Yudha. Yang terekam hanya saat beberapa pelaku kabur, tetapi tidak jelas karena yang terlihat cuma bagian punggung. Adapun warga sekitar tiba di lokasi setelah kejadian berakhir.
Kami belum bisa menentukan atau menetapkan pelakunya. Alat bukti kurang. Saksi mata tidak ada. Dari beberapa anak tawuran yang ditangkap, ada satu yang kami kaitkan ke sana. (Made Syafari)
Selain itu, lanjut Made, dari pemeriksaan polisi, belum diketahui motif penyerangan terhadap Yudha. Barang-barang Yudha tidak ada yang hilang. Korban dan pelaku juga tidak pernah berkontak. Polisi mencurigai pelaku penyerangan adalah pemuda kelompok tawuran atau geng motor. Mereka diduga menyerang orang tidak bersalah seusai bubar tawuran.
Walaupun ada kendala dalam mengungkap pelaku, Made berjanji polisi terus menyelidiki kasus penyerangan terhadap Yudha. ”Penyelidikan tetap berlanjut. Kami terus mencari informasi. Tidak berlaku kedaluwarsa dalam kasus kejahatan ini,” ujar Made.
Arma Zakri (51), ayah Rehan, berharap pelaku penyerang anaknya segera ditangkap dan diberikan hukuman setimpal. Perbuatan mereka tidak bisa dibiarkan karena sudah termasuk tindakan kriminal. ”Kalau dibiarkan, tindakan kriminal itu akan menjadi kebiasaan bagi mereka. Sebelum anak saya, ada Yudha, korban meninggal,” kata Arma.
Kejahatan remaja
Kepala Polres Kota Padang Komisaris Besar Imran Amir mengatakan, polres dan jajaran polsek melakukan kegiatan cipta kondisi setiap malam, terutama malam minggu, untuk mengantisipasi kejadian serupa. Pada malam hari, para pemuda sering berkumpul ramai-ramai, kemudian bergesekan dan berujung perkelahian.
Menurut Imran, kawasan Kuranji, Pauh, dan sekitarnya memang rawan. Sebelumnya, polisi mendapat informasi para pemuda membuat kelompok-kelompok tawuran. Jika kelompok mereka menang tawuran mereka merasa bangga karena mendapat pengakuan dari kelompok lain.
”Kami sudah imbau tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat di sana agar anak-anak mereka diawasi. Jangan dilepas malam hari. Perbuatan anak-anak itu sudah berubah menjadi anak nakal. Peran keluarga sangat penting di sini karena mereka anak-anak di bawah 17 tahun semua,” kata Imran.
Imran melanjutkan, polisi tidak bisa bekerja sendiri apabila orangtua lepas tangan terhadap anaknya. Peran keluarga sangat besar karena pelaku anak-anak di bawah umur. Kalau mereka sudah ditangkap, polisi pun tidak bisa memproses hukum pidana seperti warga usia 18 tahun ke atas. Ada undang-undang khusus untuk anak-anak sehingga akhirnya mereka cuma bisa dibina.
”Ini kendala kami. Dewasanya anak-anak sekarang cepat, usia 13 tahun sudah dewasa. Sudah bisa berbuat nakal, membunuh, membegal, dan menjambret orang. UU kita masih berpatokan pada umur. Oleh sebab itu, kami tetap imbau masyarakat. Ada tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, fungsi-fungsi (pengawasan dari mereka) itu harus berjalan,” ujar Imran.