Solidaritas Di tengah Keterbatasan Vaksin dan Vaksinasi
Vaksinasi Covid-19 di Jawa Barat dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya distribusi vaksin yang belum ideal. Butuh solidaritas tinggi saat beragam keterbatasan ini menuju ujung solusi yang pasti.
Promosi vaksinasi Covid-19 demi terciptanya daya tahan tubuh dari ancaman virus SARS-CoV-2 bisa jadi mulai menemukan titik terang. Antusias warga, tua dan muda, terbilang tinggi di banyak tempat, tak terkecuali di Jawa Barat.
Akan tetapi, di tengah antusias itu, pasokan vaksin justru belum ideal. Kekurangan masih dikeluhkan beberapa daerah, setidaknya dalam seminggu terakhir. Kecemburuan bisa jadi muncul bila terus dibiarkan. Pemerintah perlu menuntaskan ajakan vaksinasi massal menjadi kenyataan.
Salah satunya yang terdampak adalah kalangan lanjut usia (lansia). Kementerian Kesehatan sudah menetapkan warga berumur 60 tahun ke atas masuk kelompok prioritas penerima vaksin. Namun, di beberapa daerah, keistimewaan itu belum sepenuhnya milik mereka.
Di Kabupaten Cirebon, misalnya, ada kekurangan 30.413 vial vaksin untuk vaksinasi tahap kedua hingga Rabu (3/3/2021). Akibatnya, vaksinasi baru diberikan kepada pelayan publik, seperti aparatur sipil negara, TNI, dan Polri. Lansia diminta menunggu hingga tahap selanjutnya.
Warga tetangga, Kota Cirebon, mengalami hal serupa. Pasokan vaksin tidak mulus. Dari target 5.200 warga yang membutuhkan vaksin tahap kedua, baru dikirim 4.600 vaksin. Jadi, kalaupun semua vaksin habis digunakan, target awal tetap tidak tercapai. (Kompas.id, 28/2).
Serupa terjadi di Kabupaten Kuningan. Kepala Dinas Kesehatan Kuningan Susi Lusiyanti mengatakan, vaksinasi tahap kedua menyasar lebih kurang 6.800 orang. Jumlah ini sesuai vaksin yang dikirim pemerintah pusat. Padahal, sejak awal pihaknya mengajukan vaksinasi untuk 29.171 orang. (Kompas.id, 1/3/2021).
Baca juga : Kepercayaan Akan Vaksin Covid-19 Semakin Meningkat
Bahkan di Kota Bandung, tempat vaksin Covid-19 diproduksi, vaksinasi tidak kunjung sempurna. Menurut Kepala Dinkes Kota Bandung Ahyani Raksanagara, penyuntikan vaksin idealnya pada 6.000 orang per hari.
Namun, hingga Selasa (2/3), jumlah warga Kota Bandung yang divaksinasi baru lebih kurang 1.400 orang. Padahal, dengan target tahap kedua, lebih dari 128.000 penduduk pada pertengahan Juni 2021, penyuntikan yang dilakukan perlu lebih dari 1.000 jiwa per hari. (Kompas.id, 3/3).
Tak kalah pelik, Pemprov Jabar yang diharapkan mengatasi masalah ini juga terkendala. Mereka mengklaim baru menerima 1,14 juta dosis vaksin atau 8,6 persen atau sekitar 570.000 sasaran vaksinasi. Padahal, kebutuhan vaksin adalah 13,2 juta dosis vaksin untuk 6,6 juta orang. Sasaran vaksinasi itu meliputi warga lanjut usia 4,4 juta orang. Sisanya pelayan publik hingga tokoh agama. (Kompas.id, 4/3/2021)
Kalau rentang waktu dari orang yang disuntik vaksin pertama dan terakhir terlalu lama, kadar antibodinya jadi tidak setara. Oleh sebab itu, kecepatan penyuntikan menjadi penting.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap kebutuhan vaksin segera terpenuhi. “Kalau rentang waktu dari orang yang disuntik vaksin pertama dan terakhir terlalu lama, kadar antibodinya jadi tidak setara. Oleh sebab itu, kecepatan penyuntikan menjadi penting,” ujarnya.
Apalagi, kini penuntasan Covid-19 di Jabar tidak sederhana. Sudah ditemukan kasus mutasi virus SARS-CoV-2 asal Inggris, yang dijuluki B.1.1.7, pernah menjangkiti warga Karawang, Jabar.
Varian B.1.1.7 sebelumnya menyebar cepat di Inggris pada pertengahan Desember 2020. Sejumlah negara Eropa pun menutup pintu kedatangan dari Inggris. Pada pertengahan Januari 2021, Malaysia melaporkan adanya mutasi baru dari Inggris. Varian B.1.1.7 tercatat ditemukan sedikitnya di 40 negara. (Kompas.id, 3/3).
Produksi vaksin
Sejauh ini, vaksin Covid-19 diklaim terus diproduksi. Pada Selasa (2/3), Bio Farma menerima 10 juta dosis bahan baku (bulk) vaksin Covid-19 dari Sinovac, China. Bahan baku ini diestimasikan diproduksi menjadi delapan juta dosis vaksin jadi.
Sebelumnya, pada gelombang pertama, Januari 2021, Bio Farma menerima 16,5 juta dosis bahan baku. Selanjutnya, Sinovac mengirimkan 11 juta dosis bulk pada gelombang kedua, awal Februari. Dengan begitu, Bio Farma telah menerima 37,5 juta dosis bahan baku vaksin.
Sekretaris Perusahaan Bio Farma, Bambang Heriyanto, mengatakan, pihaknya akan menerima total 154 juta dosis bahan baku hingga Juli mendatang. Bahan baku pada pengiriman gelombang pertama sudah selesai diproduksi menjadi 13 juta dosis vaksin. ”Sebanyak 11 juta dosis telah mendapatkan lot release (sertifikasi penjamin mutu) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan,” ujarnya.
Dari 10 juta dosis bahan baku yang tiba hari ini (Selasa) akan mulai prosesnya 22 Maret 2021 dengan estimasi produksi 8 juta dosis vaksin. (Bambang Heriyanto)
Sejumlah 7,2 juta dosis vaksin telah didistribusikan ke 34 provinsi. Penggunaannya untuk vaksinasi Covid-19 gelombang kedua terhadap petugas pelayanan publik dan warga lanjut usia.
Bambang menyebutkan, proses produksi terhadap 11 juta dosis bahan baku gelombang kedua berlangsung 13 Februari-20 Maret 2021. Saat ini sudah diproduksi 3 juta dosis vaksin. ”Sedangkan dari 10 juta dosis bahan baku yang tiba hari ini (Selasa) akan mulai prosesnya 22 Maret 2021 dengan estimasi produksi 8 juta dosis vaksin,” ucapnya.
Keterbatasan vaksin tidak lantas membuat orang-orang di daerah berhenti berkreasi. Di Kuningan, penambahan vaksinator dilakukan, dari 450 orang menjadi 1.000 orang. Saat ini, setiap puskesmas memiliki 6-7 vaksinator. Harapannya, setiap puskesmas memiliki 10-15 vaksinator, termasuk bidan dan semua perawat.
Di Cirebon, Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati juga sibuk meneliti titer antibodi warga yang telah menerima vaksinasi Covid-19. Penelitian bertujuan mengetahui efektivitas dan efikasi vaksin mencapai kekebalan komunitas.
Penelitian hibah dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana ini adalah yang pertama kali di Indonesia. Durasinya dimulai 1 Maret dengan mengumpulkan data penerima vaksin. Lalu, pengambilan sampel darah dan penelitian dilakukan hingga 20 Maret secara bertahap. Respondennya ada 400 orang yang telah divaksin. (Kompas.id, 4/3).
Lihat juga : Upaya Dunia Melawan Covid-19 Melalui Vaksinasi Massal
Kota Bandung juga tetap melakukan jemput bola saat menggelar vaksinasi. Salah satunya di Pasar Sederhana. Namun, eksekusinya masih butuh perbaikan. Ditargetkan diikuti 200 pedagang, pesertanya hanya 117 orang.
Mereka beralasan tidak ada yang bakal menunggu dagangan. Padahal, proses hanya vaksinasi membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Menanggapi itu, Dinkes Kota Bandung akan mengevaluasi cara lain agar vaksinasi bila dilakukan ideal.
Kenyataannya, hanya mengandalkan kecanggihan teknologi hingga kreativitas saja belum cukup ampuh melawan pandemi. Kerelaan sebagian orang yang sehat bugar memprioritaskan kelompok rentan, seperti lansia, jelas dibutuhkan. Peran penyintas yang rutin menyumbangkan plasma darah tentu lebih dinantikan ketimbang antre ikut vaksin buatan manusia yang jumlahnya belum memadai.
Bahkan, seremoni bersama atau pribadi saat vaksinasi ada baiknya tidak dilakukan. Di tengah keterbatasan vaksin, euforia satu orang saat divaksin rentan memicu kecemburuan banyak orang yang belum bisa mengakses keistimewaan itu. Ragam solidaritas seharusnya tidak mati, terutama saat pandemi. Vaksinasi penting, tetapi sangat penting memastikan tidak ada yang tertinggal.
Baca juga : Informasi Vaksinasi Covid-19 Terbatas, Warga Lanjut Usia Kebingungan Mengakses Layanan