Mengancam Merampas Mobil dengan Dalih Utang, Lima Orang Ditangkap
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali belum lama ini menangkap lima orang yang disangkakan terlibat pemerasan dan ancaman perampasan. Polda Bali akan menindak secara tegas, tetapi terukur, aksi premanisme.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Kepolisian Daerah Bali menegaskan akan menindak secara tegas, tetapi terukur, pihak-pihak yang melakukan aktivitas premanisme. Terkait hal itu, polisi reserse dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali belum lama ini menangkap lima orang yang disangkakan terlibat pemerasan dan ancaman perampasan dengan dalih menagih utang.
Dari lima tersangka yang kini ditahan di Polda Bali, empat orang di antaranya adalah lelaki yang mengancam merampas mobil dengan alasan menagih utang. Sementara seorang tersangka lainnya adalah perempuan yang memiliki piutang dan menugasi empat tersangka lain itu untuk menagih utang kepada korban.
Hal itu disampaikan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Bali Komisaris Besar Djuhandhani Rahardjo Puro dalam jumpa media di Polda Bali, Kota Denpasar, Kamis (4/3/2021).
Djuhandhani menyatakan, Polda Bali tidak akan berhenti melawan aksi premanisme demi menjaga keamanan dan kenyamanan di Bali. Polisi juga tidak akan segan menindak secara tegas dan terukur pihak-pihak yang menggunakan cara-cara premanisme dan perbuatannya mengancam keselamatan.
”Ini bukan ancaman, tetapi upaya kami menjaga Bali tetap aman,” kata Djuhandhani yang didampingi Kepala Bidang Humas Polda Bali Komisaris Besar Syamsi.
Secara terpisah, kriminolog dari Universitas Udayana, Gde Made Swardhana, mengatakan, tindakan tegas dari aparatur penegak hukum diperlukan terhadap pihak atau kelompok yang menggunakan cara-cara premanisme.
Tindakan tegas itu diperlukan dengan tujuan agar masyarakat kembali tenang.
Swardhana menyatakan, masyarakat di Bali memang berharap polisi menindak secara tegas orang atau kelompok preman yang memaksa dalam mengambil hak seseorang. ”Tindakan tegas itu diperlukan dengan tujuan agar masyarakat kembali tenang,” ujarnya.
Ia menambahkan, utang piutang adalah perkara perdata dan persoalan keperdataan itu dapat diselesaikan melalui mediasi atau gugatan ganti rugi. Sementara pengancaman atau perampasan hak seseorang merupakan perbuatan melawan hukum.
”Sebagai warga masyarakat, tentu berharap agar polisi berani memberangus tindakan premanisme,” kata Swardhana kepada Kompas.
Utang arisan
Perampasan
Lebih lanjut Djuhandhani mengatakan, kelima tersangka tindak pidana pemerasan dan ancaman perampasan itu, termasuk seorang tersangka yang menyuruh empat tersangka lainnya, dijerat dengan Pasal 368 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 9 tahun.
Empat tersangka premanisme itu masing-masing berinisial BMP (29), IPWS (28), IMAS (28), dan IGWG (26). Adapun satu tersangka lainnya adalah perempuan berinisial NKOR (31).
Dari laporan polisi diketahui, NKOR memberikan kuasa kepada BMP dan kawan-kawannya untuk menagih utang arisan kepada istri korban. BMP bersama tiga kawannya itu kemudian mendatangi rumah keluarga korban di kawasan Kerobokan, Kuta Utara, Badung, Senin (8/2/2021) malam.
BMP dan kawan-kawan memaksa korban membayar utang istrinya. Para tersangka itu kemudian memaksa korban menyerahkan mobil yang terparkir di halaman rumah keluarga korban sebagai jaminan atas utang istri korban.
Ternyata mobil itu bukan milik korban, melainkan mobil orang lain yang diparkir di halaman rumah keluarga korban. Namun, tersangka tetap memaksa agar korban menyerahkan mobil. Para tersangka itu juga memaksa korban membuat surat pernyataan penyerahan mobil sebagai jaminan.
”Kasus utang ini ada aturan mainnya. Bisa diadukan sebagai kasus perdata atau perkara pidana. Namun, jangan menggunakan preman,” kata Djuhandhani.