Kewaspadaan perlu ditingkatkan karena tahun ini Sumsel memasuki kemarau normal atau lebih kurang sama dengan situas tahun 2019 lalu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Sebanyak 9.000 personel disiagakan untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan. Langkah ini dilakukan karena kekeringan sudah terjadi di beberapa tempat.
Hal ini disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Iriansyah, Kamis (4/3/2021), di Palembang. Jika melihat kondisi cuaca saat ini, ujar Iriansyah, di beberapa daerah sudah terjadi kekeringan, seperti di Muara Enim dan Penukal Abab Lematang Ilir.
Kondisi tu ditandai dengan berkurangnya debit air sungai di kedua daerah tersebut. ”Walau saat ini belum memasuki musim kemarau, kita mesti waspada,” ucapnya.
Karena itu, mulai pekan depan, satuan tugas penanganan kebakaran hutan dan lahan Sumsel sudah mulai bekerja. Ada 9.000 personel yang disiagakan, mulai dari Manggala Agni, TNI/Polri, BPBD, satgas pemadam kebakaran yang disiapkan perusahaan, dan institusi pendukung lainnya.
Selain kesiapan personel, ujar Iriansyah, dia bakal mengusulkan penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dan serta pengiriman helikopter patroli dan bom air kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). ”Pengiriman armada biasanya akan bertahap sesuai dengan kondisi cuaca,” katanya.
Ia menuturkan, upaya pencegahan menjadi prioritas, mulai dari menyiapkan embung, sumur bor, dan sekat kanal hingga melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di kawasan rentan terbakar.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel Ansori menuturkan, kewaspadaan perlu ditingkatkan karena tahun ini Sumsel memasuki kemarau normal atau lebih kurang sama dengan situasi pada tahun 2019 lalu.
”Bayangkan, pada kemarau normal saja, kebakaran di Sumsel mencapai 428.356 hektar. Karena itu, upaya pencegahan harus dikedepankan,” ucap Ansori.
Sebelumnya, Kepala Stasiun Klimatologi Palembang Hartanto menjelaskan, Sumsel masih berada pada puncak musim hujan. Musim kemarau baru akan masuk di Sumsel pada dasarian kedua Mei. Sementara puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus 2021.
Bayangkan, pada kemarau normal saja, kebakaran di Sumsel mencapai 428.356 hektar. Karena itu, upaya pencegahan harus dikedepankan.
Masuknya musim kemarau ditandai dengan penurunan intensitas hujan di bawah 50 milimeter per dasarian (10 hari) dan kemudian berlanjut sampai dua dasarian berikutnya.
Selain itu, hari tanpa hujan (HTH) juga akan meningkat. Hartanto memprediksi, HTH pada masa musim kemarau di Sumsel tahun 2021 ini bisa mencapai 30 hari. ”Memang tidak seekstrem seperti tahun 2015 lalu, ketika HTH saat itu bisa mencapai 120 hari,” ucapnya.
Koordinator Manggala Agni Sumsel Tri Prayogi mengatakan, sejak Januari pihaknya sudah melakukan sejumlah persiapan, utamanya sosialisasi kepada masyarakat dan patroli di sejumlah kawasan rawan.
Sosialisasi ini penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar. Selama ini, 99 persen penyebab kebakaran lahan di Sumsel adalah ulah manusia. Sosialisasi yang masif diharapkan bisa menekan risiko kebakaran.
Sepanjang tahun ini, ucap Tri, sudah satu kali peristiwa kebakaran terjadi di Sumsel, yakni di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumsel. Saat itu, kebakaran sudah mencapai 9,5 hektar dan baru dapat dipadamkan tiga hari berselang. ”Dengan antisipasi dini, diharapkan risiko kebakaran bisa ditekan,” ujarnya.