Kuota Rekrutmen Guru PPPK Tak Terpenuhi, Sisa Formasi Dialihkan Tahun Depan
Meski sudah diperpanjang hingga akhir Januari lalu, usulan formasi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK dari pemerintah daerah tetap tak mencapai 1 juta orang. Pemerintah memperpanjang hingga 2022.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usulan formasi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK dari pemerintah daerah tidak mencapai 1 juta orang, seperti yang ditargetkan pemerintah. Formasi yang tidak dipenuhi ini akan digeser ke rekrutmen calon guru PPPK pada 2022.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/3/2021), mengatakan, dari data sementara, usulan formasi yang masuk sekitar 500.000. Padahal, dalam seleksi aparatur sipil negara (ASN) tahun 2021 ini, pemerintah menyediakan kuota 1 juta PPPK pada formasi jabatan guru.
”Meski demikian, jika formasi ini tidak dipenuhi, akan digeser ke tahun 2022,” ujar Tjahjo.
Seperti diberitakan sebelumnya, usulan formasi untuk program 1 juta guru PPPK sudah ditutup pada 31 Desember 2020. Bahkan, pemerintah telah memperpanjang tenggat pengajuan usulan formasi itu hingga akhir Januari 2021. Namun, target kuota tak juga terpenuhi.
Tjahjo menyampaikan, pemerintah serius ingin menuntaskan persoalan guru honorer di Tanah Air. Karena itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kini terus berusaha agar pemerintah daerah segera mengajukan usulannya.
”Program ini untuk menyelesaikan kekurangan tenaga guru yang selama ini diisi tenaga honorer,” ucap Tjahjo.
Program ini untuk menyelesaikan kekurangan tenaga guru yang selama ini diisi tenaga honorer.
Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Kemenpan dan RB Dwi Wahyu Atmaji mengatakan, pihaknya akan menggelar rapat koordinasi secara virtual bersama instansi pusat dan daerah, Kamis (4/3/2021). Salah satu agenda dalam rapat tersebut adalah memperoleh masukan mengenai kebijakan seleksi ASN 2021 di lingkungan kementerian/lembaga dan daerah.
Menurut Dwi, terdapat beberapa permasalahan dalam proses rekrutmen ASN yang masih perlu disempurnakan, antara lain perluasan cakupan pengadaan ASN dari kelompok PPPK. Di samping itu, perlu juga penyempurnaan muatan substansi dalam tes kompetensi dasar (TKD) dan tes kompetensi bidang (TKB) yang harus memuat soal terkait teknologi informasi.
Kebijakan afirmasi
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda berpandangan, kebutuhan rekrutmen guru sudah sangat mendesak. Karena itu, pengajuan usulan formasi guru PPPK yang jauh dari target ini akan dievaluasi secara menyeluruh di dalam rapat kerja antara Komisi X DPR dan Kemendikbud.
Rapat akan digelar secepatnya seusai masa reses. Adapun DPR kini tengah memasuki masa reses hingga 7 Maret 2021.
Menurut Huda, ada dua hal yang patut dikritik terkait seleksi guru PPPK, yakni sosialisasi dan skema rekrutmen. Dari sisi sosialisasi, ia menilai, koordinasi antara pemerintah pusat dan dinas pendidikan di seluruh pemda, serta koordinasi antara pemerintah dan para guru honorer, belum berjalan efektif.
Dari skema rekrutmen, berdasarkan informasi yang ia peroleh, banyak pemda enggan memberikan kebutuhan formasi kepada pusat karena mereka khawatir tidak bisa menggaji para guru honorer yang akan diangkat menjadi PPPK. Sebab, gaji PPPK dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
”Mereka ketakutan kalau nanti akan menjadi beban APBD. Nah, persoalan-persoalan ini yang harus diurai, harus dijelaskan, harus dipastikan oleh Kemendikbud, Kementerian Keuangan, serta Kemenpan dan RB,” ucap Huda.
Huda berharap, pemenuhan kuota 1 juta guru PPPK tetap dapat diselesaikan pada tahun ini. Artinya, ada pendaftaran tahap kedua. Sebab, persoalan guru honorer ini sudah puluhan tahun dan harus segera dituntaskan.
Apalagi, lanjutnya, skema PPPK juga merupakan ruang kompromi. Para guru honorer sedari awal tidak bersedia diangkat menjadi PPPK, tetapi pegawai negeri sipil. Karena itu, kompromi yang luar biasa dari para guru ini harus diapresiasi dengan cara mempercepat penuntasan proses rekrutmen guru PPPK.
”Saya merasa, ini butuh political will (kemauan politik) yang kuat dari semua pihak, yang sifatnya butuh quick wins (program percepatan). Karena yang terjadi di lapangan, kan, mereka resah luar biasa akibat sudah puluhan tahun mengabdi kepada bangsa. Hampir pasti ini akan berefek pada kinerja pengabdian guru untuk mengajar anak. Pertimbangan psikologis ini perlu dijadikan perhatian oleh semua pihak,” tutur Huda.
Ini butuh political will (kemauan politik) yang kuat dari semua pihak, yang sifatnya butuh quick wins (program percepatan). Karena yang terjadi di lapangan, kan, mereka resah luar biasa akibat sudah puluhan tahun mengabdi kepada bangsa. Hampir pasti ini akan berefek pada kinerja pengabdian guru untuk mengajar anak. Pertimbangan psikologis ini perlu dijadikan perhatian oleh semua pihak.
Ia mengusulkan perbaikan skema. Salah satunya, dalam pendaftaran tahap kedua nanti, sifatnya adalah pengangkatan, bukan seleksi. Ini untuk mengafirmasi beberapa guru. Pertama, mengafirmasi guru yang masa pengabdiannya sudah lama. Kedua, mengafirmasi guru yang sudah berumur tua. Ketiga, mengafirmasi keberadaan guru agama di sekolah negeri yang jumlahnya sekitar 170.000 orang.
”Saya merasa, mereka semua perlu diafirmasi di sisa kuota 500.000 ini. Didata, dilakukan pemetaan secara detail oleh Kemendikbud serta Kemenpan dan RB,” ujar Huda.
Pembentukan panja
Di sisi lain, Huda menyebutkan, Komisi X DPR telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengangkatan Guru Tenaga Kependidikan (GTK) Honorer Menjadi ASN. Panja dibentuk sebelum DPR memasuki masa reses.
Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Agustina Wilujeng Pramestuti telah ditetapkan sebagai ketua panja. Panja akan mulai bekerja pada 8 Maret mendatang.
Negara punya utang budi yang cukup luar biasa, cukup besar terhadap eksistensi guru-guru honorer ini.
Huda menjelaskan, panja ini dibentuk dengan tujuan ingin menuntaskan persoalan guru honorer. Panja ingin memperjuangkan agar seluruh guru honorer bisa menjabat sebagai ASN.
”Karena negara punya utang budi yang cukup luar biasa, cukup besar terhadap eksistensi guru-guru honorer ini,” katanya.
Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdul Fikri Faqih menambahkan, dalam rapat panja nanti akan dibahas skema penggajian guru PPPK yang paling tepat agar tidak malah membebani keuangan daerah.
Adapun soal target 1 juta guru PPPK yang belum tercapai, ia meminta Kemendikbud segera berkoordinasi intensif dengan Kementerian Dalam Negeri agar pengajuan dari pemda terpantau.