Permintaan Burung Berkicau Kian Tinggi, Penyelundupan Satwa Makin Nekat
Karantina Pertanian Surabaya kembali gagalkan perdagangan ilegal 633 burung berkicau dan kura-kura. Dalam dua bulan ini, total 1.629 burung disita. Tingginya permintaan pasar mendorong pelaku kian nekat.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA,KOMPAS — Karantina Pertanian Surabaya kembali menggagalkan perdagangan ilegal 633 burung berkicau dan kura-kura melalui Pelabuhan Tanjung Perak. Dalam dua bulan, total 1.629 burung disita. Tingginya permintaan pasar akibat pandemi, ditambah margin yang menggiurkan, memicu penyelundupan.
Penanggung jawab Wilayah Kerja Tanjung Perak Karantina Pertanian Surabaya, Tety Maria, mengatakan, upaya penyelundupan ratusan burung terjadi pada Rabu (24/2/2021). Saat itu, pihaknya menerima informasi dari masyarakat tentang keberadaan burung di dalam Kapal Motor Dharma Rucitra yang bertolak dari Makassar menuju Pelabuhan Tanjung Perak.
”Bersama dengan Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Perak, petugas karantina langsung memeriksa kapal saat sandar di pelabuhan. Petugas menyisir setiap sudut kapal, termasuk memeriksa semua alat angkut yang dimuat di dalamnya,” ujar Tety Maria, Selasa (2/3/2021), di Sidoarjo.
Tim gabungan akhirnya mendapati ratusan burung dan kura-kura yang disembunyikan di dalam sebuah truk. Tim kemudian memperluas area pemeriksaan dan mendapati total tiga truk yang menyembunyikan burung dan kura-kura. Satwa tersebut disembunyikan di belakang kursi pengemudi dan disembunyikan di atas kepala truk.
Menurut Tety, modus operandi penyelundupan satwa terbilang konvensional. Burung-burung itu hanya dimasukkan dalam keranjang plastik bekas tempat menyimpan buah-buahan atau dimasukkan ke kandang berbahan kawat. Setelah itu, dibungkus atau ditutup kain agar tidak terlihat mencolok atau menarik perhatian.
Burung-burung itu hanya dimasukkan dalam keranjang plastik bekas tempat menyimpan buah-buahan atau dimasukkan ke kandang berbahan kawat
Satwa dilindungi
Sebanyak 633 satwa yang diselundupkan dari Makassar ke Surabaya tersebut terdiri atas berbagai jenis burung. Burung kakaktua jambul putih sebanyak 6 ekor, nuri kalung ungu atau halmahera sebanyak 19 ekor, jalak rio-rio sebanyak 313 ekor, dan merpati hitam sulawesi sebanyak 10 ekor. Selain itu, 285 kura-kura.
Semua jenis burung tersebut tidak dilengkapi dokumen perkarantinaan yang menjelaskan tentang hasil pemeriksaan kondisi kesehatan hewan. Burung kakaktua jambul putih dan nuri kalung ungu juga merupakan satwa dilindungi yang tidak boleh diburu dan diperjualbelikan.
Kepala Badan Karantina Pertanian Surabaya Musyaffak Fauzi mengatakan, populasi burung kakaktua jambul putih dan nuri kalung ungu di habitatnya tinggal sedikit sehingga mereka terancam punah. Penggagalan upaya penyelundupan dan perdagangan satwa dilindungi ini merupakan bagian dari upaya penyelamatan dari kepunahan.
Karantina Pertanian Surabaya mengajak masyarakat bersama-sama mengawasi komoditas pertanian yang dilalulintaskan. Segera melapor apabila menemukan dugaan pelanggaran agar bisa segera ditindaklanjuti oleh petugas di lapangan. Menyelamatkan satwa dilindungi berarti menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlangsungan sumber daya alam Nusantara.
Musyaffak Fauzi menambahkan, dari sisi perkarantinaan hewan dan tumbuhan, lalu lintas burung dan satwa lain tanpa dokumen penyerta melanggar UU No 21/2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Dalam Pasal 88 dinyatakan, pelanggar persyaratan karantina antar-area bisa dipidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
Penyelundupan marak
Sementara itu, berdasarkan data otomasi perkarantinaan IQfast, upaya penggagalan pemasukan satwa tanpa dokumen karantina atau secara ilegal melalui Pelabuhan Tanjung Perak selama Januari-Februari tahun ini tercatat 10 kali. Sembilan kasus ditangani oleh Karantina Surabaya dan satu kasus merupakan pelimpahan dari Polairud Polda Jatim.
Dari total 10 kasus penyelundupan tersebut, total satwa yang disita sebanyak 1.629 ekor dan mayoritas merupakan burung berkicau. Adapun daerah asal penyelundupan itu beragam, ada dari Banjarmasin, Ende di Nusa Tenggara Timur, dan Makassar.
Penyelundupan satwa ter,utama burung berkicau, ini terbilang tinggi mengingat rentang waktu hanya dua bulan. Tahun lalu kasus penyelundupan satwa di BBKP Surabaya tercatat sedikitnya 18 kali dengan jumlah hewan 3.696 ekor. Dari jumlah tersebut, terbanyak burung berkicau, totalnya 3.619 ekor dengan jenis beragam.
Burung berkicau ini berasal dari Sulawesi, NTT, dan Pulau Kalimantan. Menurut Musyaffak Fauzi, burung berkicau banyak diselundupkan karena peminatnya tinggi. Permintaan burung berkicau meningkat tajam selama masa pandemi karena banyak orang beraktivitas di rumah. Mereka menekuni hobi memelihara burung berkicau.
Permintaan yang tinggi itu dibarengi dengan harga jual yang tinggi pula. Harga jual tinggi inilah yang membuat para penyelundup semakin nekat beraksi. Hal itu tecermin dari modus operandi yang tetap menggunakan cara konvensional dengan menitipkan barang kepada pengemudi truk. Barang akan diambil oleh pemilik atau pembeli saat truk keluar dari pelabuhan.
”Menyikapi semakin maraknya perdagangan satwa secara ilegal, BBKP Surabaya memperketat pengawasan di pintu-pintu masuk kapal dari luar pulau, seperti Pelabuhan Tanjung Perak. Sinergi telah dibangun dengan institusi lain, seperti kepolisian,” ucap Musyaffak Fauzi.